| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Tuesday, April 04, 2006,5:03 AM

RI-Australia;Perlu Dialog untuk Tata Ulang

Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai Indonesia dan Australia perlu melakukan dialog kembali untuk menata ulang kerangka kerja sama dan persahabatan yang bersifat strategis dan komprehensif.

"Ada keperluan bagi kedua pemerintah untuk melakukan dialog kembali, pertemuan-pertemuan diplomatik yang sungguh-sungguh dan intensif, untuk melihat kembali bagaimana sesungguhnya kerangka kerja sama dan persahabatan yang bersifat strategis dan komprehensif. Sekarang ini dan ke depan nanti, kita perlu melihat berbagai kesepakatan kedua negara," ujar Presiden dalam pernyataannya kepada pers di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (3/4).

Pascapemberian visa tinggal sementara kepada 42 warga Indonesia asal Papua pencari suaka di Australia, yang dinilai Pemerintah Indonesia tidak tepat, tidak realistis, dan sepihak, Presiden mengakui hubungan Indonesia dan Australia tengah memasuki masa sulit dan penuh tantangan. Namun, masa sulit dan tantangan itu dapat diatasi dan dicarikan solusinya apabila kedua negara memiliki niat baik, kejujuran, dan kesungguhan untuk menjalin persahabatan, kerja sama, dan kemitraan.

Mengenai apa yang akan dilihat dan ditinjau kembali, Presiden menyebut kerja sama di bidang migrasi ilegal rombongan orang yang akan ke Australia melalui Indonesia dan etika serta konsekuensi dukungan Australia terhadap kedaulatan Indonesia, termasuk dukungan dan penghormatan terhadap Papua.

"Dengan segala hormat dan terima kasih kepada Australia yang mendukung integritas teritorial kita, tentu harus dapat kita pastikan bahwa semua dukungan itu juga tercermin dalam sebuah implementasi yang tepat," ungkap Presiden.

Mengenai terbitnya karikatur yang menggambarkan dirinya tengah "menunggangi" orang Papua di The Week End Australian, sebetulnya Presiden tidak mau berkomentar. Namun, karena Perdana Menteri Australia John Howard dan banyak pihak sudah menyampaikan pandangan dan pendapatnya, Presiden akhirnya juga berkomentar.

"Saya menyesalkan dan prihatin atas penerbitan karikatur tentang saya yang tidak senonoh dan berbau pelecehan. Akan tetapi, saya ingin semua pihak menahan diri. Perang karikatur dan perang pernyataan bukanlah solusi," kata Presiden.

Dari Canberra, Pemerintah Australia sebagaimana disampaikan Wakil Perdana Menteri Mark Vaile, kemarin, menyatakan masih yakin atas peningkatan kembali hubungan dengan Indonesia meskipun Presiden RI menyampaikan mengenai perlunya mengkaji kembali hubungan dengan Australia.

"Kita telah melalui sangat banyak masalah selama bertahun- tahun dengan Indonesia. Saya tidak ragu bahwa hubungan (kedua negara) akan bisa mengatasi isu sekarang ini yang kami tengah upayakan," ujar Mark Vaile.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Alexander Downer menyatakan, kerja sama Australia dengan Indonesia dalam soal penyelundupan manusia akan tetap berjalan. "Kami sangat mendukung apa yang dikatakan (Presiden Yudhoyono) mengenai situasi hubungan bilateral kedua negara," kata juru bicara (jubir) Downer. Ditambahkan, pernyataan Presiden RI itu menjadikan kerja sama antara kedua negara jadi lebih penting lagi. "Pernyataannya hari ini (kemarin) menggarisbawahi betapa pentingnya bagi kita untuk meneruskan kerja sama," tutur jubir Downer.

Kedaulatan dan kehormatan

Presiden Yudhoyono menegaskan bahwa bagi Indonesia, pemberian visa yang mengarah ke suaka itu bukan sekadar pemberian suaka kepada pencari suaka. "Itu berkenaan dengan sesuatu yang sangat fundamental bagi negara Indonesia, yaitu kedaulatan dan kehormatan sebagai bangsa dan negara," ujarnya.

Menurut Presiden, banyak yang menaruh harapan atas makin baiknya hubungan bilateral Indonesia dan Australia. Untuk itu, Presiden minta kedua pemerintah duduk kembali memastikan kedua pihak memiliki niat baik, kejujuran, dan keterbukaan dalam melanjutkan kerja sama dan persahabatan.

Presiden menegaskan, Indonesia sangat ingin menjalin hubungan dan kerja sama dengan Australia dan juga negara-negara lain tanpa mengompromikan kedaulatan dan kehormatan Indonesia sebagai sebuah bangsa. "Indonesia tidak akan memberi toleransi apa pun terhadap elemen-elemen yang ada di negara mana pun, termasuk Australia, yang nyata-nyata memberikan dukungan dan bermain untuk sebuah gerakan separatis yang ada di Papua," ungkapnya.

Sementara itu Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto kemarin membantah keras tuduhan aparatnya bertanggung jawab atas pelarian 43 warga Indonesia asal Papua yang kemudian meminta suaka politik ke Australia.

Panglima TNI menegaskan, TNI sama sekali tidak pernah mengejar, meneror, atau bahkan menyiksa para warga Papua itu. Tindakan itu dinilainya malah akan menjadi sangat konyol untuk dilakukan, mengingat TNI sekarang tengah berbenah dan berupaya keras mereformasi diri.

"Tuduhan itu sama sekali tidak benar. Kami sama sekali tidak pernah mengeluarkan kebijakan seperti yang mereka tuduhkan. Hal itu cuma propaganda mereka, yang susahnya malah lebih dipercaya oleh pihak tertentu di Australia. Apa untungnya buat kami, sementara TNI tengah berada dalam proses memperbaiki diri," ujar Panglima TNI.

Dari Melbourne, Senin, dilaporkan, 42 warga asal Papua pencari suaka yang sudah diberi visa tinggal di Australia tiba di kota itu kemarin.

Juru bicara kelompok itu, Herman Wanggai (32), mengatakan, dirinya melarikan diri untuk menghindari hukuman di Papua. "Saya dan kawan-kawan datang ke Australia karena kami berada di bawah tekanan dari pemerintah militer Indonesia," katanya dalam jumpa pers.(AP/AFP/INU/DWA/OKI)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home