| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Wednesday, September 20, 2006,11:57 AM

Asia Mengecam Peran IMF

Singapura, Selasa - Asia menolak keterlibatan lebih jauh IMF dan Bank Dunia soal penyusunan formula kebijakan ekonomi di negara yang dibantu. Asia juga menuntut Bank Dunia agar transparan soal pemberantasan korupsi atas pinjaman dana dari Bank Dunia, yang juga melibatkan investor asing.

Demikian terungkap pada pertemuan Bank Dunia-IMF, Selasa (19/9), Singapura.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, "Berhentilah mendikte dan jadilah sebagai mitra. Berhentilah mengirim tim langsung dari Washington, yang hanya mencari masalah dan kemudian menawarkan resep hanya dalam kunjungan dua pekan."

Pernyataan Sri Mulyani itu langsung mengundang riuhnya tepukan tangan menteri keuangan dan gubernur bank sentral, dari 184 negara anggota IMF, yang hadir pada pertemuan itu.

Sri Mulyani mengingatkan bahwa IMF dan Bank Dunia harus menahan diri dan tidak memaksakan persyaratan di saat memberikan bantuan. Bantuan IMF dan Bank Dunia memang dirasakan membantu,

Sri Mulyani mengatakan Bank Dunia dan IMF juga harus melibatkan peran atau pandangan dari kelompok akar rumput, dalam setiap penyusunan formula kebijakan ekonomi. "Kami memerlukan peran dan suara dari lapangan, yang bisa bekerja bersama kami, bahu membahu, dengan kecepatan yang sesuai dengan keadaan kami, termasuk dalam pemenuhan jadwal waktu dan menyesuaikannya dengan tekanan-tekanan yang kami hadapi," kata Sri Mulyani.

"Jika Anda ingin menolong kami soal pengelolaan, mulailah dengan mengubah cara kerja Bank Dunia di lini terdepan. Jika Bank Dunia ingin negara-negara terbuka soal korupsi, maka lembaga itu juga harus lebih transparan soal hasil investigasinya tentang korupsi," kata Sri Mulyani.

"Mari kita melakukan ini ... mengejar sistem yang memungkinan berkembangnya korupsi. Namun, untuk melakukan itu, kita harus bekerja sama soal investigasninya dan juga secara bersama mencari solusinya.

"Bank Dunia harus bekerja sama sama dengan lembaga-lambaga kami dan memberi informasi soal korupsi sesegera meungkin. Kami juga memerlukan kerja sama soal pelacakan aset dan pemulihannya dan kami ingin memberi pesan kepada investor asing bahwa menyuap itu akan membuat Anda menghadapi risiko yang serius," kata Sri Mulyani.

"Dukungan kata-kata Anda dengan bantuan keuangan yang kami perlukan. Dukunglah rencana kami dan bukan hanya dukungan yang idealis," demikian Sri Mulyani.

Kecaman Pada IFC

Pernyataan Sri Mulyani itu juga terkait dengan kecaman para hadiri di Singapura itu. Di dalam pertemuan, keberadaan International Corporation (IFC) juga dikecam. Masalahnya, Bank Dunia, lewat IFC, justru telah lari dari tugas utamanya, yakni membiayai investasi di pertambangan dengan alasan hasil dari pertambangan akan memungkinkan pemerintahan di negara yang memiliki lokasi pertambangan itu mampu mendapatkan keuangan yang bertujuan mengurangi kemiskinan.

IFC antara lain memberi dana ke Newmont. IFC membiayai pertambangan emas, antara lain di Peru, Guatemala, Ghana, KJyrgistan dan lainnya.

Hasilnya pertambangan itu, dikutip olejh lembaga swadaya masyarakat internasional Ixfam International, yang juga mengutip hasil penelitian yang ditulis di jurnal Environemnet Science and Technology.

Isinya adalah usaha pertambagan yang =dibiayai Bank Dunia justrui jauh dari tujuan idealnya. Masyarakat di negara yang menjadi lokasi pertambangan juga bukan makin miskin. Bahkan, lokasi pertambangan itu terkontaminsasi dan di dalam jangka panjang mengganggu lingkungan yang menjadi tempat tinggal rakyat miskin.

Ironisnya, tidak banyak pihak yang bisa menggugat perusahaan asing bidang pertambangan, yang lebih banyak menikmati keuntungan sendiri dan tidak banyak membantu pemberantasan kemiskinan.

Karena pada peremuan di Singapura, negara anggota menuntut penelitian pada IFC. Juga ada tuntutan, apakah pinjaman-pinjaman Bank Dunia ke perusahaan swasta, yang dialirkan lewat IFC, telah dialirkan sebagai dalam bentuk suap untuk meraih proyek atau kontrak di negara tempat perusahaan itu bernisnis.

Negara Asia lainnya juga mendukung upaya Bank Dunia untuk memberantas korupsi dan memperbaiki pengeloaan ekonomi, pinjaman dan lainnya. Namun Asia juga meminta agar mereka dilibatkan lebih dalam program itu.

Tritunggal "Setan"

Keluhan Asia soal Bank Dunia dan IMF sudah menjadi rahasia umum selama ini di kalangan dunia internasional. Misalnya, sudah muncul dugaan kuat bahwa IMF dan Bank Dunia, termasuk Organisasi Perdagangan Internasional (WTO), merupakan perpanjangan tangan dari perusahaan yang listing di bursa AS di New York, untuk bisa meraih proyek di beberapa negara yang dibantu.

Sebagaimana bisa dibaca atau dibeli juga lewat Amazon.com, kini buku berjudul "Unholy Trinity: The Imf, World Bank, and the Wto (Paperback), yang ditulis Beate Born, Kendra Feher, Matthew Feinstein), Richard Peet (Editor). JUga ada buku berjudul "10 Reasons to Abolish the IMF & World Bank (Open Media Pamphlet Series), ditulis oleh Kevin Danaher. Ada lagi buku berjudul "Fifty Years is Enough: The Case Against the World Bank and the International Monetary Fund, ditulis oleh Kevin Danaher

Mereka menuliskan itu sembari memberikan alasan, mengapa dalam pertemuan Bank Dunia-IMF seperti di Seattle (AS), Genoa (Italia) and Praha (Ceko), muncul protes besar.

Di Asia, Hampir sepuluh tahun setelah IMF turun tangan membantu perekonomian sejumlah negara, para pejabat keuangan melihat IMF telah mengaitkan pemberian bantuan dengan resep-resep ekonomi yang harus diterapkan namun belum tentu pas untuk keadaan di setiap negara.

Asia menginginkan kebijakan ekonomi yang sesuai keadaan mereka sendiri. Mereka juga menolak campur tangan atau intervensi Bank Dunia dan IMF dalam banyak hal.

"Pemahaman kuat soal Negara dan perlakuan konsisten serta setara di antara anggota harus menjadi pegangan. Itu penting di dalam pelaksanaan program anti-korupsi dan perbaikan pengelolaan," kata Salman Shah, yang menjadi perwakilan dari Dewan Direksi Bank Sentral Pakistan.

Nor Mohamed Yakcop, perwakilan Malaysia di pertemuan Bank Dunia-IMF itu mengatakan dua lembaga itu harus menerapkan pendekatan yang terbuka dan melibatkan ahli-ahli dari Negara berpendapatan rendah dalam penyusunan formula kebijakan. "Dalam hal itu, Negara-negara seharusnya diberi felksibilitas dan peran termasuk dalam menyusun prioritas kebijakan demi pembangunan di Negara-negara anggota," kata Nor Mohamed. (REUTERS/AP/AFP/MON)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home