| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Wednesday, July 05, 2006,12:06 PM

Pencurian Ikan Tetap Marak

Penangkapan Dilakukan hingga di Bawah Empat Mil

Jakarta, Kompas - Sekitar 1.500 kapal ikan asing beroperasi di Laut China Selatan dengan bobot 50 ton per kapal. Penangkapan ikan dilakukan menggunakan pukat harimau dan hasilnya langsung diangkut ke Thailand, Filipina, dan Vietnam untuk diolah. Kapal asing itu sering ditangkap, tetapi tetap saja pelaku tak pernah jera.

Demikian Asisten Bidang Ekonomi Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Herdi Usman, dalam diskusi Pengembangan Industri Perikanan di Natuna dan Laut China Selatan yang digelar Center for Information and Development Studies (Cides) Indonesia di Jakarta, Selasa (4/7).

Menurut dia, aparat TNI AL telah beberapa kali menangkap dan menahan kapal bersama semua anak buah kapal (ABK). Bahkan, kini ratusan ABK ditahan di berbagai lokasi di Natuna, tetapi pengoperasian kapal ikan asing tetap saja marak. Bahkan semakin agresif dari waktu ke waktu.

Modus yang dipakai yakni hanya satu unit kapal memiliki izin resmi yang diterbitkan instansi terkait. Dokumen itu kemudian diperbanyak hingga ratusan kali untuk dijadikan pegangan nakhoda kapal. "Saat diperiksa, nakhoda selalu klaim memiliki izin resmi. Tetapi, sesungguhnya izin yang dikantongi itu ilegal," tegas Herdi Usman.

Sesuai ketentuan, untuk jarak empat mil dari bibir pantai adalah wilayah penangkapan untuk nelayan lokal. Namun, fakta di lapangan memperlihatkan kapal asing itu selalu menangkap ikan hingga di bawah empat mil.

Akibatnya, posisi nelayan lokal makin terjepit. Volume penangkapan setiap kapal yang biasanya berkisar satu sampai dua ton per hari turun menjadi maksimal 400 kilogram per hari.

"Kami berharap segera digalakkan investasi industri perikanan di Natuna dan sekitarnya yang melibatkan investor asing. Ini salah satu langkah terbaik meminimalisasi pencurian ikan di Laut China Selatan," kata Herdi Usman, tanpa menjelaskan regulasi yang telah dihasilkan Pemerintah Kabupaten Natuna untuk menjaring dan menggalakkan investasi bidang perikanan.

Kebijakan baru

Direktur Pengembangan Usaha Penangkapan DKP Sunoto, di tempat yang sama, mengatakan, saat ini sebanyak 698 unit kapal ikan asing beroperasi secara legal di Indonesia. Kapal-kapal itu berasal dari Thailand, Filipina, dan Vietnam.

Akan tetapi, keberadaan kapal ikan asing itu mulai dikurangi. Kalau ingin tetap melakukan penangkapan ikan, maka perusahaan pemilik kapal wajib mendirikan industri pengolahan perikanan terpadu di Indonesia. Perusahaan pengelola harus berbadan hukum Indonesia.

Kebijakan itu berupa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. Pemberlakuannya mulai akhir Juli 2006, sedangkan batas akhir penyetopan pengoperasian kapal asing pada tahun 2007.

Kini, perusahaan pengolahan ikan di Indonesia sebanyak 50 unit. Namun, yang beroperasi hanya 26 unit sampai 30 unit. Itu pun volume yang diproduksi selalu di bawah kapasitas terpasang sebab terjadi krisis bahan baku. "Krisis itu dipicu oleh banyaknya perusahaan pengolahan perikanan yang tidak diperkuat armada penangkapan," ujarnya.

Sementara itu pengusaha perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, kesadaran berinvestasi itu jangan hanya diharapkan kepada pelaku usaha. Kesadaran serupa juga harus tumbuh dalam diri pembuat kebijakan, baik di pusat maupun daerah. Karena persoalan utama yang dihadapi dalam penggalangan investasi yakni minimnya penyediaan infrastruktur yang andal dan buruknya regulasi. "Kalau iklim investasi kondusif, otomatis antusiasme investor pasti tinggi," tuturnya. (JAN)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home