| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Thursday, July 13, 2006,11:03 AM

Ada Kelompok yang Mau Mengganti Pancasila

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi mensinyalir ada kelompok yang mau mengganti dasar negara Pancasila dengan ideologi yang lain. Kelompok ini potensial memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun kelompok itu masih anonim, tetapi bibit- bibitnya sudah ada.

"Di DPR saja sudah ada yang bilang meragukan Pancasila apakah dia efektif untuk negara atau tidak. Tapi kalau ditanya ini kelompok siapa, ini belum bernama. Tapi bahwa semangat itu ada, ini adalah bibit perpecahan," kata Hasyim di kantor Wakil Presiden (Wapres), Jakarta, Selasa (11/7) seusai bertemu dengan Wapres Muhammad Jusuf Kalla.

Ketika ditanya apakah munculnya kelompok seperti itu terkait dengan adanya upaya kelompok lain yang hendak kembali ke UUD 1945 yang asli, Hasyim tidak tegas menjawabnya. Dia hanya menjelaskan, UUD 1945 bukan biang kesalahan bila selama ini terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki negara ini.

Operasionalisasi dari UUD 1945 itu adalah UU. Bahkan, kekuasaan presiden bisa dibatasi dengan UU.

"Kalau misalnya ini otoriter tergantung aturan perundang- undangan yang merupakan tata laksana UUD. Perhatikan baik- baik. UUD 1945 dipakai Bung Karno dan Pak Harto, tetapi dia menghasilkan sesuatu yang beda. Yang satu menghasilkan revolusi, yang satu lagi menghasilkan sentralisme. Yang berbeda adalah faktor leadership dan peraturan perundang-undangan. Sekarang yang ditakuti UUD 1945 itu jadi sentralistik dan otoriter, tergantung UU yang mengaturnya," ujarnya.

Terkait dengan amendemen UUD 1945, Hasyim menegaskan, supaya amendemen tidak kebablasan, tetapi juga jangan terlalu sumpek. Apalagi kembali ke UUD 1945.

Sehubungan dengan itu, dalam masa seperti ini, kaum reformis harus menyadari bahwa ada masalah yang lebih dari sekedar reformasi itu sendiri. Sehingga reformasi itu perlu dilihat kembali.

Hal senada disampaikan Ketua PBNU, KH Said Aqid Siraj. Menurutnya, saat ini ada pihak yang ingin mengubah dasar negara Indonesia. Berhadapan dengan gejala seperti ini, NU mau mempertegas kembali sikapnya dan dukunganya kepada NKRI, Pancasila dan UUD 1945 yang sudah final dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.


Merugikan

Sementara itu, mantan Ketua MPR, Amien Rais mengatakan, makin kuatnya wacana gerakan kembali pada UUD 1945 sebelum diamendemen akan sangat merugikan bangsa Indonesia. Dengan kembali kepada UUD 1945 sebelum diamendemen berarti MPR model lama harus dikembalikan.

Tidak akan ada pemilihan presiden secara langsung, karena presiden harus dipilih MPR. Dewan Pertimbangan Agung dan Dwifungsi ABRI harus dikembalikan. Itu mustahil diterapkan di era sekarang.

Amien menduga, gerakan tersebut sangat politis dan dilandasi maksud terselubung yang justru akan kontraproduktif terhadap pembangunan. Sistem pemerintahan akan kembali ke model sentralistik. Pemilihan kepala daerah, baik gubernur, bupati dan walikota secara langsung tidak akan ada lagi.

Kalau sampai itu terjadi, para gubernur, bupati pasti akan melakukan demo besar-besaran karena model pemerintahan akan kem- bali sentralistik.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie menyatakan, salah satu keberhasilan yang dicapai bangsa Indonesia pada masa reformasi adalah penyempurnaan UUD 1945 yang telah dilakukan dalam empat tahap perubahan. Perubahan-perubahan yang dilakukan itu cukup luas dan mendasar, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.

Penyempurnaan itu mencakup penambahan dari 71 butir ketentuan asli menjadi 199 butir ketentuan baru. Dari segi perubahan kuantitatif itu saja sudah dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya UUD 1945 telah mengalami perubahan mendasar meskipun tetap mempertahankan nama aslinya.

Terkait dengan Pancasila, Jimly mengatakan, setelah perubahan keempat dari UUD 1945, kedudukan konstitusional Pancasila sebagai dasar negara menjadi semakin jelas dan kokoh. Karena itulah diharapkan dengan berjalannya fungsi-fungsi konstitusional lembaga MK, segala ketentuan UUD 1945 dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam praktik penyelenggaraan negara sehari-hari.

Untuk itu sebagai agenda lanjutan setelah perubahan UUD 1945, hukum dan sistem norma hukum di Indonesia dapat benar- benar ditata kembali sesuai dengan ketentuan konstitusional baru dalam UUD 1945 pascaperubahan keempat.

Sementara itu, ahli hukum Todung Mulya Lubis berpendapat, UUD 1945 setelah amendemen tentu bukan hasil yang memuaskan karena banyak yang perlu disempurnakan. Konstitusi hasil amendemen adalah kompromi politik yang menciptakan basis lebih kuat bagi demokrasi, hak asasi manusia, kekuasaan peradilan yang bebas dan merdeka, kebebasan pers, akuntabilitas, check and balance serta bikameralisme.

"Kita perlu memikirkan upaya bersama untuk melawan upaya kembali ke UUD 1945 ala Dekrit 5 Juli karena itu adalah constitutional setback," ucap Mulya.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home