| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Sunday, April 09, 2006,12:12 AM

Eksekusi Mati

Presiden: Tegakkan Hukum Seadil-adilnya


Jakarta, Kompas - Dalam kasus tiga terpidana mati perkara kerusuhan Poso—Fabianus Tibo, Marinus Riwu, dan Dominggus da Silva—Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan agar hukum ditegakkan seadil-adilnya dan meminta aparat hukum menindaklanjuti sesuai porsi teknis yang harus dilakukan dalam pelaksanaan eksekusi.

"Pada dasarnya keseluruhan proses hukum itu, baik pelaksanaan pengadilan, upaya hukum, sampai peninjauan kembali, penggunaan hak grasi sudah tuntas. Tidak ada hal-hal yang menjadi kendala hukum dalam pelaksanaan itu. Penjabaran instruksi Presiden untuk menegakkan hukum seadil-adilnya saya kira sudah ada di aparat," kata Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (7/4).

Sebelum menggelar jumpa pers, Widodo didampingi, antara lain, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh dan Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Sutanto. Bersama Presiden, ketiga pejabat ini memaparkan kondisi politik, hukum, dan keamanan nasional, khususnya kasus tiga terpidana mati kerusuhan Poso.

Widodo mengemukakan, keseluruhan proses hukum tiga terpidana mati itu sudah tuntas. Bersama Presiden dibahas juga masalah tiga terpidana mati kasus terorisme, yaitu Imam Samudra, Amrozi, dan Ali Gufron. Peninjauan kembali kasus tiga terpidana mati bom Bali ini tidak diajukan karena pada dasarnya keputusan pengadilan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Permohonan grasi untuk mereka juga belum diterima Presiden.

Dengan kepastian akan dilaksanakannya eksekusi terhadap tiga terpidana mati kasus Poso, permohonan grasi mereka yang kedua ditolak. "Keputusan Presiden dalam penolakan grasi itu mendengarkan dan memerhatikan pertimbangan, pandangan, dan pendapat Mahkamah Agung sesuai dengan undang-undang," ujar Widodo.

Di Kejaksaan Agung, Jumat, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh bersama seluruh jaksa agung muda menggelar jumpa pers. Dalam jumpa pers, Jaksa Agung menegaskan, saat ini proses persiapan eksekusi ketiga terpidana mati terus berlangsung. "Kejaksaan dan kepolisian sedang melakukan tahapan proses eksekusi. Saat ini proses sedang berjalan," kata Jaksa Agung.

Ia tidak bersedia menyebutkan kapan eksekusi itu akan dilakukan, termasuk batasan waktunya. "Saya tidak pernah memberikan deadline karena itu rahasia. Kalau saya sampaikan, nanti pasti ditanya lagi," tuturnya.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Prasetyo mengemukakan, anggapan yang menyatakan kejaksaan berkeras melaksanakan eksekusi atas Tibo dan kawan-kawan (dkk) tidak benar. "Eksekusi dilakukan karena semua proses hukum sudah dipenuhi," ujarnya.

Menurut Prasetyo, hukuman mati bagi perkara kerusuhan Poso dan perkara peledakan bom di Bali tidak dapat dibandingkan. "Untuk Tibo, aspek hukumnya sudah selesai, tinggal aspek teknis. Untuk Amrozi dkk, aspek hukumnya belum selesai," tutur Prasetyo.

Sementara itu, lima pemuka agama, yaitu KH Abdurrahman Wahid, Julius Kardinal Darmaatmadja, Pendeta Andreas A Yewangoe, Bhikku Dharmavimala, dan Ws Budi S Tanuwibowo, dalam suratnya kepada Presiden mengajukan permohonan penundaan eksekusi terhadap Tibo dan kawan-kawan.

Mereka mengusulkan penundaan eksekusi. Pertimbangan mereka, pertama, alasan kemanusiaan mengingat ketiga terpidana mati itu masih mempunyai hak menunggu dua tahun mengajukan grasi kembali sesuai ketentuan perundang-undangan.

Kedua, untuk menjaga kerukunan di wilayah Poso dan sekitarnya agar proses rekonsiliasi dapat berjalan lancar dan tidak dirusak oleh dendam yang saat ini masih dirasakan para korban kekerasan tersebut.

Ketiga, keputusan pemerintah yang terkesan tergesa-gesa akan menimbulkan pertanyaan besar.

Keempat, demi terciptanya suasana adil dan damai di Poso dan Palu, ke-3 terpidana mati itu sebaiknya dipindah ke tempat lain.

Harris Hutabarat, salah seorang penasihat hukum Tibo dkk dari Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, mengatakan, Padma akan mengajukan nota pembelaan ke Mahkamah Internasional di Geneva. Mahkamah Internasional dianggap perlu menangani kasus Tibo dan kawan-kawan karena Pemerintah Indonesia dinilai tidak lagi mampu memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, yaitu dengan menghukum mati orang yang tidak bersalah. (INU/JOS/IDR/REI)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home