| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Friday, April 07, 2006,11:40 AM

Pemerintah Harus Punya Komitmen dan Konsistensi

Jakarta, Kompas - Pemerintah dinilai kurang serius dalam menangani kasus flu burung, padahal kini Indonesia dalam bayang-bayang pandemi flu burung. Untuk itu, ke depan, pemerintah harus mempunyai komitmen kuat dan konsisten dalam mengatasi permasalahan ini agar tidak jatuh lebih banyak korban lagi.

Penilaian itu dinyatakan Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Mar’ie Muhammad, Kamis (6/4) di Jakarta. Mar’ie juga duduk sebagai anggota Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI).

”Kami harus menunggu keppres (tentang Komnas FBPI) itu tiga bulan. Apakah demikian sibuknya pemerintah ini sehingga untuk mengeluarkan satu keppres demikian lama. Padahal, tanpa payung keppres ini kami sulit bergerak,” kata Mar’ie Muhammad. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pembentukan Komnas FBPI ini baru ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 13 Maret 2006.

Menurut Mar’ie, dengan payung Keppres bagi Komnas FBPI, belum tentu semua jajaran pemerintah dan berbagai unsur masyarakat bisa bekerja sama sebagai ”orkestra” besar dalam mengatasi masalah ini. ”Bagaimanapun, tetap saja dirigennya atau pemimpinnya adalah pemerintah, yang dalam hal ini Menko Kesra,” katanya.

Selama ini penanganan kasus yang lain juga dinilai kurang serius. Kalaupun serius, hal itu berlangsung tidak lama. Begitu muncul satu kasus baru, kasus yang lama atau sedang ditangani akan menguap begitu saja. Tak ada program yang konsisten dan berkelanjutan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang selama ini membelit kita. Akhirnya, kita akan terus berputar di persoalan yang sama dan tidak ada kemajuan yang berarti.

”Kita perlu tindakan yang konsisten. Dan, konsistensi itu harus ditunjukkan oleh pemimpin. Pemimpin itu tidak hanya pemerintah, tetapi juga tokoh masyarakat,” kata Mar’ie.

Waspadai ancaman pandemi

Mar’ie juga mengingatkan, jika kita tak serius menangani penyebaran virus H5N1, tidak tertutup kemungkinan pandemi akan terjadi. Jika hal ini yang terjadi, peristiwa pandemi flu Spanyol pada tahun 1918-1919 bisa terulang. Pandemi ini membawa korban sekitar 90 juta orang.

Pada kasus flu burung sekarang, media penularan penyakit ini hampir tidak terbatas. Meskipun hingga saat ini yang terdeteksi sebagai sumber penularan baru unggas ke unggas dan unggas ke manusia, ada kemungkinan besar virus flu burung telah berjangkit ke hewan menyusui (mamalia), seperti babi dan kucing. ”Otoritas resmi dalam bidang kesehatan hewan harus secepatnya meneliti kemungkinan penularan unggas ke kelompok binatang menyusui,” kata Mar’ie.

Mar’ie juga mengingatkan bahwa flu burung adalah penyakit lingkungan. Jadi, katanya, kebersihan lingkungan sangat menentukan besarnya risiko penularan. Diperkirakan, pada saat ini ada sekitar 20 juta-30 juta keluarga yang memelihara berbagai unggas, baik yang dikandangkan maupun tidak dikandangkan.

Mengingat kesehatan lingkungan yang buruk, kepadatan penduduk khususnya di Pulau Jawa, kebiasaan hidup sehari-hari penduduk yang mendorong penularan, serta persediaan vaksin dan obat yang sangat terbatas, Indonesia harus mewaspadai pandemi. Untuk ukuran Indonesia, jika penularan telah berjangkit dari manusia ke manusia, serta telah terjadi wabah antarkabupaten/kota, serta antarprovinsi, keadaan itu telah dapat disamakan dengan status pandemi.

Jika kasus penularan flu burung dari manusia ke manusia telah terjadi di Indonesia, seluruh wilayah Indonesia dapat dikenakan status karantina. Konsekuensinya, mereka yang tinggal di Indonesia tidak boleh keluar dan orang luar tidak boleh masuk Indonesia.

”Akibatnya, Indonesia akan terisolasi secara total dari dunia luar,” kata Mar’ie. (lok)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home