| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Saturday, July 08, 2006,12:14 PM

Dekrit Rusak Kedaulatan Rakyat

JAKARTA - DPP Partai Golkar menentang usul tokoh-tokoh nasionalis yang meminta agar presiden mengeluarkan dekrit untuk kembali ke naskah asli UUD 1945.

Ketua umum DPP Partai Golkar yang juga Wapres M. Jusuf Kalla menyatakan, hingga kini pihaknya tidak akan menyetujui semua hal yang tidak berdasar konstitusi. "Golkar itu taat pada konstitusi. Lagi pula, UUD 1945 hasil amandemen saat ini sudah disepakati anggota MPR RI," tegasnya.

Namun, kata dia, pihaknya memahami jika sejumlah elemen masyarakat menghendaki wacana tersebut. "Ya silakan saja. Itu kan memang bentuk demokrasi. Setiap orang berhak mengemukakan pendapat," ujar politikus yang dikenal sebagai pengusaha sukses dari Sulawesi Selatan tersebut.

Ajakan kembali ke naskah asli UUD 1945 itu mengemuka ketika sejumlah tokoh seperti mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno, dan Jenderal (pur) Tyasno Sudarto menggelar peringatan Dekrit Presiden 5 Juli lalu. Para tokoh tersebut menilai, amandemen UUD 1945 pada 2002 telah menimbulkan banyak permasalahan kebangsaan saat ini.

Sementara itu, terkait dengan kemungkinan amandemen UUD 1945 lagi, Golkar malah tidak menutup diri. Karena itu, usul Dewan Perwakilan Daerah (DPD) agar UUD 1945 kembali diamandemen beberapa waktu lalu bukanlah hal yang tabu bagi Golkar.

Menurut Kalla, UUD 1945 bukanlah sesuatu yang sakral, sehingga seolah-olah tidak boleh diutak-atik lagi. "Apalagi, sudah ditegaskan bahwa perubahan atas UUD 1945 selama ini memang bersifat sementara," ujarnya. Tujuannya, perubahan itu selalu sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman.

Sebagai fraksi dengan perolehan kursi terbesar di parlemen, Golkar memang berpotensi kuat mendorong usul amandemen UUD 1945. Namun, Kalla memilih berkilah saat didesak apakah pihaknya akan mendorong upaya amandemen UUD 1945 untuk saat ini atau tidak. "Jumlah Golkar itu berapa sih? Hanya 129 ditambah DPD 128, belum mayoritas lah (di antara 678 anggota MPR RI, Red)," katanya.

Desakan tokoh-tokoh nasionalis yang meminta agar presiden mengeluarkan dekrit untuk kembali ke naskah asli UUD 1945 juga ditentang Ketua MPR Hidayat Nurwahid. Dia tak sepakat terhadap desakan mantan Presiden Abdurrahman Wahid cs tersebut. Menurut dia, kembali ke naskah asli UUD 1945 bisa merusak kedaulatan rakyat.

"Kalau dilakukan dekrit, akan menimbulkan masalah konstitusi. Sebab, landasan hukumnya akan dipertanyakan," ujar ketua lembaga tinggi negara yang memiliki wewenang mengubah UUD 1945 tersebut.

Hidayat khawatir, jika presiden didesak untuk mengeluarkan dekrit, hal tersebut akan menjadi preseden bagi kemunduran demokrasi di Indonesia. Selain itu, tidak menutup kemungkinan akan mengulang kediktatoran seorang pemimpin bangsa.

Dia menilai, tidak menutup kemungkinan isu dekrit presiden untuk kembali ke naskah asli UUD 1945 dijadikan trik politik untuk menyuksesi kepemimpinan SBY-Kalla di tengah jalan. "Orang bisa menafsirkan seperti itu. Sebab, presiden saat ini dilantik dan dipilih sesuai UUD 1945 dari hasil amandemen," ungkapnya saat ditanya soal kemungkinan politisasi isu dekrit.

Sebagai lembaga yang berwenang mengubah dan menetapkan UUD 1945, kata Hidayat, MPR pun memiliki mekanisme tertentu. Sehingga, upaya mengubah sebuah UUD tidak bisa hanya diusulkan oleh sekelompok elemen masyarakat tertentu.

Sesuai pasal 37 UUD 1945, mengubah undang-undang dasar sekurang-kurangnya diusulkan oleh 1/3 anggota MPR RI. Selain itu, sidang untuk memutuskan perubahan UUD harus dihadiri minimal 2/3 anggota MPR. Selanjutnya, harus disetujui sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota MPR yang hadir dalam sidang itu. (abi)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home