| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Thursday, March 16, 2006,8:55 PM

Nilai Tukar Rupiah Terus Menguat

Pengusaha Perlu Stabilitas


Jakarta, Kompas - Penguatan rupiah dua hari terakhir, hingga bertengger pada level Rp 9.125 per dollar AS pada Rabu (15/3) pukul 23.00 WIB, masih didominasi faktor psikologis semata, tanpa dukungan kuat faktor fundamental sehingga rentan fluktuasi. Pada awal Januari rupiah masih di posisi Rp 9.826 per dollar AS.

Sekalipun terus dalam kecenderungan menguat selama beberapa bulan terakhir, nilai tukar rupiah terus berfluktuasi antara Rp 9.400 dan Rp 9.100 per dollar AS.

Sedikit sentimen negatif seperti pernyataan pejabat pekan lalu bahwa suku bunga belum akan turun sudah memelorotkan nilai tukar rupiah dari level Rp 9.200 ke level Rp 9.300 per dollar AS. Selanjutnya, sentimen penyelesaian proyek ladang minyak di Blok Cepu langsung mendorong penguatan rupiah hingga ke level Rp 9.125 per dollar AS. Fluktuasi yang terlalu cepat itu menyulitkan dunia usaha dalam membuat perhitungan transaksi bisnis.

Bank Indonesia menilai rupiah masih cenderung menguat karena belum berada pada nilai fundamentalnya, yakni di bawah Rp 9.000 per dollar AS. Pemerintah sendiri berasumsi kurs rupiah pada level Rp 9.900 per dollar AS dalam APBN 2006.

Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas Kahlil Rowter menilai fluktuatif itu terjadi karena penguatan rupiah belum didukung faktor fundamental, seperti masuknya investasi langsung atau menggeliatnya sektor riil.

”Tetapi, proyek Cepu ini menjadi semacam simbol penyelesaian masalah investasi sektor riil di Indonesia,” katanya.

Investor asing begitu tertarik mengamati penyelesaian proyek Cepu karena mencakup banyak aspek investasi yang terkait. Misalnya, menjadi simbol penyelesaian sektor bisnis di mana ada pemain domestik besar yang praktis memonopoli sehingga investor asing sulit masuk, simbol bagaimana pemerintah menangani masalah, dan menjadi contoh bagaimana mengelola campur tangan pemerintah daerah. Karena itu, penyelesaian proyek Cepu tersebut memberi sentimen positif yang cukup besar pada pasar sekalipun sebenarnya tidak ada dukungan faktor fundamental. ”Karena itu, penguatan nilai tukar rupiah perlu disikapi secara hati-hati,” katanya.

Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Hadi Soesastro menilai kondisi nilai tukar saat ini sebenarnya masih dalam satu jalur tertentu.

Hal yang penting, menurut dia, bukanlah rupiah terlalu menguat atau terlalu melemah, tetapi bagaimana nilai rupiah dijaga supaya tetap stabil.

”Pengusaha, terutama eksportir, sudah menyampaikan kepada pemerintah, kalau terlalu kuat, pemerintah harusnya ikut turun tangan. Nilai tukar ini kan tidak sepenuhnya ditentukan pasar, tetapi ada intervensi pemerintah di dalamnya. Jadi, kalau ada uang masuk ke Indonesia memperkuat nilai tukar, pemerintah harus bisa menilai jenis modal yang masuk tersebut harus ditangani seperti apa,” ujarnya.

Sejumlah analis dan ekonom dalam memandang prospek ekonomi Indonesia saat ini terbelah dua. Analis dan ekonom asing sangat optimistis, sementara analis dan ekonom lokal justru konservatif. Kepala Ekonom ANZ Bank Saul Eslake, misalnya, optimistis rupiah akan berada di posisi Rp 8.750 per dollar AS pada akhir tahun ini. Perbedaan pandangan tersebut karena ekonom dan analis asing yakin aliran dana asing akan mulai masuk secara signifikan tahun ini.

Analis dan ekonom lokal masih meragukan akan terjadi pergerakan sektor riil secara fundamental.

Menyulitkan

Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia Tanangga Karim mengatakan, fluktuasi nilai tukar rupiah yang terlalu cepat dapat memengaruhi perhitungan usaha. Misalnya, harga jual yang disepakati dengan pembeli, dengan perhitungan Rp 9.100.

”Kalau fluktuasi tidak menentu dan saat transaksi rupiah melemah menjadi Rp 9.400, itu kan dapat mengacaukan perhitungan bisnis,” kata Tanangga. Karena itu, yang dibutuhkan adalah kestabilan nilai tukar rupiah.

Tanangga menambahkan, fluktuasi nilai tukar yang terlalu cepat juga menunjukkan pasar uang sangat rentan dengan berbagai spekulasi. ”Investasi portofolio lebih berperan daripada investasi langsung. Itu mengindikasikan juga fundamental ekonomi masih lemah,” katanya.

Presiden Indonesian Rubber Glove Manufacturers Association A Safiun mengatakan, penguatan nilai rupiah terhadap dollar AS kali ini telah memberikan sedikit pengaruh terhadap daya saing produk ekspor Indonesia.

Kenaikan tarif dasar listrik dinilai kalangan eksportir akan semakin memperlemah daya saing ekspor. (BOY/FER/TAV/ANV)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home