| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Thursday, September 14, 2006,1:14 PM

Peradaban Melayu Mengalami Kemerosotan

Tanjung Pinang, Kompas - Peradaban Melayu kini mengalami kemerosotan. Padahal, di masa lalu masyarakat pendukung budaya Melayu telah membangun peradaban yang tinggi. Untuk dapat memajukan kembali peradaban Melayu tersebut kini bergantung pada masyarakat pendukungnya sendiri.

Demikian benang merah dari seminar Membangun Tamadun Melayu di Tanjung Pinang, Rabu (13/9). Seminar tersebut masih dalam rangkaian Festival Internasional Budaya Melayu yang berlangsung di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, 10-16 September 2006.

Alaiddin Koto, guru besar dari Universitas Negeri Islam Riau, mengatakan bahwa sesungguhnya masyarakat Melayu telah membangun kebudayaannya sendiri dan mencapai tamadun atau peradaban yang tinggi. Daya cipta orang-orang Melayu di Semenanjung Melayu, Kepulauan Indonesia, sampai pulau-pulau di Filipina memperlihatkan kesinambungan peradaban.

Dalam bidang pertanian, misalnya, tamadun Melayu menghasilkan tanaman padi tertua di dunia yang dibantu dengan sistem pengairan. Sistem tersebut di Campa di sebut banak, di Bali disebut subak, dan di Filipina disebut kalinga.

Di bidang kelautan, rumpun Melayu melayari lautan luas sampai ke Mesopotamia, Teluk Persia, Sri Lanka, India, dan China. Mereka membuat sendiri perahu-perahu besar untuk tujuan pelayaran, militer, dan politik. Peradaban Melayu juga telah menyusun sistem hukum lautnya sendiri. Pada masa Kerajaan Malaka, hukum laut itu terkenal dengan sebutan Hukum Kanun.

Dalam dunia tulis menulis, rumpun Melayu telah banyak melahirkan karya besar. Di Campa, 1.350 buku tentang pemikiran dan falsafah agama dihasilkan sejak abad kelima Masehi. Sejarah juga mencatat nama-nama besar pemikir dan penulis rumpun melayu zaman Islam, seperti Syed Husain Jamaluddinal-Qubra dan Hamzah Fansuri.

Di masa lalu memang terjadi pasang surut kerajaan-kerajaan Melayu. Namun, kehancuran terbesar dari kerajaan itu setelah kehadiran kolonialisme Barat.

"Namun dalam membangun Melayu tidak tepat jika hanya menyalahkan kolonialisme, karena kemajuan suatu kaum bergantung pada kaum itu sendiri," katanya.

Menurut dia, untuk membangun tamadun Melayu organisasi keagamaan yang Islami berperan penting dan sangat potensial. Hal ini mengingat Islam sangat identik dengan Melayu. Sinergi antara lembaga sosial keagamaan menjadi sangat penting.

Budayawan Melayu, Tenas Effendy, menambahkan bahwa budaya Melayu bersifat terbuka, berpandangan ke depan dengan nilai-nilai berasaskan Islam. "Dengan keterbukaan, namun tetap berpegang kepada nilai-nilai Melayu yang berasas Islam tersebut, seharusnya kita mulai berpikir bagaimana memanfaatkan kemajuan teknologi," ujarnya.

Pernyataan ini disetujui oleh Timothy P Barnard, peneliti budaya Melayu dari Universitas Nasional Singapura. Sejarah, kata dia, tetap menjadi referensi yang bermanfaat dalam membangun peradaban Melayu.

"Dalam sejarah tentu ada hal atau fakta yang baik atau tidak baik. Akan tetapi, keduanya tetap bermanfaat untuk masa kini. Dari naskah-naskah tua misalnya, kita bisa belajar mana yang baik dan buruk, kemudian memilih menanamkan nilai yang baik untuk kemajuan," katanya. (INE)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home