| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Friday, April 07, 2006,11:37 AM

Pengusaha dan Buruh ke Istana

Sebaiknya Hapus Biaya Tinggi Dulu

Jakarta, Kompas - Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengundang beberapa perwakilan serikat buruh, pihak Kamar Dagang dan Industri, serta Asosiasi Pengusaha Indonesia untuk bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pertemuan akan diselenggarakan di Istana Negara hari Jumat (7/4) ini pukul 14.00.

Rencana pertemuan itu diungkapkan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja Muzni Tambusai, Ketua Hubungan Industrial dan Advokasi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hasanuddin Rachman, dan Ketua Umum Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Rekson Silaban, Kamis (6/4) di Jakarta.

”Pak Menteri mengundang serikat-serikat buruh untuk bertemu Presiden,” kata Muzni.

Menurut Muzni, kemungkinan Presiden akan memperlihatkan dan menjelaskan berbagai permasalahan nasional. ”Dengan demikian, semua pihak bisa memahami dan terus menjaga kebersamaan,” katanya.

Dengan pertemuan itu, kata Muzni, diharapkan Presiden memperoleh masukan langsung dari serikat buruh. Namun, pertemuan itu tidak akan secara spesifik membahas substansi atau masalah draf revisi Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diprotes kalangan buruh dengan unjuk rasa besar-besaran.

”Kalau diminta, kami juga akan memberi masukan langsung kepada Presiden,” kata Rekson Silaban, yang mengaku telah diundang Mennakertrans untuk ikut dalam pertemuan itu. Namun, ia belum tahu apa yang akan dibicarakan.

”Kami dari Apindo dan Kadin pun diundang,” kata Hasanuddin.

Pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) dan Apindo yang direncanakan hadir, kata Hasanuddin, antara lain Ketua Umum Kadin MS Hidayat, Ketua Umum Gabungan Elektronika Rachmat Gobel, Sekretaris Jenderal Apindo Djimanto, dan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Mintardjo Halim.

Menurut Hasanuddin, revisi UU No 13/2003 sebenarnya sudah menjadi rekomendasi Konferensi Tripartit Nasional pada 19 Januari 2005. Jika ada keberatan, hal tersebut dibicarakan kembali. ”Daripada ribut terus, lebih baik kita mulai dari nol lagi. Pengusaha menyampaikan masukan. Serikat buruh juga mengajukan masukan. Nanti dibicarakan lagi bersama-sama,” katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengatakan, titik temu antara pemerintah, asosiasi pengusaha, dan buruh haruslah segera diformulasikan secara tegas dan jelas supaya kegiatan industri tidak terganggu. Gelombang unjuk rasa akan berhenti dengan sendirinya jika titik temu yang merangkum segala aspirasi unsur tripartit itu terungkap secara jelas.

”Hingga hari ini sudah ada pabrik tekstil di Jawa Barat yang dilaporkan tutup untuk sementara waktu. Soalnya, hampir sebagian besar buruh mereka berunjuk rasa ke Jakarta,” tutur Fahmi setelah membuka rapat kerja Departemen Perindustrian.

Fahmi memperkirakan gelombang unjuk rasa buruh masih akan terjadi, bahkan dalam skala yang lebih besar pada 1 Mei 2006. ”Unjuk rasa dalam kurun waktu yang panjang dan melibatkan para pekerja bakal berdampak pada produktivitas industri,” katanya.

Fahmi yakin pertemuan Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan perwakilan buruh, Rabu lalu, sebetulnya sudah ada sedikit titik temu. Kini, tinggal rumusannya yang harus disepakati.

Perlu dialog

Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Mesang menyatakan, sejak awal pemerintah seharusnya meminta masukan dan usulan revisi UU No 13/2003 kepada serikat buruh dan pelaku usaha. ”Yang terjadi, pemerintah menyampaikan drafnya langsung. Serikat buruh tidak setuju sehingga ribut,” katanya.

Oleh karena itu, perlu ada dialog dan pembahasan antara stakeholders agar produk revisi UU tersebut benar-benar memberi manfaat bagi semua pihak dan kondisi perekonomian nasional.

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR, Chairul Anwar, mengatakan, fraksinya telah berdiskusi dengan sejumlah serikat pekerja dan dapat memahami keberatan pekerja. Mempertimbangkan gelombang penolakan yang sudah demikian besar, Chairul menyarankan pemerintah menunda pengajuan revisi UU tersebut.

”Revisi UU Ketenagakerjaan memang dimasukkan dalam Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi yang diluncurkan pemerintah. Berkaitan dengan itu, alangkah bijaksana jika pemerintah tidak menomorsatukan revisi UU Ketenagakerjaan, tetapi mendahulukan penghapusan ekonomi biaya tinggi,” kata Chairul.

Salah satu penyebab terbentuknya ekonomi biaya tinggi, menurut Chairul, berkait dengan kinerja birokrasi. Setelah merampungkan masalah disinsentif investasi yang berkaitan dengan kinerja birokrasi barulah pemerintah meninjau kembali UU Ketenagakerjaan.

Pendapat senada dikemukakan Rudianto dari Fraksi PDI Perjuangan. Daripada mengubah UU Ketenagakerjaan dengan tujuan menarik investor, lebih baik pemerintah berupaya menghapuskan pungutan liar, mempercepat proses perizinan investasi yang menimbulkan biaya tinggi, serta memberikan insentif pajak kepada investor.

Unjuk rasa di Palembang

Di Palembang, kemarin, lebih dari 1.000 buruh dari berbagai elemen pekerja di Sumatera Selatan berunjuk rasa menolak rencana pemerintah merevisi UU Ketenagakerjaan. Mereka menilai revisi UU itu hanya menguntungkan pengusaha, sekaligus mempreteli hak-hak buruh yang sudah minim.

”Kami tunggu perkembangan sampai 1 Mei. Jika pemerintah tetap ngotot merevisi UU Nomor 13, kami akan mogok nasional,” kata Hefri Yadi, Koordinator Aksi dari Forum Komunikasi Buruh Bersatu Sumsel.

Sejumlah organisasi serikat pekerja (SP) di Jawa Tengah juga menyatakan akan berunjuk rasa besar-besaran pada 12 April 2006. Bila tak ada respons dari pemerintah pusat atas tuntutannya, SP-SP menyerukan mogok kerja massal tanggal 2 Mei 2006.

Sementara itu, Wakil Ketua Apindo Jawa Tengah Frans Kongi mendukung revisi UU Ketenagakerjaan karena dinilai lebih pro-investasi. Kondisi ini sangat penting menumbuhkan lapangan kerja baru guna menekan angka pengangguran.(Fer/osa/IAM/HAN/AND/JOS)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home