| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Tuesday, March 14, 2006,10:54 AM

Menlu AS dan Reformasi TNI

Anak Agung Banyu Perwita

Pada tanggal 14 Maret ini, Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice akan mengunjungi Indonesia. Hal penting yang akan dibicarakan adalah implementasi pencabutan embargo militer AS dan program International Military Education and Training.

Dalam sebuah kesempatan, Menlu AS menyatakan, diteruskannya kembali program ini oleh AS adalah contoh jelas akan peran aktor internasional dalam membantu proses reformasi sektor keamanan di Indonesia.

Sementara itu, Panglima TNI di beberapa media cetak juga menyatakan, reformasi yang dilakukan di tubuh TNI bukan untuk menyenangkan AS, tetapi lebih merupakan tuntutan reformasi yang kini sedang dijalankan Indonesia. Bagaimana kita melihat kunjungan Menlu AS dalam kerangka reformasi sektor keamanan (RSK) di Indonesia?

Perhatian RSK

Dari perspektif keamanan, RSK merefleksikan konsep keamanan lebih luas. Karena pada kenyataannya, RSK tidak hanya mencakup sektor militer, tetapi juga mengakui peran penting aktor-aktor nonmiliter dalam menyediakan keamanan publik, internal dan eksternal.

Perhatian utama RSK adalah pembentukan institusi-institusi baru dan menggariskan secara jelas wewenang para aktor sektor keamanan. RSK mencakup semua ”institusi dan badan negara yang mempunyai otoritas sah untuk menggunakan kekuatan, memerintahkan kekuatan, atau mengancam menggunakan kekuatan untuk melindungi negara dan warganya”.

Tujuan utama RSK adalah ”untuk menciptakan transparansi dan systemic accountability berlandaskan kontrol demokratis secara substantif dan sistemis yang meningkat”.

Dari tujuan ini, kita dapat melihat, RSK menggunakan pendekatan holistik dengan mengakui signifikansi pembentukan militerisasi (militarised formation) angkatan bersenjata reguler dalam usaha-usaha reformasi sipil-militer dan mengakui, peran keamanan dan aktor-aktor sektor keamanan dalam reformasi politik dan ekonomi adalah hal yang kompleks dan krusial.

Sementara bagi banyak negara berkembang, RSK merupakan sebuah tantangan besar bagi transisi politik dalam konteks proses demokratisasi. Di sisi lain, RSK dapat dikategorikan sebagai bagian reformasi militer dari proses demokratisasi (sebuah transisi demokratis dari era rezim otoriter birokratis).

Tiga alasan

Menurut Born dan Fluri, paling tidak ada tiga alasan mengapa RSK menjadi amat penting.

Pertama, RSK yang efektif dapat menjadi alat untuk menjamin stabilitas domestik dan internasional. Ini terutama karena RSK dapat mencegah konflik kekerasan. Karena itu, RSK dapat mendorong stabilitas yang merupakan kondisi dasar demokratisasi dan pembangunan ekonomi di kebanyakan negara berkembang.

Kedua, RSK memainkan peran penting dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Dalam banyak kasus di negara berkembang, di Indonesia misalnya, investor asing enggan melakukan investasi karena kurangnya jaminan pemerintah mengenai keamanan domestik.

Ketiga, RSK dapat meningkatkan demokratisasi dengan membentuk sebuah kerangka kerja legal. Peran ini dimainkan parlemen dengan menjadi ”batu penjuru bagi demokrasi untuk mencegah kekuasaan otoriter”. Ini dapat dilihat sebagai usaha mendemokratisasi sektor keamanan di bawah supremasi sipil.

Prinsip dasar

Ada beberapa prinsip dasar RSK. Pertama, para aktor sektor keamanan harus accountable dan operasi mereka diawasi otoritas sipil terpilih serta berbagai organisasi masyarakat sipil lain.

Prinsip kedua, para aktor sektor keamanan harus beroperasi sejalan dengan hukum domestik dan internasional.

Prinsip ketiga, ketersediaan semua informasi mengenai perencanaan, penganggaran, dan operasi aktor sektor keamanan harus mudah diakses publik secara luas serta pengadopsian sebuah pendekatan yang komprehensif dan disiplin atas semua sumber daya yang ada.

Keempat, badan legislatif (parlemen) dan badan eksekutif otoritas sipil mempunyai kapasitas untuk melakukan kontrol politik terhadap berbagai kebijakan, penganggaran, dan operasi aktor sektor keamanan. Sejalan dengan hal ini, masyarakat sipil harus mempunyai kapasitas mengawasi, mengatur, dan berpartisipasi secara konstruktif dalam berbagai debat politik terkait kebijakan, penganggaran, dan operasi itu.

Kelima, hubungan sipil-militer harus berdasar sebuah hierarki yang well-articulated serta penghormatan hak asasi manusia.

Keenam, kesetaraan individu harus dijamin di depan hukum maupun dalam proses hukum berdasar tata cara yang adil dan transparan.

Akibatnya, RSK adalah sebuah program pembangunan jangka panjang yang membutuhkan sebuah transformasi dalam berbagai struktur negara, prosedur operasi, ketentuan hukum, bahkan tradisi kultural. Ini merupakan bagian terintegrasi dari sistem dan struktur pemerintahan negara secara keseluruhan. RSK tidak dapat diukur dalam waktu singkat, bahkan ia akan memakan waktu bertahun-tahun.

Namun, RSK haruslah dimulai di negara-negara demokratis baru. Bila tidak, negara tidak akan menjadi sumber penyedia keamanan bagi warga dan masyarakatnya, terutama bila menyangkut penanganan ancaman baru terhadap keamanan, tetapi malah dapat menjadi bagian dari masalah keamanan itu sendiri.

Reformasi TNI

Dalam konteks ini, Pemerintah Indonesia menyambut gembira perubahan kebijakan luar negeri AS terhadap Indonesia dengan mencabut embargo militer. Banyak analis melihat, keputusan AS meneruskan bantuan militer ke Indonesia yang telah berlangsung 14 tahun sebagai pengakuan AS atas usaha Pemerintah Indonesia mereformasi sektor keamanan, terutama TNI.

Di sisi lain, kalangan aktivis hak asasi manusia melihatnya sebagai kemunduran atas keadilan, hak asasi manusia, dan reformasi demokratis. John Miller, juru bicara East Timor Action Network yang berbasis di New York, menjelaskan, pergeseran kebijakan AS terhadap Indonesia adalah sebuah pengkhianatan kepada misi mereka untuk mencari keadilan dan pertanggungjawaban. Reaksi ini tidak terlalu mengejutkan terutama karena proses RSK di Indonesia tidak berjalan lancar karena berbagai benturan kepentingan berbagai institusi sektor keamanan di Indonesia.

Karena itu, tidak ada pilihan lain bagi Indonesia, khususnya TNI, untuk terus mereformasi sektor keamanan sebagai bagian demokratisasi di Indonesia.

Anak Agung Banyu Perwita
Dekan FISIP Universitas Katolik Parahyangan, Bandung; Anggota Kelompok Kerja Reformasi Sektor Keamanan-Pro Patri

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home