| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Monday, March 13, 2006,9:02 PM

Benarkah Ada Neo-PKI?

Salahuddin Wahid

Tanggal 12 Maret 2006, 40 tahun lalu, Pak Harto membubarkan Partai Komunis Indonesia. Sehari sebelumnya, Pak Harto menerima Surat Perintah Sebelas Maret dari Presiden Soekarno. Inti Supersemar adalah memberi perintah kepada Pak Harto untuk memulihkan keamanan, dan yang pertama dilakukan adalah membubarkan PKI.

Keputusan itu mencerminkan aspirasi masyarakat, dan pembubaran PKI adalah urutan pertama Tritura. Lalu, TAP MPRS No XXV/1966 mengukuhkan kebijakan Pak Harto, ditambah ketentuan pelarangan penyebaran ajaran komunisme.

Tuntutan pencabutan TAP MPRS itu didukung Presiden Abdurrahman Wahid. Tuntutan itu mendapat penolakan dari berbagai pihak. Mahkamah Konstitusi menentukan, Pasal 60 huruf g dari UU Pemilu Legislatif harus diubah, yang memungkinkan mantan tahanan politik (tapol) menjadi caleg. Sementara itu, sejumlah tapol mengajukan class action di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menuntut rehabilitasi terhadap jutaan anggota PKI.

Terlarang

Sekitar 10 tahun lalu, Partai Rakyat Demokratik (PRD) pernah dinyatakan sebagai partai terlarang dan pimpinannya ditahan. Kini PRD bebas melakukan kegiatan. Buku-buku beraliran kiri pun kini mudah diperoleh, termasuk yang membela PKI (1948 dan 1965). Sebaliknya, buku yang memperkuat argumentasi keterlibatan PKI (bahkan keterlibatan Bung Karno) juga beredar. Kabarnya, buku Sukarno’s File amat laris.

Dulu anak-anak mantan tapol sembunyi menghindari risiko. Kini mereka berani tampil. Buku Ribka Ciptaning, Aku Bangga Jadi Anak PKI, menumbuhkan keberanian diri keturunan para mantan tapol.

Sementara itu, sejumlah anak muda NU berkeinginan kuat untuk melakukan rekonsiliasi kultural dengan keluarga para mantan tapol. Juga ada kerja sama antara putra-putri korban G30S dan putra-putri yang terlibat G30S serta putra-putri tokoh DI/TII melalui Forum Silaturahmi Anak Bangsa.

Bagi sejumlah kalangan, keadaan itu melahirkan kekhawatiran akan bangkitnya ”Neo-PKI”. Mereka masih belum bisa melupakan pemberontakan PKI tahun 1948 dan 1965. Mereka khawatir PKI akan muncul kembali. Apakah kekhawatiran wajar atau berlebihan?

Kita menolak PKI kembali atau munculnya partai baru yang akan melakukan cara-cara yang sama dengan PKI. Jika partai semacam itu muncul, tentu akan muncul perlawanan dari kelompok lain. Pertanyaannya, apakah ada indikasi muncul dan bangkitnya partai semacam itu?

Tidak mudah menjawabnya, tergantung indikator yang dipakai. Jika warga PKI dan keturunannya memperjuangkan dihilangkannya perlakuan diskriminatif, tentu tidak ada yang salah. Jika ada yang ingin rekonsiliasi, juga tidak salah. Pemulihan hak dipilih mantan tapol oleh MK memang menimbulkan penolakan, termasuk oleh seorang anggota MK. Namun, itu adalah realitas politik seperti keberadaan TAP MPRS No XXV/1966 yang ditentang sebagian kalangan.

Saling memaafkan

Kekhawatiran munculnya kembali PKI atau Neo-PKI yang berperangai seperti PKI dulu berdasar pengalaman 1950, saat PKI direhabilitasi setelah melakukan pemberontakan Madiun. PKI pun tumbuh cepat dan menjadi pemenang ke-4 Pemilu 1955. Setelah itu, PKI memperkuat diri, melakukan provokasi, dan berujung pada G30S tahun 1965.

Mungkinkah hal itu terulang lagi? Mungkin saja. Yang penting, kita harus menyadari, pertentangan ideologi yang diwujudkan dalam penyusunan kekuatan massa dan disiapkan untuk melakukan ”perang”, seperti terjadi di masa lalu, akan menghancurkan bangsa Indonesia. Karena itu, harus dicegah.

Kita, tanpa kecuali, telah melakukan kesalahan besar sebagai bangsa di masa lalu dan harus belajar dari kesalahan itu untuk tidak mengulanginya di masa depan. Saling curiga harus dikurangi sampai tingkat minimum. Saling percaya harus mulai ditumbuhkan. Amat ideal jika bisa dilakukan langkah saling meminta dan memberi maaf. Untuk itu, harus dimulai dengan dialog antarkedua kelompok bertentangan untuk menyampaikan apa yang diharapkan dan yang tidak diharapkan dari tiap kelompok.

Salahuddin Wahid
Ketua Badan Pembina Barisan Rakyat Sejahtera (Barasetra)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home