| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Tuesday, August 01, 2006,11:21 AM

AS dan Israel Tolak Gencatan

Kejar Mengejar Antara Kesabaran dan Kompleksitas Persoalan di Timur Tengah

Jerusalem, Senin - Pemerintah Israel kembali menyatakan kesedihan atas korban sipil pada serangan di kota Qana. Dunia pun mengutuk serangan itu, hingga memunculkan seruan gencatan senjata segera. Namun demikian AS dan Israel tetap saja belum berubah sikap, dan tidak mau menerima gencatan senjata.

Jubir Pemerintah Israel Miri Eisen, Senin (31/7), kepada CNN menyatakan di dalam Israel muncul rasa kesedihan mendalam. Eisen mengatakan, serangan Qana bukan menyerang sipil, tetapi Hezbollah yang menjadikan warga sipil sebagai tameng.

Ia mengatakan tidak jauh dari gedung itu, Hezbollah meluncurkan roket. "Jika kami tahu ada penduduk sipil, Israel selalu menghentikan serangan sebagaimana di mana lalu," kata Eisen. Ia mengatakan tragedi Qana adalah sebuah kesalahan yang sedang dalam penyelidikan.

Sementara itu pemimpin Hezbollah Hassan Nasrallah mengatakan pasti akan melakukan serangan balik.

Tragedi Qana menorehkan sejarah baru di dalam serangan Israel di Lebanon. Perdana Menteri Israel, Ehud Olmert dicap sebagai lanjutan pemimpin Israel yang kejam, termasuk pada sipil. Olmert, di media Mesir Al-Ahram, dituduh sebagai pengikut para mantan PM seperti Menachem Begin (1977-1983), Itzhak Shamir (1983-1984, 1986-1992), dan Ariel Sharon. Dari deretan nama itu, Sharon adalah yang paling terkenal dengan membiarkan serangan pada warga sipil yang berlindung di Sabra dan Shatila pada 1982.

48 Jam

Tragedi Qana mendorong Menlu AS Condoleezza Rice mengusulkan gencatan senjata satu sisi di pihak Israel selama 48 jam, mulai jam 2 dini hari Senin waktu Lebanon. Menurut Perdana Menteri Israel, Ehud Ormert, gencatan senjata bertujuan memberi kesempatan pada warga sipil meninggalkan lokasi.

Namun Olmert mengatakan, setelah itu serangan masih diperlukan selama 10-14 hari mendatang.

Meski menyetujui penghentian serangan selama 48 jam, kemarin serangan Israel terjadi di kota pelabuhan Tirus, yang menewaskan tentara Lebanon yang sedang mengendarai. Israel mengatakan, kemungkinan tentara Lebanon itu membawa pejabat Hebollah. Serangan itu terjadi setelah Hezbollah menyerang tank Israel yang parkir di selatan lebanon.

Jubir Program Pangan Dunia (WFP) Christiane Berthiaume mengatakan pekerja sosial terpaksa membatalkan operasi bantuan kemanusiaan. Militer Israel tidak memberi izin untuk perjalanan ke selatan Lebanon.

Tak ada tanda mereda

Tragedi Qana dan memunculkan amarah dunia. Namun tak ada tanda-tanda menuju gencatan senjata. PBB yang mengadakan pertemuan darurat pada hari Minggu (31/7), gagal bersepakat soal gencatan senjata.

Dubes AS untuk PBB John Bolton menirukan ucapan tuannya Presiden AS George W Bush, bahwa Israel berhak membela diri. PBB hanya mengatakan terkejut dan sangat sedih.

Sekjen PBB Kofi Annan mengatakan, tidak dibantah bahwa Israel punya hak untuk membela diri. "Namun yang penting adalah perilaku yang harus tetap terukur," kata Annan.

Dubes Israel untuk PBB Dan Gillerman malah menjadikan pertemuan itu sebagai kesempatan naik panggung. Tragedi Qana, katanya, adalah hal menyedihkan. Namun ia mengatakan juga Qana adalah pusat Hezbollah. "Inilah yang diinginkan Hezbollah, mengorbankan sipil dianggap sebagai kemenangan sementara bagi Israel adalah sebuah tragedi," katanya membalikkan keadaan.

Memantau lewat telepon

Kemarin, Bush tetap menyuarakan sebuah gencatan dengan solusi total di Timur Tengah. Bush mengikuti perkembangan di Timur Tengah lewat telepon seluarnya. Ia kembali menyuarakan agar Iran dan Suriah berhenti membantu Hezbollah. Juga meminta Hezbollah, yang oleh AS selalu disebut sebagai teroris, agar berhenti menyerang Israel.

Dalam upaya pencapaian gencatan senjata, hanya AS dan Israel, terkadang Perdana Menteri Inggris Tony Blair, yang berada di satu jalur. Namun akhir-akhir ini, Blair seperti berbeda dengan AS, dan mulai menyerukan gencatan senjata.

Soal pencapaian gencatan senjata, Blair di Eropa sebenarnya agak berbeda dari rekannya Perancis Jaques Chirac, Jerman dan juga PM Italia Romano Prodi. Kecuali Inggris, tiga negara ini mendengar seruan Vatikan agar Eropa membuka mata lebar-lebar soal koridor kemanusiaan di Timur Tengah dan turut membantu gencatan senjata.

Pekan lalu hingga kemarin, Perancis, masih sibuk beruang sendiri mengupayakan gencatan senjata segera. Perancis sudah berhasil membujuk PM Lebanon Fuad Siniora, agar mendekati Hezbollah soal kemungkinan pencapaian gencatan senjata. Siniora berhasil mendapatkan komitmen itu, dari politisi Hezbollah yang berada di pemerintahan.

Ada perbedaan pandang dengan AS dan Israel soal usulan gencatan senjata. Kubu ini ingin Hezbollah tergusur dari Lebanon, dan ingin memberikan pelajaran pada Hezbollah dan "tuannya", "Suriah dan Iran untuk tidak "main-main" dengan Israel.

Menlu Vatikan Angelo Sodano mengkritik sikap AS. Ia mengingatkan, persoalan Timur Tengah begitu kompleks. Hampir mustahil mencapai gencatan senjata yang menyeluruh sifatnya, dalam perundingan yang cepat dan segera.

Karena itu, Sodano menyerukan, tahapan demi tahapan pembicaraan diperlukan mengingat kompleksitas persoalan. Keinginan AS tak bisa diwujudkan sekaligus dan secepatnya.

Karena itu, tahap pertama, yang penting adalah gencatan senjata segera, sehingga lumuran darah sipil terhenti sekarang.

Menlu Perancis Philippe Douste-Blazy juga menyebutkan Iran sebagai pemain penting di Timur Tengah yang harus diperhitungkan untuk mencapai kestabilan di Timur Tengah. AS tetap menepis itu dengan menuduh Iran sebagai pengacau.

Terjadi kejar mengejar antara kesabaran dan kompleksitas persoalan. Terjadi adu kekuatan, antara kubu Israel-AS dengan kubu Uni Eropa-Arab (minus Inggris), soal pencapaian gencatan senjata segera.

Soal kerunyaman itu, Roula Talj, mantan penasihat media untuk Pemerintahan Lebanon mengatakan, bagi Pemerintah lebanon sekarang, nampaknya sudah tidak berguna berhubungan dengan AS.

"Sejak serangan 11 September 2001, kita sudah melihat sikap Bush yang memang ingin berperang dan melakukan serangan di Timur Tengah," kara Talj. Karena itu, bagi pemerintah Lebanon, lebih solusi soal Lebanon dicapai dengan diskusi lewat pihak lain, bukan AS. (REUTERS/AFP/AP/MON)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home