| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Tuesday, January 09, 2007,5:55 PM

"Lagu Lama" di Dalam Strategi Baru Soal Irak

Demokrat di Kongres Tak Akan Menyetujui Rencana Anggaran Perang

Washington, Minggu - Untuk membantu Irak mengurangi ketegangan sektarian dan menciptakan stabilitas dalam politik dan ekonomi, Presiden AS George W Bush mengeluarkan kebijakan dan strategi Irak yang baru. Namun, berdasarkan bocoran dari harian The New York Times, tidak ada yang baru dalam strategi Bush itu.

Kebijakan dan strategi Bush itu menyebutkan serangkaian tujuan yang diharapkan dapat dilakukan Pemerintah Irak. Harian The New York Times, Senin (8/1), mengaku memperoleh bocoran tentang hal ini dari seorang pejabat senior AS yang menolak disebutkan namanya.

Poin-poin strategi baru Bush itu antara lain kembali mengajak kaum Sunni untuk bergabung dalam proses politik, memutuskan ketentuan dan peraturan tentang distribusi hasil minyak, dan mengurangi kebijakan keras pemerintah terhadap mantan anggota dari Partai Baath.

Menurut rencana Bush, strategi baru ini baru akan diumumkan pada Rabu mendatang. Sejak beberapa hari lalu telah beredar informasi bahwa Bush berencana menambah jumlah pasukan AS di Irak hingga sebanyak 20.000 personel. Untuk menenangkan kongres terkait dengan kebijakan dan strategi baru, pemerintahan Bush berusaha menanamkan disiplin kepada Pemerintah Irak. Selama ini Irak sulit berkembang karena kerap terganggu persoalan kekerasan sektarian.

"Nanti akan ada strategi dan pendekatan yang tidak hanya menunjukkan keinginan agar rakyat Irak dapat lebih bertanggung jawab, tetapi juga pentingnya rakyat Irak untuk meningkatkan diri. Ini bukan komitmen yang dapat berubah-ubah. Ada persyaratan dan harapan kepada Pemerintah Irak yang benar-benar spesifik," kata pejabat senior AS kepada The New York Times.

"Daftar" poin-poin strategi baru Bush sebenarnya sebelumnya telah disepakati oleh AS dan Irak. Bahkan, beberapa poin tujuan sebenarnya sudah ada dalam "daftar" lama susunan AS-Irak yang telah dipublikasikan Oktober lalu, tetapi belum terlaksana. Artinya, tidak ada yang baru dalam strategi Bush.

Beberapa target yang ada di dalam "daftar" itu, antara lain, adalah menentukan jadwal pemilu daerah. Tujuannya semata untuk memberikan kesempatan kepada Sunni terlibat dalam pemerintah daerah yang juga mayoritas Sunni.

Strategi lama yang diperbarui lainnya adalah penetapan dan penyempurnaan peraturan nasional tentang minyak bumi yang telah lama tertunda. Dengan peraturan itu, pemerintah pusat akan memperoleh kekuasaan membagi-bagi pendapatan hasil minyak kepada setiap daerah sesuai dengan jumlah penduduknya.

Salah satu poin penting dalam strategi baru Bush itu adalah upaya mendorong Irak untuk lebih banyak menyusun program pembangunan dan proyek-proyek lain di daerah-daerah yang mayoritas berpenghuni Sunni.

Sebagian besar anggaran sebenarnya dialokasikan untuk Provinsi Anbar di Irak barat yang didominasi Sunni. Namun, hal itu ternyata tidak tersampaikan. Akibatnya, militer AS mengalami kesulitan untuk menumpas kelompok perlawanan di daerah itu.

Tantang Bush

Khusus mengenai rencana penambahan pasukan di Irak, Ketua Parlemen AS Nancy Pelosi mengingatkan Bush untuk terlebih dahulu mempertimbangkan penambahan pasukan. Kongres, yang dikuasai Partai Demokrat, kemungkinan menolak usulan biaya tambahan untuk pasukan. "Kongres siap menggunakan kekuasaan untuk mempertanyakan rencana anggaran itu," kata Pelosi.

Meski demikian, anggota Senat dari Partai Republik, Mitch McConnell dari Kentucky, yakin Bush akan dapat memperoleh dana anggaran operasional yang dibutuhkan. Dia juga tidak yakin kubu Demokrat akan bisa menghalangi Bush. "Kongres tak mampu ikut mengatur taktik peperangan," kata McConnell.

Sejak peristiwa serangan 11 September 2001, Kongres telah menyetujui anggaran sekitar 500 miliar dollar AS untuk Irak, Afganistan, dan program memerangi terorisme. Saat ini Gedung Putih berusaha kembali mengajukan usulan anggaran untuk perang. Jumlahnya sedikitnya mencapai 100 miliar dollar AS. Jumlah anggaran untuk biaya perang ini terbesar dari sebelumnya.

Kubu Demokrat di kongres sebelumnya telah menyatakan akan memanggil beberapa pejabat pemerintahan untuk menjelaskan berbagai kebijakan Bush, terutama Irak. Hingga kini, situasi Irak tak kunjung membaik.

Dari data Departemen Kesehatan Irak, pada 2006 jumlah korban tewas mencapai 23.000 warga sipil dan polisi, seperti diberitakan The Washington Post. Tampak bahwa gejolak kekerasan meningkat pada tahun 2006 dengan korban tewas 17.310 orang hingga pertengahan tahun 2006. Adapun pada enam bulan pertama tahun 2005, 5.640 warga sipil dan polisi dilaporkan tewas.

Mengenai perkembangan pasca-eksekusi mati Saddam, Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki bersikeras Saddam pantas untuk dihukum gantung. Bahkan, menjawab berbagai kecaman dari komunitas internasional, PM Maliki bahkan mengancam akan meninjau kembali hubungan Irak dengan negara-negara yang telah mengecam atau memprotes proses eksekusi Saddam.

PM Maliki menilai hukuman mati itu adalah urusan internal Irak, bukan urusan internasional. "Kami akan tetap memakai hukuman mati bagi siapa pun yang melakukan kekerasan terhadap rakyat Irak," ujarnya.

Human Rights Watch menilai sikap PM Maliki ini justru sama saja dengan rezim Saddam yang melanggar HAM. Apalagi jika masih tetap melanjutkan eksekusi mati Barzan Ibrahim al-Tikriti dan Awad Ahmed al-Bandar yang akan dieksekusi dalam waktu dekat. (REUTERS/AFP/AP/LUK)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home