| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Wednesday, April 05, 2006,11:36 AM

Piagam ASEAN Sulit

Cara ASEAN Tidak Bisa Terus Dipertahankan, Perlu Aturan

Jakarta, kompas - Mandat yang diberikan para pemimpin ASEAN kepada Eminent Person Groups, serta kondisi ASEAN yang sangat beragam, membuat Proses penyusunan Piagam ASEAN tidak mudah.

Hal itu disampaikan Ali Alatas sebagai Eminent Person Groups (EPG) Indonesia ketika berbicara pada Diskusi Meja Bundar soal Piagam ASEAN, Selasa (4/4) di Jakarta.

Dari sisi mandat kepada EPG, para kepala negara ASEAN meminta konsep-konsep yang berani dan visioner. Akan tetapi di sisi lain juga diminta memberi masukan yang bisa dilaksanakan (practical).

”Di antara para EPG saja kami masih merundingkan, apakah kita akan membuat konsep-konsep yang bold and visionary dan menyerahkan penjabaran praktisnya kepada pemerintah, atau EPG sekalian juga membuat rekomendasi-rekomendasi praktis. Ini saja masih diperdebatkan,” jelasnya.

Ditambahkan, beragamnya latar belakang, pengetahuan, pengalaman, dan lainnya, dari 10 anggota EPG membuat pembahasan di tingkat EPG pun tidak mudah. Misalnya dalam soal sasaran dan prinsip-prinsip yang perlu tertuang dalam Piagam, di mana pandangan negara-negara ASEAN lama seperti Indonesia masih sulit diterima negara-negara anggota ASEAN yang baru.

”Misalnya penghormatan terhadap HAM, kebebasan, hak atas pembangunan. Lalu penolakan terhadap penggantian kekuasaan yang tidak konstitusional dan tidak demokratis,” papar Alatas.

Meski demikian, Alatas menegaskan bahwa Piagam ASEAN bukan merupakan gagasan yang muncul tiba-tiba. Gagasan itu muncul sejak tahun 1970-an, tetapi baru sekarang akan diwujudkan karena memang negara-negara ASEAN sudah merasa membutuhkannya agar ASEAN bisa menghadapi tantangan zaman.

Dewan Konsultatif ASEAN

Pembicara pada diskusi itu, Yusuf Wanandi dari CSIS, menyampaikan bahwa di kalangan para pemikir ASEAN ada sejumlah gagasan baru, antara lain ide pembentukan Dewan Konsultatif ASEAN sebagai pengganti ide Parlemen ASEAN yang belum mungkin diwujudkan. Ada juga gagasan ASEAN Court of Justice sebagai wadah penyelesaian hukum yang tidak perlu dibentuk secara permanen, melainkan atas kasus per kasus dengan persetujuan para pihak di ASEAN.

”Juga ada ide membuat suatu ASEAN Peace and Reconciliation Council yang merupakan Dewan Penasihat, memberikan sistem peringatan dini dan studi-studi yang diperlukan dalam rangka komunitas keamanan,” jelasnya.

Pembicara lain adalah Ketua Kelompok Kerja ASEAN untuk Mekanisme Hak Asasi Manusia Marzuki Darusman. Dia mengingatkan bahwa memberikan status legal kepada ASEAN melalui Piagam ASEAN berarti juga menjadikan ASEAN sebagai subyek dari hukum internasional.

Dia juga mengingatkan Piagam tidak hanya rumusan formalitas, tetapi harus mengandung kandungan praktisnya. Juga harus ada sisi checks and balances-nya.

Sedangkan Sutradara Gintings dari Komisi I DPR menekankan perlunya ada pemetaan hal apa saja yang menjadi kepentingan nasional yang tidak bisa diganggu gugat, dan apa yang bisa dipertemukan dengan kepentingan negara anggota ASEAN lainnya.

Di bidang sosial budaya, budayawan Mohamad Sobary menekankan perlunya dibuat Piagam Kebudayaan ASEAN untuk menjadi inspirasi bagi terwujudnya komunitas ASEAN. ASEAN juga perlu mempunyai mitos dan cita-cita untuk membangun identitas ASEAN. (OKI)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home