| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Thursday, March 29, 2007,8:57 PM

Sanksi DK PBB bagi Iran

Smith Alhadar

Upaya diplomasi Iran menghindar dari sanksi Dewan Keamanan PBB terkait dengan program nuklirnya gagal. Pada 25 Maret 2007, seluruh 15 anggota DK PBB menyetujui sanksi baru bagi Iran karena menolak penghentian aktivitas pengayaan uranium sesuai dengan Resolusi Nomor 1737 DK PBB, yang dikeluarkan pada 23 Desember tahun lalu.

Resolusi tahun lalu itu memerintahkan seluruh bangsa menghentikan pemasokan bahan dan teknologi yang dapat berkontribusi pada program nuklir Iran. Bila dalam 60 hari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), yang berwenang mengawasi program nuklir Iran, menyatakan Iran masih terus menjalankan program yang dilarang itu, DK PBB akan bersidang untuk menjatuhkan sanksi baru. Inilah yang terjadi.

Setelah berdiskusi alot selama tiga minggu, lima anggota tetap DK PBB—AS, Rusia, Perancis, Inggris, dan China—menjatuhkan sanksi tambahan berupa pelarangan terhadap Iran mengekspor senjata, membekukan aset 28 individu dan organisasi Iran, termasuk Bank Sepah, yang dianggap terkait dengan program nuklir Iran, memotong kredit ekspor berjumlah miliaran dollar AS bagi perusahaan-perusahaan yang berdagang dengan Iran.

Resolusi DK PBB 1747 ini merupakan resolusi yang sudah diperlunak untuk mendapat dukungan Rusia dan China, dua anggota DK PBB pemegang hak veto dan merupakan sahabat Iran. Sebelumnya, AS, Inggris, Perancis, dan Jerman menginginkan sanksi yang lebih keras.

Gagal total

Upaya Afrika Selatan (Ketua Gerakan Nonblok), Qatar (wakil negara Arab), dan Indonesia mengamandemen resolusi ini gagal total. Ketiga negara menghendaki resolusi berkontribusi pada perlucutan senjata nuklir secara global dan menjadikan Timur Tengah sebagai kawasan bebas senjata nuklir.

Proposal itu ditolak kelima negara anggota tetap DK PBB karena akan berdampak pada perlucutan senjata nuklir yang mereka miliki. AS juga menolak usul menjadikan Timur Tengah sebagai kawasan bebas senjata nuklir karena akan mengharuskan Israel menghancurkan seluruh 200-300 hulu ledak nuklirnya.

Resolusi 1747 yang memerintahkan Iran menghentikan ekspor senjata bertujuan melemahkan peran Iran di Timur Tengah, sekaligus mengisolasinya. Selama ini Iran dituduh memasok senjata ke tiga wilayah konflik yang mengancam kepentingan AS dan Israel. AS menuduh Iran memasok senjata ke kelompok militan Irak untuk memerangi tentara pendudukan AS, sekaligus menanamkan pengaruhnya di bidang politik dan militer di sana.

Situasi ini bisa menjadi bargaining power bagi Iran dalam menyelesaikan masalah Irak. Asumsi inilah yang membuat Kelompok Studi Irak pimpinan mantan Menlu AS James Baker II mendesak Presiden AS George Walker Bush melibatkan Iran dalam menyelesaikan masalah Irak. Rekomendasi itu akhirnya dipenuhi Bush dengan mengikutsertakan Iran dalam konferensi mengenai Irak di Baghdad beberapa waktu lalu di mana AS duduk satu meja dengan Iran.

Pasokan senjata Iran ke Hezbollah di Lebanon membuat Israel kewalahan menghadapi kelompok militan pimpinan Hasan Nasrullah ini. Israel juga gagal membungkam Hamas dan Jihad Islam dukungan Iran yang terus melakukan perlawanan bersenjata.

Dalam pandangan AS dan Israel, bila Irak, Lebanon, dan Palestina telah bebas dari pengaruh Iran, kedamaian bisa diciptakan menurut keinginan mereka. Ini pemikiran keliru karena permasalahan Timur Tengah jauh lebih rumit ketimbang hanya karena adanya pengaruh Iran atas kelompok garis keras di sana. Pendudukan atas Irak oleh AS dan pendudukan Israel atas Lebanon dan Palestina-lah yang merupakan sumber masalah.

Kontroversial

Jelas seluruh sanksi itu bertujuan melemahkan dan mengisolasi Iran sehingga mau tunduk pada tuntutan AS dan sekutu Eropa-nya untuk menghentikan kegiatan pengayaan uranium. Iran menolak resolusi itu dan bertekad meneruskan aktivitas nuklirnya. Resolusi itu dianggap ilegal dan tidak adil.

Jalan terbaik menyelesaikan isu nuklir Iran adalah jalan diplomasi. Mudah-mudahan jalan keluar ditemukan sehingga masalah nuklir Iran ini bisa diselesaikan secara damai dan adil, bukan berujung pada perang yang menghancurkan.

Smith Alhadar Penasihat pada The Indonesian Society for Middle East Studies

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home