| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Thursday, July 13, 2006,11:21 AM

Mengangkat Potensi Bahari Sumbar

Yurnaldi

Di depan Menteri Besar Selangor Dato’ Seri Dr HM Khir bin Toyo, Gubernur Sumatera Barat Gamawan Fauzi mengungkapkan, daerahnya memiliki potensi besar di bidang kelautan dan perikanan, tetapi baru sebagian kecil yang tergarap. Terbuka peluang bagi investor Malaysia untuk bekerja sama guna menggarap potensi besar itu.

Potensi perikanan Sumatera Barat (Sumbar) itu tercermin dari data yang dipaparkan Gawaman Fauzi di depan tamunya, Dato’ Seri Dr HM Khir bin Toyo, 7 Januari 2006 silam.

Perairan laut Sumbar amat kaya oleh potensi ikan berkualitas ekspor. Tahun 2004, dari 340.930 ton potensi, yang mampu diproduksi baru 99.484,90 ton dan tahun 2005 sebanyak 109.000 ton. Produksi ikan tuna, cakalang, tongkol, kerapu, dan udang itu diekspor ke Jepang, Hongkong, dan Amerika Serikat.

Paparan Gamawan soal potensi bahari Sumbar ini tak sia-sia. Dari 100 pengusaha yang dibawa Menteri Besar Selangor, ada sejumlah pengusaha yang berminat dan langsung menandatangani kontrak kerja sama.

Gamawan dalam beberapa kali kesempatan selalu bicara soal potensi perikanan dan kelautan Sumbar. Ia menyadari bahwa sektor kelautan dan perikanan dalam perekonomian provinsi berpenduduk 4.375.080 jiwa (2002) ini punya peranan besar sebagai sumber lapangan kerja, juga dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta sebagai sumber devisa.

”Jika sekarang pendapatan per kapita penduduk Sumbar hanya 900 dollar AS, melalui pemberdayaan potensi kelautan diyakini bisa meningkat menjadi 1.000 sampai 1.500 dollar AS,” paparnya.

Hidupkan semangat bahari

Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi dalam kesempatan ketika berkunjung ke Sumbar, Agustus 2005 lalu, menegaskan perlunya kembali menghidupkan semangat jiwa bahari.

”Bangsa bahari adalah bangsa yang sadar bahwa hidup dan masa depannya bergantung pada lautan serta memanfaatkan sumber daya laut dengan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan bangsa,” ujar Freddy Numberi.

Ia mengemukakan, bangsa kita saat ini menghadapi permasalahan dalam hal pelestarian dan semangat jiwa bahari. Jiwa dan semangat bangsa Indonesia tidak lagi menggambarkan karakter bangsa bahari seperti yang ditunjukkan pada masa kejayaan Sriwijaya dan Majapahit.

”Tuhan telah memberikan karunia dengan luas lautan 5,8 juta kilometer persegi, dan lebih dari dua per tiga bagian luas negara kita ini adalah lautan, serta garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Sangatlah ironis bila kita melihat masih banyak masyarakat pesisir dan nelayan yang hidupnya jauh di bawah garis kemiskinan. Tingkat konsumsi ikan masyarakat kita hanya 23 kg per kapita per tahun, jauh di bawah negara-negara Asia lainnya,” paparnya.

Strategi pembangunan

Sejalan dengan harapan Menteri Kelautan dan Perikanan itu, Gubernur Gamawan Fauzi telah menyusun berbagai kebijakan dan strategi pembangunan bidang kelautan dan perikanan, yang semuanya bermuara kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, nelayan, dan pembudidayaan ikan.

Berada di pesisir barat Pulau Sumatera, Provinsi Sumbar memiliki panjang pantai 375 km, mulai dari Kabupaten Pasaman Barat di utara sampai Kabupaten Pesisir Selatan di selatan, serta 2.420 km jika termasuk pantai di Kepulauan Mentawai. Hal ini sebuah potensi besar untuk pengembangan usaha budidaya laut di sekitar pantai.

”Dengan jumlah pulau sebanyak 391 buah dan luas perairan teritorial berikut perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) 186.500 km persegi, serta potensi ikan laut sebesar 340.930 ton, Sumbar potensial untuk pengembangan penangkapan ikan di laut,” ungkap Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar H Surya Dharma Sabirin.

Menurut dia, potensi sumber daya kelautan yang dimiliki Sumbar tidak hanya sebatas ikan, hutan bakau, terumbu karang, dan padang lamun, tetapi juga mineral dan bahan-bahan tambang yang sampai saat ini belum termanfaatkan secara optimal karena berbagai keterbatasan, baik untuk eksplorasi maupun eksploitasi.

Di samping itu, jasa lingkungan kelautan dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk pariwisata, industri bahari, industri jasa angkutan, dan sebagainya. Harta karun yang tersimpan di bawah perairan Sumbar selama ini juga merupakan potensi yang perlu digarap, karena selain punya nilai ekonomi juga punya nilai sejarah yang tinggi.

Khusus potensi ikan, dari potensi sumber daya ikan sebanyak 340.930 ton, produksi ikan yang tergarap baru sekitar 30 persen dari potensi. Artinya, masih mungkin untuk pengembangan, terutama di perairan lepas pantai sampai ke Kepulauan Mentawai maupun di ZEE.

”Jika ikan-ikan yang hidup di perairan pantai atau lepas pantai, seperti kerapu, kakap, lobster, tenggiri, dan ikan-ikan karang lainnya sudah diekploitasi sampai mendekati daya dukung sumber daya, tidak demikian halnya ikan-ikan yang berada di perairan ZEE 200 mil yang relatif masih rendah tingkat pemanfaatannya,” tutur Surya Dharma Sabirin.

Menurut dia, di samping perikanan tangkap, pada perairan di sepanjang pesisir, baik pada sisi barat Pulau Sumatera maupun bagian timur Kepulauan Mentawai yang terlindung ombak, potensial untuk usaha budidaya laut. Misalnya, pemeliharaan kerapu dan kakap di jaring apung atau rumput laut pada rakit-rakit atau tali.

Surya Dharma menambahkan, untuk mengoptimalkan produksi kelautan Sumbar, dibutuhkan minimal 100 unit alat tangkap jenis purse seine. Peralatan tangkap yang dimiliki 31.647 nelayan Sumbar selama ini lebih banyak menggunakan kapal tunda. Kapal tunda ini harus dimodifikasi dengan menggunakan peralatan tangkap long line sehingga hasil tangkapan bisa optimal.

Peluang bagi pengusaha yang ingin berinvestasi untuk menggarap sektor perikanan laut sangat terbuka sebab nelayan tradisional tak mungkin mampu membeli satu pukat cincin yang harganya berkisar Rp 2 miliar.

”Adanya investor baru, maka akan banyak tenaga kerja yang bakal diserap. Dengan demikian, masalah pengangguran dan kemiskinan bisa sebagian tertanggulangi. Saat ini tenaga kerja yang terlibat langsung dalam produksi tercatat sebanyak 125.657 orang, atau 2,8 persen dari total penduduk Sumbar. Itu belum termasuk tenaga yang bekerja di sektor hulu maupun hilir, seperti galangan kapal atau perahu, pembenih ikan maupun pedagang,” ujar Surya Dharma.

Berkah

Bagi Sumatera Barat, pascakenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), awal Oktober 2005, mereka justru seperti mendapat berkah. Terbukti, sejumlah pengusaha bidang perikanan laut kini melirik potensi yang ada di Sumbar. Tidak saja potensi ikan berkualitas ekspor, tetapi juga kemudahan fasilitas lain yang memungkinkan pengusaha bisa beroperasi secara lebih efisien.

”Daerah operasi penangkapan dengan tempat pendaratan ikan relatif dekat. Begitu juga dengan Bandara Internasional Minangkabau untuk fasilitas tujuan ekspor. Berusaha di perairan Sumatera Barat sekitar wilayah Padang tidak hanya hemat BBM, tetapi juga hemat biaya lainnya,” ucap seorang pengusaha asal Jakarta yang selama ini beroperasi di Muara Baru, Jakarta.

Gamawan Fauzi menyebutkan, sebanyak 40 perusahaan penangkapan ikan kualitas ekspor dengan 86 unit kapal yang selama ini beroperasi di Benoa, Bali, dan Muara Baru, Jakarta, sejak beberapa bulan terakhir pascakenaikan harga BBM mengalihkan wilayah operasionalnya ke Kota Padang, Sumbar.

Selain perairan pantai barat Sumbar kaya potensi ikan, pendaratan kapal juga relatif dekat, yakni di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus. Ikan hasil tangkapan mereka setelah dikemas langsung bisa diterbangkan dari Bandara BIM yang berjarak sekitar 35 km dari Bungus. Dengan mengalihkan operasional ke Padang, mereka bisa menghemat banyak.

Tingkatkan fasilitas

Untuk memberikan pelayanan optimal kepada 40 perusahaan penangkapan ikan itu, tahun ini Pemerintah Provinsi Sumbar sudah menganggarkan dana untuk memperluas dan memperpanjang dermaga di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus, sepanjang 600 meter lagi, sehingga nanti menjadi 886 meter dengan kedalaman kolam mencapai enam meter.

Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus memiliki fasilitas seperti tangki bahan bakar minyak berkapasitas 75 ton, air minum berkapasitas 350 ton, cold storage, pabrik es berkapasitas 50 ton, area docking seluas 2.860 meter persegi, area untuk lokasi industri dan pengolahan seluas satu hektar, yang dapat melayani kapal-kapal ikan bertonase sampai 1.000 ton

Tidak hanya pengusaha penangkapan ikan yang diberi kemudahan dan fasilitas. Nelayan tradisional juga diberdayakan. Dalam ekspedisi Lintas Timur-Barat Kompas 2005 di Kota Padang dan Kabupaten Pasaman Barat, kalangan nelayan mengeluhkan tentang hasil tangkapan mereka yang sedikit karena mereka tak punya alat tangkap yang memadai. Begitu pula modal mereka yang hanya pancing atau perahu tanpa mesin. (aik/yns)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home