| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Tuesday, June 13, 2006,2:53 PM

Krisis Lingkungan dan Platform Politik

''Dekati, rangkul, dan peluk SBY, jika kita mau persoalan lingkungan mendapat prioritas utama di negeri tercinta ini''. Itu adalah salah satu ungkapan Emil Salim yang mendapat sambutan tepuk tangan meriah dalam acara kuliah umumnya di Jakarta, 6 Juni lalu. Emil Salim menyampaikan itu setelah mendengarkan laporan Menteri Lingkungan Hidup, Rahmat Witoelar, bahwa kementerian yang dipimpinnya masih mendapat anggaran kurang sepandan dengan tugasnya yang semakin berat.

Kemudian, masih pinta Emil Salim kepada Rahmat Witoelar, ''Dekati, rangkul, dan peluk menteri keuangan dan kepala Bappenas.'' Ungkapan Emil Salim ini sangat tepat agar agenda lingkungan hidup masuk secara intrinsik dan solid dalam pemikiran kabinetnya SBY.

Saat ini, persoalan lingkungan masih sebatas jargon-jargon yang tenggelam setelah seminar, rapat kerja, ataupun workshop. Konsep ekosistem, di mana setiap kehidupan saling bergantung satu sama lain secara erat masih belum dapat dipahami, apalagi diterapkan sebagai pedoman hidup manusia dalam menjaga kelestarian alamnya. Mereka masih banyak mendahulukan kepentingan ekonomi jangka pendek, mendahulukan kepentingan golongan ataupun kelompoknya masing-masing.

Agenda lingkungan, yang disiapkan Kementerian Lingkungan Hidup seringkali dianggap angin lalu. Akibatnya, kerusakan lingkungan terus meningkat dan sepertinya manusia tanpa daya untuk mencegah dan menghentikannya. Sehingga ke depan kita harus mampu melakukan terobosan-terobosan nyata untuk menghadapi datangnya malapetaka lingkungan yang lebih dahsyat. Keadaannya sudah tidak dapat lagi dihadapi dengan cara dan proses politik konvensional. Misalnya, tidak cukup dengan hanya mengatasi soal sampah, soal pencemaran udara, tetapi harus mengetahui akar permasalahannya masing-masing secara tepat.

Persoalan lingkungan harus dipecahkan secara multidimensi. Bukan hanya dari dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial-budaya semata, sesuai dengan asas pembangunan berkelanjutan, tetapi juga harus mencakup dimensi spiritual. Karena pada dasarnya inilah ukuran-ukuran kesejahteraan secara lengkap.

Krisis ekologi
Planet bumi ini sedang menderita sakit, kurus, dan terancam kehancuran. Inilah masalah besar yang bersifat global yang dihadapi umat manusia, dikenal sebagai krisis ekologi. Krisis ekologi ini berakar dari sikap manusia yang kurang memperhatikan norma-norma lingkungannya. Mereka memandang sumberdaya alam tidak ada batasnya. Padahal, kenyataannya, sumberdaya alam apapun sangat terbatas. Mereka beranggapan dapat bebas mengeksploitasi, tanpa memikirkan daya dukungnya.

Jika sepakat bahwa kondisi lingkungan kita semakin kritis, maka sudah perlu penanganan dan perhatian khusus. Di samping terus menghargai tumbuhnya para peduli lingkungan dengan berbagai kegiatan memengaruhi pengambil kebijakan agar mereformasi berbagai aturan dan institusi bagi terselenggaranya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara bertanggung jawab dan berkeadilan. Kita berharap banyak agar warna kabinet SBY semakin berwawasan lingkungan.

Pada level global, gerakan lingkungan hidup dunia semakin mendapat dukungan kuat dari para ahli filsafat dan agamawan. Mereka menghendaki diterapkannya filosofi ekologi baru yang berlandaskan intelektual dan spiritual. Melalui cara ini, diharapkan umat manusia secara langsung akan dapat mengerem cara hidupnya yang merusak dan mengubahnya menjadi cara hidup yang menghargai alam. Sehingga diharapkan akan dapat menyelamatkan bumi kita dari malapetaka kehancuran.

Pergerakan ekologi baru yang kemudian dikenal sebagai deep ecology ini diungkap oleh Arne Naess (1973) dalam artikelnya yang terkenal The Shallow and the Deep, Long-Range Ecology Movement. Sebagai inti demokrasi dari semua kehidupan di muka bumi, tujuannya tidak hanya untuk stabilisasi kehidupan manusia, tapi juga agar manusia dapat hidup berdampingan secara damai dengan isi alam. Manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini tidak lagi harus egois untuk menguasai alam, tetapi juga mengedepankan nilai dan etika menjaga isi alam jagat raya ini sebagai suatu amanah.

Prinsip dasarnya apakah perilaku manusia dapat diarahkan untuk menggunakan etika lingkungan? Walaupun disadari akan sulit, harus dapat mendorong berkembangnya politik lingkungan dalam sistem pemerintahan dan kehidupan mayarakatnya. Umat manusia harus segera meninggalkan jauh-jauh prinsip hidupnya yang memandang alam hanya sebagai obyek, yang berguna untuk memenuhi kebutuhan material saja. Mereka kurang berpikir dampaknya yang sangat merugikan bagi keberlanjutan kehidupan bumi.

Banyak ilmu yang berkembang dan telah menjadi salah satu sebab manusia-manusia menjadi egois, terkotak-kotak, dan merasa pandai sendiri. Akibatnya, kerusakan lingkungan semakin jelas: 12 persen spesies mamalia, 11 persen spesies burung, empat persen spesies ikan dan reptil dunia, hampir punah. Selain itu, 5-10 persen terumbu karang dunia rusak, 50 persen mangrove dunia hancur, 34 persen pantai rusak, dan stok ikan dunia menurun 25 persen.

Harimau loreng Bali dan harimau loreng Jawa pun sudah punah dan hampir separuh lahan Indonesia mengalami kerusakan. Angka deforestasi terus meningkat, banyak yang menyebut sudah mencapai 3,5 juta hektare per tahun. Etika deep ecology harus segera diterapkan bagi kepentingan perlindungan isi alam semesta. Untuk itu diperlukan kapasitas untuk: Pertama, menghancurkan monopoli dan diperlukannya legitimasi oleh sains dan teknologi yang rasional. Kedua, mengintegrasikan teknik, politik, dan etika secara rasional dalam pengambilan kebijakan, melalui sistem interaksi yang saling menguntungkan. Ketiga, menyeimbangkan kepentingan ekologi, sosial-ekonomi, dan spiritual.

Kegiatan nyata
Bagi Indonesia, kita sekarang tidak perlu lagi banyak berdebat, karena secara teori sudah cukup. Ke depan, yang diperlukan adalah kegiatan nyata yang langsung dapat dirasakan bagi perbaikan lingkungan yang rusak. Misalnya hutan-hutan lindung yang rusak, revegetasi lahan bekas tambang, serta menghijaukan sempadan-sempadan danau, sungai, dan pantai. Semuanya ini merupakan jantung-jantung ekosistem kehidupan yang harus segera terselamatkan.

Dalam rangka mengimplementasikan etika deep ecology ini, diperlukan strategi yang tepat. Dan harus pula dimengerti bahwa dalam pelaksanaannya diperlukan waktu yang cukup lama, sehingga perlu kesabaran untuk mengubah perilaku manusia

Program-program lingkungan harus menjadi program bersama para pihak. Semua itu harus pula mendapat dukungan yang serius dari para elite politik di Senayan. Program lingkungan ini harus didukung oleh suatu gerakan masyarakat yang konsisten dan memiliki kemampuan kuat untuk memengaruhi warna kebijakan-kebijakan pemerintah yang berwawasan lingkungan.

Bahkan, di Eropa telah berkembang gerakan politik yang menggunakan platform lingkungan hidup. Misalnya, gerakan partai politik hijau di Jerman Barat, telah mencapai berbagai keunggulan setelah menerapkan prinsip deep ecology. Gerakan politik hijau ini kemudian menyebar secara luas ke berbagai negara seperti Inggris, Belgia, dan Australia.

Maka sangatlah wajar, jika semaraknya era perpolitikan di negeri kita mendatang sebaiknya diwarnai dengan platform partai hijau. Jika saja gerakan partai politik di Indonesia dari sekarang juga dapat mengembangkan platformnya ke arah deep ecology, tentu akan memiliki potensi yang sangat kuat bagi reformasi dan perbaikan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup Indonesia.

Jika perpolitikan kita sudah mampu tumbuh secara konsisten bagi terjaminnya lingkungan hidup yang sehat, maka bangsa Indonesia menjadi kuat dalam menghadapi kekayaan sumberdaya alam yang semakin tipis dan harus dihemat. Berarti, teknologi lingkungan pun harus pula dikembangkan dalam rangka meningkatkan nilai tambah sumberdaya alam dan lingkungannya. Semuanya dikemas dalam satu persepsi yang sama demi terwujudnya keadilan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi kerakyatan secara tepat. Pada gilirannya partai politik Indonesia juga akan dapat menjadi kendaraan untuk mencapai tujuan pembangunan berwawasan lingkungan. Syaratnya harus segera mengubah praktik-praktik yang salah dalam memperlakukan sumberdaya alam dan lingkungannya. Semuanya ini akan dapat berhasil jika para pimpinan partai politik baik di pusat maupun di daerah, mampu bertindak sebagai pelopor gerakan konservasi sumberdaya alam lingkungan hidup.

oleh : Hadi S Alikodra
Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB

Ikhtisar
* Program-program lingkungan harus menjadi program bersama para pihak, termasuk elite partai politik.
* Di Eropa telah berkembang gerakan politik yang menggunakan platform lingkungan hidup. Misalnya, gerakan partai politik hijau di Jerman Barat, telah mencapai berbagai keunggulan setelah menerapkan prinsip deep ecology.
* Gerakan politik hijau ini kemudian menyebar secara luas ke berbagai negara seperti Inggris, Belgia, dan Australia.
* Jika semaraknya era perpolitikan di negeri ini diwarnai platform partai hijau dan mengembangkan platformnya ke arah deep ecology, akan memiliki potensi yang sangat kuat bagi reformasi dan perbaikan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup Indonesia.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home