| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Tuesday, March 28, 2006,10:19 AM

Soal Anggaran Pendidikan

Mochtar Buchori

Keputusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara gugatan Persatuan Guru RI cum Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia terhadap pemerintah dan DPR tentang anggaran pendidikan tahun 2006 mencerminkan kearifan MK.

Di satu pihak, Mahkamah Konstitusi (MK) mengingatkan pemerintah dan DPR akan kewajiban konstitusionalnya untuk menyediakan anggaran pendidikan lebih dari 9,1 persen seperti telah diputuskan. Di lain pihak, mengingatkan para penggugat, APBN 2006 tidak dapat dibatalkan karena ada cacat pada mata anggaran pendidikan.

Masalah pokok pendidikan

Apa masalah pokok di balik soal anggaran pendidikan ini?

Menurut saya, tersedianya dana memadai untuk mengembangkan sistem pendidikan menjadi suatu sistem yang betul-betul akan mampu mencerdaskan kehidupan bangsa. Kehidupan berbangsa yang telah berjalan 60 tahun rasanya belum memperlihatkan kecerdasan yang merata dalam kehidupan berbangsa.

Dalam kehidupan berbangsa, kita menunjukkan sifat-sifat tidak cerdas. Pendidikan yang berlangsung selama 60 tahun dalam suasana kemerdekaan terasa tidak kian baik dan belum merata. Umumnya masyarakat berpendapat, segenap kekurangan ini disebabkan kecilnya anggaran pendidikan selama ini.

Kita pun tahu, tugas mengembangkan sistem pendidikan sampai taraf ideal tidak hanya memerlukan dana, tetapi juga pemikiran, memerlukan rencana pengembangan yang baik dan benar, yaitu rencana pengembangan yang bertolak dari kenyataan yang ada dan mengarah ke terciptanya situasi yang sesuai aspirasi kemerdekaan kita.

Menurut rancangan yang kita miliki selama ini, pengembangan sistem pendidikan harus menyentuh dua dimensi, yakni dimensi kuantitatif dan kualitatif.

Secara kuantitatif sistem pendidikan kita harus dapat menampung semua anak usia 6-14 tahun. Secara kualitatif sistem pendidikan kita harus memberi "pendidikan bermutu". Apa artinya?

Artinya, pendidikan kita harus membuat generasi muda mampu menyelesaikan aneka persoalan bangsa secara lebih baik daripada generasi sebelumnya. Jika kemampuan menyelesaikan masalah pada generasi penerus sama saja atau lebih buruk dari kemampuan generasi-generasi sebelumnya, ini berarti pendidikan nasional gagal melaksanakan tugas kebangsaannya.

Soalnya kini, bagaimana membawa sistem pendidikan dari kondisinya sekarang ini ke kondisi yang lebih dekat dengan yang diharapkan bersama? Pertanyaan ini harus dijawab dengan jelas dan rinci. Artinya, kita harus menyusun rencana pengembangan pendidikan dengan sasaran yang jelas. Rencana itu pun dikaji kembali dari waktu ke waktu. Jika rencana pengembangan pendidikan yang kita kembangkan pada suatu waktu cukup jelas, cukup rinci, dan cukup realistik, dana pendidikan yang tersedia akan dapat melahirkan hasil-hasil yang terasa. Tetapi, jika rencana yang kita punyai tidak jelas, tidak cukup rinci, dan tidak realistik, belum tentu dana pendidikan yang besar akan membawa perbaikan yang cukup terasa terhadap sistem pendidikan kita. Jadi, jika menuntut anggaran pendidikan sebesar minimal 20 persen dari APBN, sebaiknya kita punya rencana jelas apa yang akan diperbuat dengan dana itu.

Lebih kualitatif

Akhir-akhir ini ada kesan, pemerintah lebih mengutamakan pengembangan sistem pendidikan secara kualitatif daripada kuantitatif. Perhatian pemerintah terhadap perbaikan mutu pendidikan, termasuk perbaikan mutu guru, terasa cukup besar.

Sebaliknya, meningkatnya jumlah anak usia sekolah yang tidak mampu melanjutkan pendidikan formal tidak terasa mendapat perhatian sepadan dari Pemerintah. Masalah pendidikan alternatif, yaitu pendidikan untuk anak-anak yang tidak dapat mengikuti pendidikan formal di sekolah, menjadi lahan garapan masyarakat tanpa dukungan berarti dari pemerintah.

Ini sah-sah saja karena pemerintah berhak menetapkan prioritasnya. Persoalannya, sampai kapan kebijakan ini akan dipertahankan? Mulai kapan pengembangan kuantitatif sistem pendidikan akan ditangani sungguh-sungguh oleh pemerintah?

Membiarkan ketimpangan berlangsung tanpa batas waktu merupakan sikap tidak sehat. Karena jika pengembangan sekolah bermutu terus dipacu, sedangkan pengembangan pendidikan untuk anak miskin dibiarkan telantar, maka di masa depan akan terbentuk jurang sosial yang memisahkan mereka yang dibekali pendidikan bermutu dengan mereka yang bekal pendidikannya tidak memadai. Ini merupakan bom waktu.

Apa rencana kita untuk menghindari situasi eksplosif ini di masa depan? Mereka yang kini atas kesadaran sendiri menyelenggarakan program-program pendidikan alternatif sudah menjawab pertanyaan ini. Tetapi, jawaban masyarakat seperti ini tidak memadai. Pemerintahlah yang terutama harus menjawab pertanyaan ini dengan tegas, jelas, dan rinci. Pemerintahlah yang terutama bertanggung jawab untuk menghindari ledakan sosial ini di masa depan.

Persatuan Guru RI (PGRI) dan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) telah mengingatkan pemerintah dan DPR akan kewajibannya untuk menyediakan dana pendidikan yang sesuai dengan perintah konstitusi. Akan lebih baik lagi jika kedua organisasi pendidikan ini menunjukkan perjalanan pendidikan (educational road map) yang harus ditempuh oleh birokrasi pendidikan untuk menghindari malapetaka di masa depan dan untuk menyelenggarakan pelayanan pendidikan yang benar-benar akan mencerdaskan kehidupan bangsa. Barangkali ada baiknya kalau kita ingat bersama di sini bahwa kalau anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN ini betul-betul terlaksana di kemudian hari, maka yang akan mengendalikan penggunaan dana ini ialah birokrasi pendidikan, bukan masyarakat yang atas prakarsa sendiri telah mulai menyelenggarakan pendidikan alternatif.

Mochtar Buchori Pendidik

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home