| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Sunday, April 09, 2006,12:33 AM

Signifikansi Peringatan Maulid

Abd A’la

Beberapa waktu lalu, sebagian umat Islam dibuat geger saat Rasulullah dikarikaturkan sebagai teroris. Unjuk rasa marak di mana-mana, memprotes ulah nakal yang dianggap melecehkan agama.

Persoalan yang kemudian mengedepan terletak pada sikap yang tampaknya hanya sebatas marah, protes, bahkan sebagian cenderung mengarah kepada tindakan destruktif. Unjuk rasa itu wajar, sebagai ejawantah aspirasi, dilakukan dengan cara-cara damai. Namun, jika sudah mengarah ke anarkisme, persoalannya menjadi lain.

Demikian pula jika umat Islam sekadar sibuk dengan sebatas protes, tanpa ada kearifan untuk membuat agenda strategis ke depan. Mereka tidak akan menggapai keuntungan apa-apa, justru sebaliknya, bisa-bisa hanya menelan kerugian.

Refleksi diri

Ada beberapa kemungkinan yang mendasari munculnya karikatur yang mengolok-olok simbol agama Islam itu.

Pertama, kesengajaan kelompok tertentu untuk memancing kemarahan sehingga umat Islam sibuk dengan sikap reaktif dan lupa terhadap persoalan dasar yang mereka hadapi.

Kedua, ketidaktahuan sebagian masyarakat Barat mengenai Islam dan ajarannya. Menguatnya puritanisme yang kurang menghargai keragaman serta menyebarnya aksi-aksi teroristik, yang kebetulan dimotori orang Islam dan dilakukan kelompok-kelompok tertentu yang Muslim, menjadikan sebagian orang dan masyarakat Barat mengidentikkan Islam dengan terorisme.

Terlepas dari motif yang melatarbelakangi, umat Islam sepantasnya tidak perlu bersikap reaktif atas pembuatan karikatur itu. Sebab, reaksi tidak akan pernah menyelesaikan persoalan. Alih-alih menyelesaikan, justru hal itu bisa menimbulkan persoalan baru yang lebih serius.

Dalam menyikapi persoalan semacam itu, umat Islam perlu lebih mengedepankan respons kritis dan kreatif. Mereka perlu menyadari, adanya Islam dan umatnya yang sering menjadi bahan olok-olok dan sejenisnya tidak bisa dilepaskan dari kondisi umat Islam yang kini ada dalam posisi pinggiran dalam nyaris seluruh dimensi kehidupannya.

Umat Islam jangan sampai larut dalam dekapan emosional yang rendah. Daripada sibuk diperbudak amarah, sebaiknya melakukan refleksi diri untuk merajut masa depan yang lebih baik.

Umat Islam dituntut membangun peradaban yang mampu berdiri sejajar sekaligus bersanding secara kritis dengan peradaban dunia lain.

Belajar dari Rasulullah

Dalam konteks itu, keberhasilan Rasulullah Muhammad SAW dalam mengantar umatnya meraih kejayaan kehidupan perlu dijadikan rujukan utama. Sejarah menunjukkan, dalam waktu hanya sekitar dua belas tahun, Nabi berhasil mengubah kehidupan sosial masyarakat Arab yang primordial-sektarianistik dengan savage ethic-nya menjadi masyarakat yang berlandaskan persaudaraan universal, dan bermoral perennial. Dari masyarakat yang amat membanggakan garis keturunan dan darah biru menjadi masyarakat yang egalitarian.

Kenyataan sejarah menunjukkan keberhasilan Nabi itu senyatanya tidak dapat dilepaskan dari keimanan Rasulullah yang bersifat aksi. Agama diyakini sebagai sumber etika-moral yang harus dilabuhkan ke dalam realitas. Kesaksiannya tentang monoteisme mengantar Nabi kepada penyikapan terhadap seluruh umat manusia sebagai makhluk Tuhan yang setara yang harus diperlakukan berdasar nilai-nilai kesetaraan itu.

Dengan pola semacam itu pula Rasulullah menyikapi dan melaksanakan ibadah-ritualistik. Ia melakukannya sebagai proses dialog intens dengan sang Khalik untuk mahasabah dan memperkaya spiritualitas, yang pada gilirannya diejawantahkan ke ruang publik dalam bentuk pengembangan moralitas sosial yang luhur.

Bagi Rasulullah, Islam harus menjadi nilai-nilai transformatif yang dapat mengantar manusia kepada pencerahan bagi dirinya dan manusia lain. Pencerahan yang harus diusung ke ruang publik; dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.

Tidak berlebihan jika Hodgson (1974) menyatakan, Muhammad insisted on the moral responsibility of human being.... The cosmos of the Qur’an was intensely human and even social.

Berdasarkan ajaran itu, struktur sosial, budaya, politik, dan sebagainya dibenahi. Rasulullah bukan hanya berkutat di tataran wacana, tetapi ia sekaligus terlibat dalam aksi nyata.

Nabi menjelaskan signifikansi egalitarianisme, keadilan, dan nilai-nilai sejenis, serta pada saat sama ia sendiri melaksanakan nilai-nilai itu, termasuk memberlakukannya terhadap diri sendiri. Di atas nilai-nilai itu, umat Islam membangun peradaban, mengembangkan sains dalam berbagai disiplin, dan teknologi yang berorientasi kepada kesejahteraan kehidupan.

Di bawah kepemimpinan Rasulullah dan para khalifah awal yang meneruskannya, umat Islam berkembang secara relatif (untuk ukuran zamannya) sebagai—meminjam penjelasan Barry Knight et al (2002)—good society; suatu masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka yang bersifat ekonomi, fisik, dan keamanan; dapat mengembangkan asosiasi di antara mereka, dan bisa berpartisipasi (aktif) dalam mengurus masyarakat.

Meneladani

Umat Islam dituntut untuk meneladani Rasulullah melalui pendekatan semiotis-hermeneutik. Mereka niscaya menguak substansi nilai yang dikembangkan Nabi dan inti tindakan yang dilakukannya. Nilai dan tindakan itu lalu dikontekstualisasikan ke dalam kondisi kekinian dengan pola dan bentuk yang bisa berbeda. Pada saat yang sama, umat Islam perlu mengembangkan dialog keterbukaan yang lebih intens dan tulus dengan dunia Barat sehingga prakonsepsi dan sikap apriori yang masih ada pada masing-masing dapat dihilangkan, dan kesepahaman serta mutual-respect dibangun dengan kokoh.

Dalam kerangka itu terletak signifikansi peringatan Maulid Rasulullah Muhammad SAW. Kita perlu menjadikan peringatan maulid dan peringatan keagamaan lain sebagai wahana reflektif untuk pengayaan spiritual, peningkatan kecerdasan emosional, dan untuk memperbaiki diri secara berkelanjutan.

Dengan demikian, peringatan Maulid Nabi dan sejenisnya tidak akan terjebak ke dalam acara seremonial yang terus berulang tanpa berimplikasi pada terjadinya perubahan fundamental bagi keberagamaan umat.

Abd A’la
Pengajar Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home