| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Saturday, April 29, 2006,9:02 AM

Mafia Hancurkan Peradilan

Presiden Didesak Berkonsentrasi Benahi Sistem Peradilan

Jakarta, Kompas - Pemberantasan korupsi tanpa memerangi lebih dulu mafia peradilan sama dengan omong kosong. Praktik jual beli hukum yang mencuat di semua jajaran penegak hukum telah merusak sistem peradilan. Diperlukan konsentrasi penuh dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membenahinya.

Guru besar sosiologi hukum Universitas Diponegoro, Prof Dr Satjipto Rahardjo, yang dihubungi Kompas, Jumat (28/4), merasa heran dengan terus terbongkarnya praktik jual beli hukum dan keadilan di tengah gencarnya pemberantasan korupsi yang dilakukan Presiden Yudhoyono. "Ini memprihatinkan," katanya.

Praktik jual beli hukum dan keadilan terus saja terbongkar dan melibatkan advokat, polisi, jaksa, hakim, dan panitera, termasuk penyidik yang berada dalam lingkup Komisi Pemberantasan Korupsi. Terpidana kasus korupsi Nadel Thaher kabur di tengah berjalannya proses kasasi di Mahkamah Agung. Terakhir, terpidana Achmad Djunaidi yang divonis delapan tahun menuding jaksa telah menerima Rp 600 juta.

"Semua kenyataan itu harus menyadarkan kita bahwa mafia peradilan adalah realitas. Tak perlu disangkal, tak perlu diperdebatkan definisinya, tetapi itu kenyataan yang harus diatasi Presiden Yudhoyono," kata anggota Komisi III DPR, Benny K Harman (Fraksi Partai Demokrat, Nusa Tenggara Timur II).

Dalam kasus Achmad Djunaidi, menurut Benny yang juga berlatar belakang advokat, tak mungkin ada asap kalau tak ada api. "Jadikan ini momentum membersihkan kejaksaan," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Indonesia Court Monitoring Denny Indrayana mengatakan, mafia peradilan di Indonesia harus diatasi secara revolusioner. "Hanya satu cara revolusioner yang mesti dilakukan Presiden, yaitu dengan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), khusus untuk memberantas mafia peradilan," ujarnya.

Menurut Denny, saat ini kondisi peradilan di Indonesia sudah genting akibat merebaknya mafia di semua celahnya. Dengan kondisi darurat itu, dibutuhkan gerakan radikal berupa perppu, sebagai langkah hukum untuk menegaskan kondisi negara yang darurat dalam menghadapi mafia peradilan.

Ia menjelaskan, perppu antimafia peradilan mencakup sejumlah hal. Dari segi hukum, misalnya, hukum acaranya diperketat, untuk memberikan sistem sanksi yang juga lebih ketat bagi pelaku mafia peradilan.

Dalam praktiknya dibentuk sistem peradilan satu atap di tingkat Mahkamah Agung, dalam satu departemen khusus yang berkaitan dengan korupsi. Selanjutnya, perppu menegaskan koordinasi antarlembaga eksternal, antara lain Komisi Yudisial, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Komisi Kejaksaan, untuk melakukan langkah preventif dan represif terhadap aparat penegak hukum. "Buat semacam task force antimafia peradilan di luar institusi peradilan yang ada sekarang," ucap Denny.

Selain itu, peremajaan penegak hukum harus dipercepat, baik di kalangan hakim, polisi, maupun jaksa. Percepatan peremajaan ini didahului dengan evaluasi, siapa saja yang masih pantas dipertahankan dan yang tidak. "Yang tidak kalah penting, percepat pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi," kata Denny menambahkan.

Satjipto Rahardjo mengaku heran mengapa mafia peradilan masih terus terjadi. Di tengah maraknya keinginan orang agar korupsi dapat dikurangi, mafia peradilan masih terus ada.

Menurut Satjipto, Presiden Yudhoyono sudah melakukan tindakan yang memberikan dukungan terhadap mereka yang secara konkret dibebani tugas memberantas korupsi, termasuk memberantas mafia peradilan. Yang dinanti saat ini, pelaksanaannya di lapangan. "Apakah Presiden pernah menghambat pengungkapan mafia peradilan? Kalau masyarakat menilai masih ada yang belum dilakukan Presiden, saya kira perlu berterus terang menyampaikan hal itu kepada Presiden," katanya.

Namun, yang menjadi masalah, menurut Benny, pengungkapan kasus mafia peradilan ini tidak menimbulkan efek jera dan bahkan sudah menyentuh lingkungan dalam MA.

Dipanggil

Mantan Direktur Utama PT Jamsostek Achmad Djunaidi dipanggil untuk diperiksa Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan pekan depan. "Dalilnya, siapa yang menuduh dia yang harus membuktikan. Dia punya hak dan harus membuktikan," kata Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh.

Jaksa Agung mengatakan, dirinya telah berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda Pengawasan untuk melakukan pemeriksaan terkait pernyataan Achmad Djunaidi, dengan memeriksa terdakwa dan lima jaksa yang menangani kasus tersebut. Kelima jaksa itu adalah Heru Chaeruddin dan Pantono dari Pidsus Kejagung, MZ Idris dari Kejati DKI Jakarta, serta Burdju Ronni dan Cecep dari Kejari Jakarta Selatan. Achmad akan dipanggil secepatnya, baru kemudian jaksa yang diisukan menerima uang itu.

Ia menjelaskan, institusi yang dipimpinnya sudah berupaya memperbaiki diri seperti halnya institusi penegak hukum lainnya. Terkait adanya indikasi mafia peradilan, Jaksa Agung mengatakan, jaksa telah diimbau untuk membentengi diri. "Tapi kalau orang berkomplot-komplot begini, gagal lalu berteriak-teriak, dia juga harus diusut," ujarnya. (Antara/IDR/BDM)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home