| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Friday, July 07, 2006,9:55 PM

Kedaulatan Ekonomi dan Utang LN

Siswono Yudo Husodo

Keputusan pemerintah untuk tidak menambah utang luar negeri melalui CGI dan melalui institusi negara BI perlu disambut gembira. Keputusan itu akan mempercepat pelunasan utang kepada IMF sebesar 7,51 miliar dollar AS dalam dua tahap.

Namun, melalui institusi negara yang lain, pemerintah giat menerbitkan instrumen utang baru berupa Surat Utang Negara (SUN) dalam rupiah dan dollar AS, dijual seperti obligasi.

Utang luar negeri yang menumpuk membuat kita nyaris kehilangan kedaulatan politik dan ekonomi. Berbagai program pembangunan ekonomi melalui Letter of Intent (LOI) harus disinkronkan dengan syarat IMF yang cenderung menyerahkan semuanya ke mekanisme pasar bebas. Kita tidak dibolehkan menyediakan skim-skim kredit berbunga murah yang meningkatkan usaha ekonomi rakyat kecil, yang meningkatkan kemampuan kita membiayai pembangunan melalui pajak dalam jangka panjang.

Idealnya, pajak dari rakyat menjadi sumber utama pembiayaan pembangunan, paling tidak 30 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Kini baru mencapai 14 persen dari total PDB yang Rp 3.100 triliun. Semua negara yang maju dan sejahtera membiayai pembangunannya dengan pajak yang tertib, proporsional, dan progresif; Yang lebih kaya membayar lebih banyak.

Rakyat yang mayoritas berpendidikan rendah dan miskin tidak mungkin diharapkan mampu beradaptasi dengan iklim kompetisi pasar bebas.

Dengan kenyataan itu, sebaiknya kita segera mengambil langkah untuk mengurangi keter- gantungan pada lembaga-lembaga donor yang selalu menunjukkan keinginannya mendikte.

Bukti-bukti empirik di banyak negara berkembang yang sukses menjadi negara maju dan sejahtera menunjukkan peran negara amat vital dalam membawa kemajuan masyarakat. Peran negara dalam membentuk kesejahteraan warganya dicapai melalui besaran dan efektivitas anggaran negara serta berbagai kebijakan yang meningkatkan produktivitas masyarakat.

APBN adalah instrumen yang tidak hanya berfungsi sebagai stimulus kegiatan ekonomi, tetapi juga efektif digunakan untuk menciptakan aneka program yang menguatkan, mengembangkan usaha ekonomi rakyat, dan membuka lapangan kerja. Tujuannya untuk membangun sistem ekonomi yang sehat dan stabil dalam jangka panjang, memperkuat daya beli masyarakat yang akan meningkatkan kemampuannya membiayai sendiri pembangunan negaranya melalui pajak.

Pemerintah Malaysia sukses memperkuat basis ekonomi rakyat pedesaan dengan program Federal Land Development Agency (FELDA). Program ini memfasilitasi petani untuk memiliki kebun sawit, luasnya memenuhi skala ekonomi untuk menjadikannya sejahtera. Hasilnya, petani Malaysia menjadi sejahtera. Kekuatan daya belinya bertambah, dan merupakan prestasi pertumbuhan ekonomi sebesar 8-9 persen per tahun selama belasan tahun. Di masa lalu Pemerintah Indonesia juga mengupayakan langkah-langkah serupa, seperti Program PIR-Trans dan skema Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA), Kredit Candak Kulak, Kredit Usaha Tani (KUT), dan sebagainya. Namun, sejak kita mengundang IMF untuk menanggulangi krisis ekonomi, program serupa tak dapat diteruskan.

Hal baru

Guna mengurangi bahkan melepaskan ketergantungan yang membatasi ruang gerak negara dalam mengembangkan aspek sosial ekonomi warga, segenap elite politik perlu menyepakati kebijakan dasar penanganan utang luar negeri yang mencakup skenario pelunasan seluruh utang dan penghentian pembuatan utang baru di masa depan. Belakangan ini, muncul beberapa peristiwa penting dalam isu utang luar negeri negara berkembang.

Pada pertemuan negara-negara anggota Bank Dunia bulan lalu, disepakati untuk menghapuskan 37 miliar dollar AS utang negara-negara pengutang termiskin (High Indebted Poor Countries/HIPC’s) dalam waktu 40 tahun ke depan.

Setahun sebelumnya, dalam pertemuan negara-negara G-8 di London, Nigeria—negara berpenduduk 85 juta jiwa, penghasil minyak bumi—oleh empati G-8 mendapat fasilitas write off sebesar 18 miliar dollar AS. Program penghapusan utang Nigeria dipertegas dalam rangka Paris Club yang menyepakati sisa utang LN Nigeria akan dibayar dari sumber minyak. Ini adalah penghapusan utang LN terbesar dalam sejarah Paris Club. Fasilitas write off ini merupakan keringanan amat besar bagi Nigeria. Sebelumnya, untuk membayar bunga utang saja Nigeria memerlukan 1,2 miliar dollar AS/tahun. Alasan pemberian fasilitas kepada Nigeria adalah dalam rangka mengurangi angka kemiskinan dan memberikan tambahan kemampuan bagi Nigeria guna menyediakan tempat bagi 3,5 juta anak usia sekolah untuk bersekolah.

Sudah lama Nigeria dan beberapa negara Afrika mengajukan write off sebagai solusi utang LN. Namun, usulan ditolak karena korupsi merajalela dan mismanajemen. Patut dihargai, upaya Pemerintah Nigeria selama empat tahun untuk melakukan reformasi ekonomi dan mengurangi citra sebagai negara yang korup.

Belum lama ini Argentina dilanda krisis keuangan akibat utang luar negeri yang tidak terpikul. Oleh keterdesakan, Argentina ngemplang, tak mau bayar bunga dan cicilan. Melalui cara ini, Argentina mendapat keringanan bunga dan penjadwalan baru yang disesuaikan kemampuan ekonomi Argentina.

Presiden Pakistan Musharaf dengan cerdik mengambil keuntungan dari kampanye antiterorisme AS. Dalam mendukung AS, Pakistan meminta kompensasi pengurangan utang lama dan mendapat penghapusan 30 persen dari Nett Present Value (NPV) utang.

Raksasa ekonomi dunia, Jepang, memiliki pengalaman terhormat dengan utang luar negeri. Setelah PD II, mulai 1949, Jepang terpaksa berutang untuk membiayai rehabilitasi infrastruktur ekonomi dan kota-kotanya yang hancur serta membayar pampasan perang. Jumlah utang meningkat terus hingga tahun 1960. Untuk membangun kembali kedaulatan negara dan mengangkat martabat bangsa, tahun 1955 kekuatan utama politik Jepang pasca-PD II, Partai Liberal Demokrat (LDP), menetapkan tekad untuk melunasi seluruh utang Jepang dalam waktu 30 tahun.

Yang menonjol, bangsa Jepang menganggap utang luar negeri sebagai utang pribadi tiap warga sehingga tiap individu terdorong bekerja keras menghasilkan surplus ekonomi negara untuk membayar utang dengan meningkatkan ekspor. Pengeluaran pemerintah ditekan dengan penghematan. Ruang kantor pejabat pemerintah berukuran kecil, para menteri menggunakan mobil bekas pejabat sebelumnya, dan penghematan lain.

Jepang mulai mengangsur utang luar negerinya sejak 1961 dan seluruh utang lunas tahun 1975. Lalu, Jepang mulai menjadi negara donor sejak 1977 dan kini menjadi negara donor terbesar bagi banyak negara, termasuk bagi Indonesia.

Sesungguhnya bila kita mau, ada banyak skema yang dapat ditempuh untuk memperoleh pengurangan utang, write off hanyalah salah satunya. Dengan kondisi negara kita yang bukan termasuk HIPC’s dan secara umum lebih baik dari Nigeria, saya menganggap cukup terhormat apabila kita mengajukan usulan memperbesar program debt-swap (konversi utang) yang telah kita lakukan untuk memajukan kualitas pendidikan dan kesehatan warga negara kita; pengurangan besarnya bunga dan perpanjangan waktu pelunasan agar NPV utang berkurang, di samping memperbesar GDP agar rasio utang per GDP menurun. Kita perlu mengombinasikan jalan terhormat serupa Jepang; kemampuan membangun empati seperti Nigeria dan manuver politik yang cerdik seperti Pakistan dan tidak mengikuti pendekatan Argentina yang vulgar.

Pengurangan utang, efek positifnya banyak. Dan yang terpenting adalah kembalinya kedaulatan ekonomi sehingga negara dapat leluasa menyusun program pembangunan termasuk pemanfaatan APBN, berbagai kebijakan, dan penyediaan skema- skema kredit yang langsung menguatkan perekonomian rakyat; sekaligus membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan rakyat secara signifikan agar upaya untuk menjadi bangsa yang sejahtera dan terhormat segera terwujud.

Siswono Yudo Husodo Ketua Yayasan Pendidikan Universitas Pancasila

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home