| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Wednesday, September 06, 2006,6:52 AM

Menyoal Nasionalisme Kita

Bawono Kumoro

Peringatan HUT Ke-61 RI telah lewat. Tetapi, masalah nasionalisme masih terus mengusik kita.

Banyak kalangan menilai nasionalisme kita sebagai bangsa telah lusuh dan usang. Hemat penulis, nasionalisme menjadi lusuh dan usang karena ia telah teramat sering dibajak oleh rezim-rezim yang berkuasa hanya untuk kepentingan kekuasaan.

Perasaan senasib

Dalam studi ilmu politik, pembahasan mengenai nasionalisme tak bisa lepas dari nation itu sendiri. Ernest Renan melalui tulisannya yang amat terkenal, What is a Nation?, mengatakan, nation adalah jiwa dan prinsip spiritual yang menjadi sebuah ikatan bersama, baik dalam hal kebersamaan maupun dalam hal pengorbanan.

Pemikiran Ernest Renan ini amat memengaruhi alur berpikir dari pemikir-pemikir sesudahnya, salah satunya Benedict Anderson. Benedict Anderson memaknai imagined community sebagai cikal bakal munculnya konsep nasionalisme.

Suatu bangsa pada dasarnya ialah suatu komunitas sosial politik dan dibayangkan sebagai sesuatu yang bersifat terbatas sekaligus berkedaulatan. Pada komunitas itu masing-masing anggotanya belum tentu saling mengenal satu sama lain, tetapi di benak tiap anggotanya, hidup bayangan tentang kebersamaan dan persaudaraan.

Melalui konsep imagined community dapat diidentifikasi beberapa unsur terbentuknya nasionalisme, yaitu adanya kesamaan perasaan senasib, kedekatan fisik/nonfisik, terancam dari musuh yang sama, dan tujuan bersama. Berbekal semangat itulah nasionalisme Indonesia lahir sebagai sebuah ikatan bersama. Dalam konteks ini, nasionalisme menjadi amunisi dalam menentang hegemoni kolonialisme.

Akan tetapi, nasionalisme bangsa kini terasa kian meredup sinarnya. Sebab utamanya adalah kian maraknya praktik-praktik negatif kekuasaan. Mulai dari buruknya kinerja serta rusaknya etika birokrat, elite politik, para penegak hukum, aneka tindakan represif negara sampai pada ketidakadilan pembagian "kue pembangunan" telah mengakibatkan makin menguatnya gejala ketidakpatuhan sosial dalam masyarakat.

Hal itu kemudian mengakibatkan hilangnya kepercayaan (distrust) masyarakat terhadap negara. Masyarakat tidak memiliki panutan dalam bertindak. Akibat lebih lanjut dari hal ini adalah makin memudarnya kohesi sosial bangsa Indonesia.

"Ethno-nationalism"

Padahal—seperti dikatakan Francis Fukuyama—kepercayaan merupakan social capital terpenting di masyarakat. Masyarakat yang distrust amat kontraproduktif dengan bangunan masyarakat sipil yang kuat, yang notabene merupakan conditio sine qua non bagi terciptanya negara demokrasi modern.

Realitas itu diperparah dengan lemahnya civic nationalism bangsa sehingga mengakibatkan suburnya semangat ethno-nationalism di masyarakat. Ethno-nationalism ialah bentuk nasionalisme yang berbasis identitas-identitas primordial, seperti etnis, suku, dan ras.

Akan tetapi, dalam pengertian lebih luas, ethno-nationalism didefinisikan sebagai doktrin yang melekat pada suatu kelompok masyarakat yang merasa memiliki perbedaan budaya, sejarah, maupun prinsip-prinsip hidup tersendiri sehingga mereka merasa perlu memiliki sebuah pemerintahan sendiri.

Ethno-nationalism dapat pula dibaca sebagai bentuk hilangnya loyalitas dari suatu kelompok masyarakat tertentu terhadap sebuah ikatan yang lebih besar, yakni bangsa dan negara Indonesia.

Jika fenomena ethno-nationalism berlangsung dalam jangka waktu lama, bukan mustahil bila riwayat NKRI akan berujung pada disintegrasi sebagaimana pernah dialami Uni Soviet.

Dalam menyikapi fenomena itu, pemerintah sedapat mungkin menghindari cara-cara represif. Cara-cara persuasiflah yang seharusnya dikedepankan, misalnya dalam menghadapi gerakan ethno-nationalism yang bertujuan untuk memisahkan diri, maka yang harus dilakukan adalah negosiasi ulang pembagian sumber daya ekonomi daerah.

Pendekatan dialogis harus selalu diutamakan dan diusahakan semaksimal mungkin. Selain itu, penting pula adanya pengakuan resmi secara konstitusional terhadap berbagai bentuk identitas primordial yang ada bahwa keberadaannya akan memperkaya khazanah identitas nasional bangsa keseluruhan.

Pengakuan itu diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran dalam diri masing-masing kelompok masyarakat—terlebih yang memiliki potensi ethno-nationalism dan separatisme—bahwa tindakan untuk memisahkan diri dari NKRI dan menjadi negara tersendiri merupakan hal yang tidak lebih menguntungkan.

BAWONO KUMORO Peneliti dan Analis Laboratorium Politik Islam Universitas Islam Negeri Jakarta

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home