| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Monday, September 04, 2006,1:42 PM

Akselerasi Penanggulangan Kemiskinan & Pengangguran

Faisal Basri

Obat paling mujarab untuk memerangi kemiskinan dan pengangguran ialah memacu pembangunan dengan laju pertumbuhan yang cukup memadai dan berkualitas. Sayangnya, faktor inilah yang sejak krisis melanda negeri kita hampir satu dasawarsa lalu belum kunjung terhadirkan hingga sekarang. Pertumbuhan ekonomi tahunan tak pernah menembus 6 persen. Bahkan, sejak tahun 2005 hingga triwulan I-2006, pertumbuhan triwulanan merosot terus-menerus. Syukur, pada triwulan II-2006 pertumbuhan kembali meningkat.

Namun, peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang kembali diraih pada triwulan II-2006 belum diiringi perbaikan kualitas pertumbuhan. Yang tumbuh relatif jauh lebih tinggi adalah sektor-sektor non-tradable, terutama di sektor-sektor jasa modern di perkotaan yang sangat sedikit menyerap tenaga kerja, seperti subsektor telekomunikasi, subsektor keuangan nonperbankan, subsektor transportasi udara dan kereta api, serta subsektor listrik, air, dan gas. Dengan pola pertumbuhan seperti itu, penyerapan tenaga kerja semakin terbatas.

Memang sektor pertanian—paling banyak menyerap tenaga kerja—tumbuh cukup tinggi dalam dua triwulan terakhir. Namun, kalau dicermati lebih jauh, ternyata penyumbang utamanya ialah subsektor pertanian nonpangan yang notabene lebih sedikit menyerap tenaga kerja. Sementara itu, sektor industri manufaktur, yang juga merupakan penyerap tenaga kerja cukup signifikan, kinerjanya dalam dua triwulan terakhir masih sangat buruk, masing-masing hanya tumbuh 2 persen pada triwulan I dan 3 persen pada triwulan II-2006.

Oleh karena itu, cukup mencengangkan kalau dalam pidato Presiden di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 16 Agustus lalu dilaporkan angka pengangguran menurun. Secara teoretis, bahkan kasatmata, yang paling mungkin terjadi ialah sebatas berkurangnya laju pertambahan jumlah penganggur. Hal ini terjadi karena laju peningkatan angkatan kerja lebih lambat ketimbang laju pembukaan lapangan kerja baru. Namun, secara absolut maupun persentase, hampir niscaya pengangguran terus mengalami pemburukan.

Hal serupa terjadi untuk statistik kemiskinan. Sepanjang laju dan pola pertumbuhan masih seperti sekarang, niscaya jumlah penduduk miskin akan terus bertambah. Memang demikianlah yang nyata-nyata terjadi, sebagaimana ditunjukkan data kemiskinan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) pekan lalu.

Memburuknya kualitas pertumbuhan juga ditunjukkan oleh kemerosotan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan negatif pembentukan modal tetap. Yang pertama menunjukkan daya beli masyarakat terus tertekan, sedangkan yang kedua mencerminkan iklim investasi belum mengalami perbaikan berarti. Peningkatan pertumbuhan hampir seluruhnya ditopang oleh menggelembungnya konsumsi pemerintah.

Strategi mendasar

Laju pertumbuhan yang memadai, diiringi perbaikan kualitas pertumbuhan, merupakan prasyarat yang nyaris mutlak untuk menanggulangi kemiskinan dan pengangguran. Ia tak bisa digantikan oleh program secanggih apa pun. Apalagi jika program itu hanya berdiri sendiri, tak terintegrasi dengan strategi utuh pembangunan.

Sejauh ini kita belum melihat adanya suatu strategi pembangunan yang secara mendasar bisa menjawab persoalan kemiskinan dan ketimpangan. Kita masih menyaksikan setiap sektor berjalan sendiri-sendiri tanpa keterpaduan visi. Kita juga menjumpai kebijakan-kebijakan yang selama ini dikeluarkan pemerintah belum menunjukkan prioritas yang sejalan tekad pemerintah untuk memerangi kemiskinan dan ketimpangan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat penciptaan lapangan kerja seluas-luasnya.

Prioritas tinggi baru terlihat pada pengalokasian anggaran yang cukup besar untuk rakyat miskin. Itu tentu merupakan kemajuan, tetapi sebetulnya sekaligus merupakan kompensasi atas mahalnya biaya dari kesalahan-kesalahan kebijakan yang ditempuh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla pada tahun pertama masa jabatan mereka.

Kita menghargai langkah baru pemerintah untuk meningkatkan efektivitas bantuan bagi rakyat miskin. Bantuan langsung tunai (BLT) akan diperbaiki dengan meluncurkan program BLT bersyarat yang dikaitkan dengan peningkatan akses bagi rakyat miskin terhadap fasilitas pendidikan dan kesehatan. Patut pula dicatat kesadaran baru pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat secara nyata dalam setiap program penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja.

Namun, bagaimanapun, harus disadari jumlah penduduk miskin yang membesar, meningkatnya penganggur, serta memburuknya ketimpangan dari berbagai dimensi (antarkelompok pendapatan, antargolongan masyarakat, dan antardaerah) adalah hasil atau ekses dari penerapan suatu desain atau format strategi pembangunan yang menjadi landasan pijak dari setiap kebijakan pemerintah. Atau sebaliknya disebabkan oleh ketiadaan strategi yang jelas dan terukur. Karena kita menengarai kemiskinan dan ketimpangan bersumber dari satu akar masalah yang sama, adalah kewajiban kita untuk menohok ke akar masalahnya.

Bukankah akar masalahnya boleh jadi adalah ketakserasian perkembangan sektor riil dan sektor moneter yang satu sama lain kian lepas kaitan? Bukankah keterpurukan sektor riil disebabkan pula bias kebijakan yang bersumber dari masih lekatnya cara pandang konvensional dalam menyikapi berbagai persoalan, padahal sebetulnya masalah-masalah kontemporer membutuhkan perubahan cara pandang yang lebih mendasar?

Kita juga harus mulai berpikir keras, jangan-jangan kendala dari penerapan berbagai kebijakan yang desainnya sebenarnya cukup baik adalah kekakuan birokrasi dan organisasi pemerintahan. Sepanjang jajaran birokrasi pemerintahan masih berperilaku business as usual, rasanya amat sulit kita berharap desain kebijakan yang baik sekalipun bisa mencapai hasil yang optimal.

Sungguh kita membutuhkan format pembangunan yang benar-benar baru. Bukan sekadar baru dalam kemasannya yang lebih bersifat retorik.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home