| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Thursday, August 31, 2006,1:38 PM

Skenario Menjajah Timur Tengah

Mohammad Shoelhi
Pengamat Politik Internasional

Prospek perdamaian Timur Tengah menjadi bertambah suram dengan pecahnya Perang Libanon antara Israel melawan Hizbullah. Walau kini perkembangan ditandai dengan gencatan senjata, dan pasukan multinasional di bawah bendera PBB pun diterjunkan untuk mengawasinya, namun kita belum yakin bahwa keadaan tersebut akan menjurus ke arah perdamaian.

Mengapa selama ini Timur Tengah menjadi kawasan yang tak henti-hentinya membara dan kerap terjadi letusan api peperangan? Jawaban yang paling mendasar, karena baik Israel maupun Amerika Serikat (AS) belum meraih seluruh kepentingan yang ditargetkannya. Itulah sebabnya kedua negara tersebut akan selalu menaklukkan negara-negara Timur Tengah yang tak bersedia tunduk kepadanya.

Akan halnya dengan perang Irak, AS berhasil menguasai Irak dan mendepak rezim Saddam Hussein. Sesunnguhnya di balik perang ini, tidak hanya AS yang punya kepentingan tetapi juga Israel, mengingat Irak merupakan negara yang paling keras permusuhannya dengan Israel. Dengan kemenangan AS dalam perang tersebut, Irak tidak lagi merupakan ancaman bagi Israel.

Begitu juga halnya dengan perang Libanon sekarang ini. Di balik perang ini terdapat kepentingan Israel juga AS, mengingat Hizbullah merupakan kepanjangan tangan Iran yang secara frontal berhadap-hadapan dengan Israel. Diharapkan Hizbullah kalah dalam perang ini, yang berarti kekuatan yang mengancam Israel dapat disingkirkan, sehingga AS akan bisa lebih mudah menaklukkan Iran dengan dukungan penuh Israel.

Seperti kita saksikan selama ini, dalam setiap peperangan, AS enggan berlaga sendiri, melainkan ia selalu menarik peran pihak sekutunya untuk terlibat. Demikian juga halnya untuk menaklukkan musuh terberatnya di Timur Tengah, Iran, dan tentu saja dengan tujuan akhir memperkuat cengkeraman pengaruh hegemoniknya di seluruh kawasan Timur Tengah, AS memanfaatkan peran Israel. Paling tidak peran Israel ini sebagai balas budinya kepada AS yang telah berhasil menundukkan Irak sebagai musuh terberat Israel.

Mengapa AS begitu berambisi untuk memperkuat hegemoninya di Timur Tengah dengan menundukkan seluruh negara di kawasan tersebut? Pertama, untuk kepentingan nasional AS sendiri, dan kedua untuk meningkatkan faktor keamanan bagi Israel. Kawasan Timur Tengah merupakan pusat kepentingan paling utama baik bagi AS maupun bagi Israel.

Hubungan AS-Israel
Sejak awal, Israel berdiri bukan karena alasan Israel punya tanah di Palestina, melainkan atas 'mandat' yang diberikan Inggris yang pada waktu itu menguasai Palestina. Namun, setelah Israel berdiri, negara yang paling gigih memberikan dukungan habis-habisan atas eksistensi Israel adalah AS. Betapa tidak, selama ini AS-lah yang memperkuat bangunan Israel.

Dukungan yang diberikan AS sudah tentu bukan cuma-cuma seperti yang lazim dikenal dalam ungkapan pergaulan di kalangan bisnis there is no free LGD (lunch, golf, and dinner). Tidak ada makan siang, golf, dan makan malam gratis. Artinya, setiap apa yang diberikan di baliknya selalu ada imbalan yang diharapkan atau diminta.

Begitu pula halnya dalam hubungan AS-Israel, jauh sebelum Israel berdiri, kalangan Yahudi kaya raya, dengan licik dan lihai merasuk ke dalam Senat dan Gedung Putih. Mereka menyatakan kesediaan memberikan segala sumbangan tak tangung-tanggung demi kejayaan AS. Mereka selalu mengusung setiap kandidat pemegang kekuasaan di tingkat negara, baik di parlemen maupun eksekutif, yang bersedia mengemban 'misi suci' itu. Namun, apa sesungguhnya hakikat 'misi suci' itu? Tak lain dan tak bukan adalah kelangsungan kebijakan politik pro-Israel.

Itulah sebabnya, tidak ada satupun kebijakan politik yang dijalankan AS di belahan dunia mana pun, khususnya di Timur Tengah, yang tidak terkait dengan kepentingan Israel. Begitu juga sebaliknya, tidak ada kepentingan Israel di Timur Tengah yang tak terkait dengan kepentingan AS. Seluruh sepak terjang AS di Timur Tengah, baik dalam bidang diplomasi maupun peperangan selalu berpihak kepada Israel. Setiap resolusi PBB mengenai perdamaian Timur Tengah yang meguntungkan Israel selalu tampil atas prakarsa AS, jika resolusi itu datang dari Israel sendiri maka AS pun akan selalu mendukungnya.

Sebaliknya, setiap resolusi yang merugikan Israel yang berasal dari pihak manapun, AS selalu menolaknya. Begitu juga, dalam beberapa kali peristiwa perang antara Arab-Israel, seperti perang 1967 dan 1973, AS pun memberikan dukungan militer seluas-luasnya dengan menerjunkan tentaranya di pihak Israel. Itulah yang membuat Presiden Mesir, Anwar Saddat, lebih memilih berdamai dengan Israel daripada bermusuhan karena pada kenyataannya yang dihadapi adalah AS.

Arah perkembangan
Ke mana keadaan buruk Timur Tengah dengan pecahnya perang Israel melawan Hizbullah ini akan dikembangkan? Gelagatnya dapat dibaca dengan gamblang. Perang in merupakan kelanjutan dari perang Irak yang terlalu cepat dipaksakan. Dilihat dari pemicunya, perang ini dipicu oleh penangkapan dua serdadu Israel oleh Hizbullah.

Soal tangkap-menangkap dalam konteks permusuhan Israel dengan musuh-musuh Arabnya merupakan hal yang biasa. Berapa kali Israel menangkap musuh-musuh Arabnya selama ini, dan hal itu tak pernah dibalas dengan serangan militer sampai pecah perang? Tetapi mengapa penangkapan sersadu Israel lantas serta-merta dibalas dengan operasi militer.

Sejumlah pengamat memperkirakan, perang Israel-Hizbullah ditujukan untuk mengobarkan api perang lebih besar. Sekalipun kini telah dicapai gencatan senjata, cepat atau lambat, perang hampir pasti akan berlanjut. Mengapa? Sebagian sebabnya adalah bahwa gencatan senjata itu tak disepakati Israel. Sebagian sebab lainnya adalah bahwa dengan berlanjutnya perang lebih besar, skenario penaklukan Timur Tengah diharapkan lebih cepat tercapai.

Dalam perhitungan AS, pemantapan pengaruh hegemoniknya atas kawasan Timur Tengah dan peningkatan faktor keamanan bagi esksistensi Israel tinggal 'selangkah'. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut, perkembangan yang kini berlangsung di Libanon akan didorong untuk menyeret Suriah dalam perang yang lebih besar. Pada gilirannya, ini akan semakin memperkuat alasan bagi AS untuk terlibat dan mengambil peran militer secara luas di dalamnya sebagaimana dalam perang-perang sebelumnya. Hampir pasti perang ini pada akhirnya akan dimenangkan Israel dengan dukungan kuat dari AS.

Sasaran antara
Penaklukan seluruh kawasan Timur Tengah tinggal 'selangkah'. Betapa tidak, sederet sasaran antara telah dicapai AS (juga Israel). Setelah Mesir memutuskan berdamai dan mengakui negara Yahudi itu di bawah Perjanjian Camp David, Arab Saudi, Kuwait, Qatar, dan negara-negara jazirah lainnya sudah dibuat tak mampu berkutik di bawah ketiak AS. Mesir pada waktu itu merupakan negara Arab terkuat dalam menghadapi Israel.

Negara kuat lainnya yang dirasakan paling membahayakan kepentingan AS juga Israel adalah Irak dan Iran. Hingga Irak belum ditaklukkan AS dalam perang keroyokan jilid II antara pasukan penjajah di bawah pimpinan AS melawan Irak, presiden Irak waktu itu Saddam Hussein tak henti-hentinya menampilkan ancaman keras terhadap Israel. Bahkan dalam retorikanya yang populer dia mengatakan bahwa Irak akan melumat Israel dengan rudal buatannya sendiri yang mampu menjangkau dan menghancurkan Israel. Dengan takluknya Irak di bawah AS, kini musuh berbahaya itu tinggal Iran.

Target terakhir
Bila perang Libanon berlanjut dan kemudian berakhir dengan kemenangan Israel (juga AS), maka Iran akan berada pada posisi terjepit. Iran akan terkepung dari berbagai penjuru. Dari arah timur, AS mengepung Iran dari arah Afghanistan dan Pakistan.

Untuk menjepit dari barat, AS menumbangkan rezim berkuasa Irak di bawah Presiden Saddam Hussein, menyusul penaklukan Kuwait, dan setelah jauh sebelumnya menaklukkan Turki yang bersahabat dengan Israel. Sebagai upaya pengepungan dari selatan, AS sudah menjinakkan Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Yaman, Oman, Bahrain, dan sebagainya. Bahkan AS sudah menempatkan salah satu gugus pangkalan militernya di Teluk Parsi.

Mengingat keadaan politik dalam negeri Irak masih labil dan posisi militer AS belum begitu kuat di Irak, maka agar kepungan dari barat tak terganggu, AS memandang perlu lebih dahulu menaklukkan Libanon, Suriah, dan Yordania. Dengan demikian, akan menjadi sempurna dan semakin kuat dalam mengepung Iran. Melalui strategi perang Libanon ini, diharapkan semua tujuan dapat tercapai, khususnya untuk mengobarkan peperangan baru, yaitu perang Iran, sebuah target kepentingan "akhir" di Timur Tengah.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home