| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Tuesday, April 04, 2006,5:08 AM

Islam dan Barat Pasca-Blair

Zuhairi Misrawi

Tulisan Tony Blair di harian Kompas (29/3) menunjukkan komitmennya yang mendalam untuk mengakhiri benturan dan menggalakkan dialog peradaban yang konstruktif.

Menurut Blair, benturan terjadi bukan antar-agama, juga bukan antarperadaban, melainkan benturan antar-individu, antar- orang.

Pernyataan itu amat penting, relevan, dan mempunyai momentum yang tepat. Setidaknya, secara politis ada pergeseran sikap dari hegemonik dan totaliter menuju sikap moderat dan dialogis.

Sepertinya, Barat mulai belajar dari apa yang terjadi satu dasawarsa terakhir, bahwa benturan antarperadaban hanya menyisakan luka dan duka. Bahkan, benturan antarperadaban akan menyumbat reformasi dan modernisasi yang sebenarnya mulai tumbuh subur di pelbagai penjuru dunia, utamanya Dunia Ketiga.

Tidak monolitik

Sikap Blair juga mampu mematahkan sejumlah teori konspirasi yang biasa digunakan pelbagai pihak untuk selalu menganggap bahkan menuduh adanya kepentingan politik di balik menguatnya aroma benturan antarperadaban.

Di sini dapat diketahui, wajah politik Barat ternyata tidak monolitik. Wajah politik Barat terhadap Dunia Islam dan Dunia Ketiga telah menerbitkan babak baru relasi yang setara, sebagaimana disinggung Blair dalam tulisannya: berlandaskan asas kesamaan.

Poin penting yang perlu disikapi serius, Barat sedang melirik Indonesia sebagai bagian terpenting dari proses pemulihan hubungan Islam dan Barat serta demokratisasi.

Kunjungan Blair setidaknya menunjukkan Indonesia mempunyai potensi besar untuk memimpin dunia Islam, bahkan Dunia Ketiga untuk terwujudnya kehidupan yang demokratis, toleran, harmonis, dan pluralistik.

Kunjungan Blair ke Pesantren Darunnajah juga mempunyai arti penting, bahwa pesantren bukan institusi teroris. Pesantren adalah institusi keagamaan yang mengajarkan nilai dan wawasan keagamaan yang humanis dan toleran. Memang, dalam memahami Dunia Islam semestinya Barat lebih mengedepankan sikap empatik daripada kebencian yang berlandaskan tesa ideologis.

Babak baru

Dari poin inilah sebenarnya babak baru hubungan Islam dan Barat dapat dimulai, yaitu dalam rangka meneguhkan komitmen bersama dan menggali khazanah dari kedua pihak untuk konteks kemanusiaan, kedamaian, dan keadilan global.

Menurut Nashr Hamid Abu Zayd (2004), perjumpaan Islam dan Barat hanya pada ranah peradaban, sedangkan perjumpaan dalam ranah politik masih menimbulkan persoalan serius.

Dukungan kepada Israel yang terlalu kuat, eksploitasi kekayaan alam, dan pengerahan militer untuk perang merupakan hal-hal yang secara politis sama sekali tidak menguntungkan hubungan Islam dan Barat.

Akibatnya, premis-premis yang dipakai sebagian kalangan untuk memandang Barat selalu dimulai dari premis politik. Bahkan, premis politik sering menenggelamkan dialog antarperadaban yang sebenarnya sudah dimulai sejak zaman Yunani.

Karena itu, sikap politik yang moderat dan langkah-langkah menggalakkan dialog peradaban dapat memberi harapan bagi terwujudnya pemahaman dan persepsi yang baik tentang kedua pihak. Islam perlu memahami Barat dengan baik.

Sebaliknya, Barat perlu memahami Islam dengan baik pula. Kesimpulannya, masing-masing pihak harus bekerja keras menemukan pemahaman yang benar untuk tujuan kemanusiaan.

Babak baru ini harus disosialisasikan kepada komunitas masing-masing dengan baik. Kalangan muslim harus dengan tegas mengampanyekan perlunya toleransi dan pemahaman yang benar tentang Barat. Tempat ibadah dan organisasi keagamaan harus mengambil peran yang semestinya untuk mendorong toleransi terhadap the others.

Di lain pihak, Barat harus mampu memengaruhi para penentu kebijakan politik agar kebijakan penting yang menyangkut Dunia Ketiga, utamanya Dunia Islam, dapat dan harus mempertimbangkan relasi Islam dan Barat yang mulai membaik dan kondusif. Sebab, bila Barat salah lagi dalam mengambil kebijakan, dampaknya akan amat fatal bagi peradaban kemanusiaan.

Yang paling mutakhir, tentu saja, adalah soal kemenangan Hamas di Palestina, Barat harus konsisten dengan komitmen demokrasinya. Begitu halnya soal Irak.

Isu kemiskinan

Memang, kendala utama dalam membangun hubungan harmonis antara Islam dan Barat selalu dimulai dari adanya sikap- sikap totaliter dan imperalistik dari satu pihak ke pihak lain.

Ambisi sebuah negara untuk menguasai, bahkan mengeksploitasi, kekayaan negara lain merupakan tantangan amat serius. Karena dampak dari itu semua tidak terbantahkan, yaitu meluasnya kemiskinan dan ketidakadilan global. Karena itu, perlu ada perhatian lebih besar dan intens dari Barat perihal kemiskinan.

Jeffrey Sachs (2005) sebagai tokoh penting PBB dalam pengentasan kemiskinan meminta agar negara-negara maju, dalam hal ini Barat, dapat membantu negara-negara miskin: seperti peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, kualitas pendidikan, lingkungan yang bersih, dan tingkat kesejahteraan yang tinggi.

Pandangan ini penting sekali karena memapankan dan membiarkan kemiskinan merajalela berarti memapankan benturan, bahkan konflik sosial dan terorisme. Di sinilah, ada hal yang masih abu-abu dari kunjungan Blair dan komitmen Barat pada umumnya dalam rangka mewujudkan perekonomian yang kondusif bagi kesejahteraan sosial di Dunia Ketiga.

Sayang, pesan ini dilupakan pemuka agama dan tokoh yang berkesempatan bertemu dengan Blair di Istana Negara.

Karena itu, sebaiknya persoalan kemiskinan yang melanda negeri tercinta dapat menjadi agenda terpenting dari soal hubungan Islam dan Barat. Karena reformasi pemahaman tidaklah berdiri sendiri, tetapi amat terkait kesejahteraan sosial.

Bila soal kemiskinan ini tak dapat diatasi dengan baik, bangsa inipun terpenjara dalam kungkungan keterbelakangan dan kebodohan yang amat mudah menyulut sikap-sikap radikalistik terhadap the others, utamanya Barat.

Dengan demikian, pengentasan kemiskinan merupakan yang utama dan terutama sebelum melakukan dialog peradaban.

Zuhairi Misrawi
Direktur Eksekutif Center for Multiculturalism and Inter-Religions Studies (CMIS), Jakarta

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home