| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Friday, June 23, 2006,9:13 PM

Pancasila dan Budaya Indonesia

Sayidiman Suryohadiprojo

Amat menggembirakan, pada tahun 2006 terjadi perubahan dalam sikap masyarakat Indonesia yang ingin Pancasila direvitalisasi dan dikembangkan dalam kehidupan bangsa.

Ini satu perubahan dari keadaan saat Pancasila dilecehkan, bahkan ditolak oleh banyak kalangan, termasuk kaum muda.

Harus diakui, banyak penyelewengan dilakukan dengan kedok Pancasila. Namun itu bukan alasan untuk menolak dan membuang Pancasila. Sukar dibayangkan kehidupan bangsa Indonesia yang sungguh- sungguh sejahtera lahir batin tanpa Pancasila yang merupakan formulasi sikap budaya Indonesia. Di satu pihak, kebudayaan Indonesia terbentuk dari aneka ragam budaya yang merupakan hasil budidaya berbagai suku bangsa Indonesia.

Di pihak lain, ada garis merah yang menunjukkan persamaan sikap hidup di antara sekian banyak suku bangsa Indonesia. Itulah yang digali Bung Karno, presiden pertama, dari kehidupan bangsa Indonesia. Kita bersyukur, para Pendiri Bangsa Indonesia menerima pendapat Bung Karno untuk menjadikan Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa dan Dasar Negara Republik Indonesia.

Harmoni

Sikap budaya Indonesia yang sama dalam semua kebudayaan Indonesia adalah bahwa manusia Indonesia menegakkan harmoni dalam hubungannya dengan alam semesta dan masyarakat. Harmoni atau keselarasan itulah yang tergambar dalam Pancasila berupa Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Sikap budaya harmonis itu banyak persamaannya dengan sikap budaya berbagai bangsa di Asia, antara lain Jepang yang juga menegakkan harmoni dalam segenap hubungan manusianya.

Namun, sikap budaya itu berbeda, bahkan bertentangan dengan sikap budaya dunia Barat yang sejak Renaissance di abad ke-15 mengambil sikap budaya yang menaklukkan alam (to conquer nature). Dengan sikap budaya itu dunia Barat mengembangkan ilmu pengetahuan secara dramatis dan kehidupan dinamis yang memandang konflik sebagai jalan kemajuan. Berdasarkan ilmu pengetahuan, Barat mengembangkan kehidupan materiilnya dan kesanggupan meluaskan kekuasaan.

Jika sikap budaya Harmoni memandang kebersamaan atau masyarakat sebagai pilar kehidupan, maka sikap budaya Barat menganggap individu manusia sebagai nilai utama. Itu sebabnya dunia Barat menghasilkan individualisme dan liberalisme, diikuti materialisme yang bermuara pada imperialisme dan kolonialisme.

Sebagaimana dibuktikan sejarah, sikap budaya harmonis bukan sesuatu yang pasif dan status quo. Itu terlihat dalam sejarah Indonesia dengan kesediaan untuk menerima agama Hindu, lalu Buddha, diikuti Islam dan Kristen. Sikap budaya harmonis berusaha melihat segi positif barang luar untuk diambil dan diintegrasikan dengan miliknya sendiri.

Namun pengambilan itu tidak membuang yang lama meski berbeda, tetapi dijaga kontinuitas keindonesiaan. Diterima Hindu tanpa membuang yang asli, yaitu animisme dan dinamisme. Diterima Buddha tidak menghilangkan Hindu, begitu seterusnya. Itu sebabnya Raden Patah sebagai pimpinan kerajaan Islam Demak menyatakan Demak adalah kelanjutan Majapahit, bukan perpanjangan tangan satu kerajaan Arab.

Sikap budaya harmonis adalah toleran. Itu dapat dilihat saat berbagai umat beragama yang berbeda, khususnya Islam dan Kristen, bereksistensi dengan baik dan penuh gotong royong antara pemeluknya, sebagaimana dulu dapat dilihat di Angkola Sipirok (Tapanuli) dan di Maluku.

Ketika di Indonesia, dunia Barat dengan sikap budayanya bisa diimbangi budaya harmonis, meski terjadi penjajahan dan praktik imperialisme, kehidupan masyarakat Indonesia dapat terpelihara sesuai prinsip harmoni, toleransi, kontinuitas.

Komunis

Namun, sejak pertengahan abad ke-20 hegemoni dunia Barat meningkat drastis, baik yang kapitalistis maupun komunistis. Mulai saat itu bangsa Indonesia kian sukar memelihara sikap budaya harmoni, dibuktikan kian tersisihnya sifat gotong royong dalam kehidupan, bahkan di desa- desa. Apalagi setelah Amerika dan sekutunya mengalahkan saingannya, komunis, semangat menaklukkan dan hegemoni kuat dirasakan di Indonesia dan dunia.

Kini, di Indonesia tidak saja sifat gotong royong sulit ditemukan, toleransi antarumat beragama makin tiada. Dan yang lebih berbahaya, makin banyak yang mengabaikan kontinuitas keindonesiaan.

Maka, jika kita merevitalisasi Pancasila, yang harus dilakukan adalah menghidupkan dan memperkuat sikap budaya Indonesia. Waspadai, jangan sampai revitalisasi disalahgunakan untuk membelokkan Pancasila sesuai dengan keinginan pihak tertentu. Sebagaimana dulu PKI menerima Pancasila tetapi sesuai dengan kepentingannya. Jangan sampai dengan alasan bahwa Pancasila adalah ideologi terbuka, lalu dibelokkan dengan nama sama, seperti mengubah UUD 1945 amandemen yang jiwanya bertentangan.

Hal ini merupakan perjuangan yang tidak mudah karena kita belum mempunyai kehidupan modern yang berlandasan harmoni. Berbeda dengan Jepang yang sejak Restorasi Meiji berhasil merebut keunggulan Barat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tetap menjaga kontinuitas Jepang berupa sikap harmoni dalam kehidupan.

Perjuangan yang tidak mudah ini memerlukan kepemimpinan yang teguh, mempunyai pemahaman budaya, tetapi juga ada visi yang luas. Sebab di satu pihak, harus ditegakkan kembali sikap harmoni, terwujud dalam gotong royong. Di pihak lain, harus mengambil berbagai unsur luar yang bermanfaat tanpa mengorbankan harmoni sebagai sikap budaya Indonesia. Perjuangan ini harus dilakukan dalam kondisi dunia sekarang yang penuh konflik. Ditambah kondisi masyarakat Indonesia sendiri yang seperti lepas kendali.

Karena diperlukan kepemimpinan yang tidak ringan dan harus berjangka lama, sebaiknya dikembangkan kepemimpinan kolektif yang anggotanya mempunyai akar berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Mereka telah membuktikan kesetiaannya kepada kontinuitas Indonesia dan mempunyai kepribadian yang berwibawa serta berbekal pengetahuan dan pengalaman.

Sayidiman Suryohadiprojo Mantan Gubernur Lemhannas

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home