| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Wednesday, July 26, 2006,1:06 PM

Konflik Lebanon-Israel

AGRESI militer Israel ke Lebanon kian tak terbendung. Beberapa wilayah strategis yang menjadi basis Hizbullah mulai jatuh meski terjadi perlawanan sangat keras dan tentara Israel sempat dipukul mundur. Kedatangan Menteri Luar Negeri AS Condolleeza Rice belum mampu meredakan ketegangan di Timur Tengah itu. Sebaliknya, tentara negeri Yahudi tersebut malah semakin beringas menghancurkan kota-kota yang diduga sebagai basis Hizbullah.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam agresi militer tersebut. Lembaga multilateral itu akan menambah jumlah pasukan perdamaian di Lebanon. Negara-negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam) juga mengecam serangan tersebut. Beberapa negara Uni Eropa juga mendesak agar segera dicari penyelesaian atas krisis yang dipicu oleh serangan Israel ke Beirut dengan dalih membebaskan dua tentaranya yang diculik kelompok Hizbullah itu.

Begitu pula Indonesia, baik sebagai anggota OKI maupun ASEAN, mengecam aksi Israel. Indonesia sebagai negara yang tidak mengakui kedaulatan negeri zionis itu meminta PBB berperan lebih proaktif dalam penyelesaian krisis Israel-Lebanon. Bahkan, dalam pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi dinyatakan, dua negara (Indonesia dan Malaysia) siap mengirim tentaranya sebagai bagian pasukan perdamaian PBB ke Lebanon.

Tanpa bermaksud mengucilkan peran Indonesia, Malaysia, ASEAN, maupun negara-negara OKI, keprihatinan mereka masih jauh dari harapan untuk mengakhiri krisis tersebut. Negara-negara Islam seakan tak berdaya menghadapi aksi militer Israel, bukan hanya di Lebanon, tetapi juga di Palestina. Kecaman negara-negara Islam terhadap Israel juga tidak digubris dan dianggap angin lalu. Israel, negara yang eksistensinya di Timur Tengah tidak diakui itu, seperti menjadi duri dalam daging Timur Tengah.

Israel tentu tidak akan seberani itu jika tidak ada dukungan dari negara sekutu yang kuat, yaitu Amerika Serikat. Dan sikap AS dalam konflik Israel-Lebanon tersebut jelas; prihatin atas banyaknya warga sipil yang tewas di Beirut dan kota-kota lain, tetapi tidak sedikit pun mengecam agresi itu.

Kedatangan Rice ke Lebanon memang untuk menawarkan gencatan senjata, namun tetap dengan opsi agar persenjataan Hizbullah dilucuti dan diserahkan kepada militer Lebanon. Sebuah pilihan yang bagi rakyat Lebanon -terutama kelompok Hizbullah- sangat tidak realistis.

Konflik antara negara-negara Islam di Timur Tengah dan Israel tidak akan pernah berakhir selama AS -dan pasti akan tetap seperti itu- berada di belakang Israel. Upaya PBB menekan Isreal melalui resolusi, misalnya, juga akan selalu kandas. Sebab, AS akan menggunakan hak vetonya untuk menolak usul yang dapat merugikan kepentingan negeri Yahudi itu. (*)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home