| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Tuesday, September 05, 2006,3:37 PM

Saling Tentang Indonesia-Israel

Smith Alhadar

Secara mengejutkan, Israel menentang penempatan tentara perdamaian (peace keeping force) Indonesia, sebagai bagian tentara PBB, di selatan Lebanon untuk menjaga gencatan senjata Hezbollah-Israel.

Alasannya, Indonesia tak punya hubungan diplomatik dengan Israel. Alasan ini mengada-ada. Indonesia pernah mengirim tentara perdamaian ke Kongo (1960 dan 1962). Kala itu Indonesia tak ada hubungan diplomatik dengan negara Afrika itu. Indonesia pernah terlibat pemeliharaan gencatan senjata Israel-Mesir tahun 1957 dan 1973. Israel tak berhak menentukan tentara dari negara mana yang dapat bertugas di selatan Lebanon untuk memelihara gencatan senjata. Itu adalah otoritas PBB. PBB telah memilih Indonesia sebagai salah satu negara penyumbang pasukan.

Tidak serius

Keberatan Israel itu tampaknya tidak serius dan hanya upaya mengulur waktu—bukan kecurigaan, Indonesia akan membantu Hezbollah memperkuat diri lagi di selatan Lebanon—untuk memungkinkan mengebom titik-titik strategis Hezbollah di selatan Lebanon sebelum pasukan PBB datang, sekaligus menangkap para pemimpin Hezbollah yang telah mempermalukan Israel.

Israel kalah dalam perang melawan Hezbollah (12 Juli-14 Agustus), sementara kekuatan gerilyawan ini, termasuk mesin perangnya, relatif masih utuh, padahal target Israel adalah menghancurkan organisasi Syiah militan sampai ke akarnya. Hezbollah dianggap kaki tangan Teheran dan Damascus untuk menghancurkan Israel. Memang organisasi yang didirikan tahun 1982 ini, dilatih, didanai, dan dipersenjatai Iran dan Suriah, musuh bebuyutan Israel.

Sikap Israel itu dikecam Indonesia. Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menyebut Israel culas. Kesediaan Indonesia dalam tentara pemelihara perdamaian PBB untuk memenuhi target politik luar dan dalam negeri.

Ke luar, pemerintahan Presiden SBY mengharapkan peningkatan peran Indonesia dalam percaturan politik internasional. Ke dalam, pemerintah ingin menjaga koalisinya dengan partai- partai Islam, yang sejak awal telah sepakat mendukung perjuangan Arab melawan Israel.

Bertekad mengirim

Kendati Israel menentang, Pemerintah RI tetap bertekad mengirim satu batalion tentara lengkap dengan persenjataan yang dibutuhkan, termasuk puluhan panser yang dibeli dari Perancis. Tekad pemerintah ini tampaknya, selain terkait aneka masalah itu, juga karena penempatan tentara itu dianggap tidak berisiko.

Pertama, sesuai Resolusi DK PBB No 1701 yang menghentikan perang, tentara perdamaian PBB tidak terlibat perlucutan senjata Hezbollah. Itu tugas pemerintahan Lebanon. Jika Indonesia terlibat, kemungkinan konflik bersenjata kedua pihak akan terjadi dan itu amat berbahaya bagi pasukan Indonesia. Hezbollah adalah gerilyawan yang amat kuat dan kini amat populer di Lebanon, bahkan Dunia Arab, setelah berhasil mengalahkan Israel, hal yang belum pernah dapat dilakukan negara Arab mana pun dalam beberapa kali perang dengan Israel.

Kedua, Israel yang akan menempatkan ribuan tentara di perbatasan Lebanon akan berhati- hati menghadapi tentara Indonesia. Sikap ceroboh, misalnya membunuh tentara Indonesia, akan menimbulkan dampak yang tidak mereka inginkan.

Sudah bertahun-tahun Israel berupaya mendekati Indonesia. Pada tahun 1994 mendiang PM Israel Yitzhak Rabin datang mengunjungi mantan Presiden Soeharto di Cendana guna membicarakan kemungkinan Indonesia membuka hubungan dengan Israel. Hal yang sama terjadi lagi di New York saat Soeharto dan Rabin berkunjung ke sana menghadiri sidang PBB. Menlu Hassan Wirajuda pun didekati Menlu Israel beberapa waktu lalu guna membicarakan hal yang sama. Alhasil, Israel telah lama mendekati pejabat-pejabat tinggi maupun orang-orang penting Indonesia, seperti Abdurrahman Wahid , untuk membicarakan hubungan diplomatik kedua negara. Jika RI membuka hubungan diplomatik dengan Israel, rezim Zionis itu akan mendapat keuntungan besar. Teori domino akan berlaku, yakni berbagai negara non-Arab akan mengikuti jejak Indonesia— negara dengan penduduk beragama Muslim terbesar yang memiliki pengaruh di negara-negara muslim non-Arab. Hal ini juga akan melemahkan perjuangan bangsa Arab untuk mendapatkan kembali tanah mereka yang diduduki Israel. Selain itu, Israel juga mendapat pasar Indonesia yang amat potensial bagi produk pertanian dan senjata Israel.

Bagaimanapun, pasukan Indonesia harus ekstra waspada dalam tugasnya di Lebanon. Hezbollah masih eksis dan tidak ada kekuatan yang dapat melucuti mereka. Pemerintah Lebanon sendiri tidak berdaya. Dengan demikian, perbatasan Lebanon selatan-Israel utara yang akan ditempati pasukan PBB tetap rawan selama perdamaian Arab-Israel belum terwujud, terutama jika Israel tetap bertahan di tanah pertanian Shebaa di Lebanon selatan yang diklaim Hezbollah sebagai tanah Lebanon, sementara Israel mengakui sebagai wilayah Suriah. Perang bisa meletus lagi jika salah satu melakukan provokasi. Dan tentara PBB akan menjadi korban.

Smith Alhadar Penasihat pada The Indonesian Society for Middle East Studies

1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

sudah iiat situsnya pak juwono mas?

11:28 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home