| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Sunday, April 02, 2006,12:42 PM

Presiden: Buruh Bukan Hanya Faktor Produksi

Revisi UU Harus Menangkan Pengusaha dan Buruh

Jakarta, Kompas - Presiden Yudhoyono meminta pengusaha tidak menjadikan buruh hanya sebagai alat produksi, efisiensi, dan penarik investasi. Buruh harus dilihat sebagai karyawan yang dapat meningkatkan produktivitas, selanjutnya pertumbuhan perusahaan, dan berhak memperoleh kesejahteraan layak.

"Oleh karena itu, revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, selain di satu sisi harus dapat meningkatkan pelayanan dan hak-hak karyawan, juga harus dapat meningkatkan di sisi lainnya pertumbuhan dan kemajuan perusahaan," kata Presiden Yudhoyono ketika menjawab pertanyaan salah seorang pengusaha dalam kuliah umum (stadium generale) pada program pascasarjana manajemen dan bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB), Sabtu (1/4) di Jakarta.

Kuliah umum itu disampaikan Presiden berkaitan dengan acara peluncuran dan pelepasan lulusan program tersebut. Acara itu dihadiri Rektor IPB Ahmad Ansori Mattjik, Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah, sejumlah menteri, pejabat daerah, serta seluruh guru besar IPB dan wisudawan.

"Dengan demikian, revisi undang-undang tersebut bukan hanya menjadikan pihak pengusaha saja yang menang, akan tetapi juga buruh. Keseluruhan faktor inilah yang akan memajukan sebuah bangsa," ujar Yudhoyono menjelaskan.

Dalam kuliah umum itu, Presiden menjelaskan isi makalahnya hampir 1,5 jam yang berjudul Peningkatan Daya Saing Bisnis dan Iklim Investasi pada Era Transisi Demokrasi.

"Kita tidak boleh meletakkan buruh sebagai faktor produksi, efisiensi, serta penarik investasi saja. Karena itu harus dipastikan bahwa revisi undang-undang dan regulasi tenaga kerja, buruh sebagai karyawan harus mendapatkan penghasilan yang layak sesuai dengan apa yang dilakukannya. Dalam model ekonomi, upah riil itu harus sesuai dengan produktivitas," demikian kata Yudhoyono.

Sama dengan China

Menurut Presiden, pemerintah sama sekali tidak menginginkan upah buruh sama rendahnya dengan upah buruh di Vietnam. "Tidak ada keinginan kita, buruhnya itu seperti buruh pabrik sepatu yang harus murah seperti di Vietnam. Akan tetapi, harus sama dengan China. Kita harus pastikan buruh dapatkan pelayanan dan hak-haknya sejalan dengan semakin meningkatnya perusahaan sehingga kesejahteraan juga semakin meningkat," Presiden menjelaskan.

Presiden sebelumnya membandingkan tingkat efisiensi upah, suku bunga, dan produktivitas buruh sepatu di Indonesia, Vietnam, dan China.

Dalam hal upah, lanjut Presiden, buruh Indonesia mendapat upah sebesar 90 dollar AS per bulan, Vietnam 70 dollar AS per bulan, dan buruh China 90 dollar AS per bulan.

"Dengan demikian, karyawan menang. Supaya karyawan dan buruh itu lebih menang lagi, maka perusahaan harus tumbuh. Karena itu, diperlukan buruh yang sudah diperhatikan kesejahteraannya itu harus lebih produktif, lebih efisien, dan disiplin. Nah, itu equal dengan upah riil itu. Tanggung jawab perusahaan adalah ketika semakin besar, besarnya perusahaan itu jangan digunakan untuk akumulasi modal, akan tetapi alirkan juga untuk kesejahteraan buruh," tutur Presiden.

Jika itu terjadi, tambah Presiden, akan terjadi satu hubungan yang baik antara manajemen dan perburuhan.

"Harapan saya, asosiasi, pimpinan perusahaan, dan pemerintah bisa bekerja sama untuk itu. Yang harus saya tidak lihat, ’wah ini gara-gara buruh upahnya tinggi, itu tidak menjadi kompetitif. Kalah dengan negara ini dan itu’. Itu sebetulnya bisa ditutup dengan peningkatan produktivitas," kata Presiden.

Harus seimbang

Secara terpisah di Bogor, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengemukakan, tujuan pemerintah mengamandemen UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan adalah untuk membuat pengusaha dan buruhnya harmonis, tanpa konflik, dalam cita-cita bersama mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Pemerintah tidak proburuh atau propengusaha.

"Tidak mungkin karyawan makmur apabila perusahaan tidak maju. Tidak pernah terjadi. Tidak mungkin perusahaan itu maju tanpa karyawan yang baik dan disiplin. Keseimbangan itu yang akan kita jalankan. Tidak ada pemerintah proburuh atau propengusaha. Kita ingin semuanya seimbang," ujar Kalla.

Amandeman UU No 13/2003, menurut Kalla, saat ini terus digodok.

"Intinya, pemerintah ingin menyusun undang-undang yang dapat mengantar kesejahteraan kepada tenaga kerja dan pada saat bersamaan perusahaan tidak terbebani terlalu tinggi," kata Wapres.

Demo

Demo menentang revisi undang-undang tersebut terus saja berlangsung hingga Sabtu kemarin. Ratusan buruh dari Jakarta Timur dan Jakarta Utara yang tergabung dalam Aliansi Buruh Menggugat menggelar unjuk rasa di dalam Kawasan Berikat Nusantara, Jalan Jawa, Cilincing, Jakarta Utara.

Sementara di Tangerang, ratusan buruh dari PT Han Chang yang berlokasi di Jatiuwung juga berunjuk rasa, meminta agar enam temannya yang dikenakan PHK perusahaan karena memperjuangkan seluruh buruh agar dicatatkan sebagai peserta jamsostek segera dipekerjakan kembali. (INU/har/cal/tri)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home