| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Saturday, March 25, 2006,10:49 AM

Majelis Agama Sepakat

Peraturan Bersama Tak Batasi Kebebasan Beribadah

Jakarta, Kompas - Menteri Agama Maftuh Basyuni menyatakan tak akan menanggapi keberatan 42 anggota DPR yang menolak Peraturan Bersama Menteri Agama dan Mendagri tentang rumah ibadah. ”Malah saya minta mereka pelajari betul peraturan itu,” ujarnya.

Hal itu ditegaskan Menteri Agama (Menag) pada acara sosialisasi Peraturan Bersama Menag dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No 8 dan No 9/2006 tentang Pedoman Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan Pendirian Rumah Ibadah di Jakarta, Jumat.

Peraturan itu dibuat sendiri oleh semua majelis agama, termasuk Persekutuan Gereja Indonesia (PGI). ”Dalam musyawarah terjadi tawar-menawar dan kompromi. Dan hasilnya ya keputusan itu,” ujar Maftuh.

Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri Sudarsono Hardjosoekarto juga mengatakan peraturan itu sudah disepakati semua majelis agama. ”Kami hanya memfasilitasi semua majelis agama untuk menyusun. Semua pasal mereka yang membuat. Saya berharap semua pihak membaca dulu aturan itu, lalu lihat bagaimana implementasinya,” katanya, Jumat (24/3).

Kepala Balitbang Depag Atho Mudzhar juga mengatakan, peraturan itu dibuat setelah 10 kali putaran diikuti semua anggota majelis agama. Inti dari peraturan itu adalah pendirian rumah ibadah selain harus memenuhi syarat administrasi dan teknis bangunan, juga harus memenuhi syarat khusus, yakni daftar nama pengguna rumah ibadah. ”Harus ada minimal 90 orang yang akan memanfaatkan rumah ibadah itu. Jika tidak, mungkin di kecamatan bisa mencapai 90 orang, atau mungkin ada di tingkat kabupaten, lalu provinsi,” katanya.

Selain itu harus ada dukungan warga setempat minimal 60 orang, yang disahkan lurah/kepala desa, rekomendasi kepala Kantor Depag kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.

FKUB terdiri dari pemuka-pemuka agama setempat. Jumlahnya maksimal 21 orang di provinsi dan 17 di kabupaten/kota yang komposisinya ditentukan perbandingan jumlah pemeluk agama dengan keterwakilan minimal seorang dari tiap agama.

Sementara itu, di tengah penolakan sejumlah anggota DPR atas peraturan itu, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR Jazuli Juwaini justru mendukung peraturan itu. ”Aturan itu tak membatasi ibadah. Harus dibedakan antara mengatur pendirian rumah ibadah dan membatasi kebebasan beribadah. Semangatnya menertibkan pendirian rumah ibadah, menghindari konflik horizontal antarpemeluk agama,” ujarnya. ”Namun, saya tak keberatan jika soal dukungan minimal ditinjau lagi,” katanya.

Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi juga mendukung. ”Tata cara beribadah perlu diatur agar tak terjadi diktator mayoritas dan tirani minoritas,” ucap anggota F-BPD Nur Syamsi Nurlan dalam Rapat Paripurna DPR, Jumat.

Pada awal rapat, Sekjen DPR membacakan surat 42 anggota DPR yang menolak peraturan itu dan meminta pemerintah membatalkan. Djoko Purwongemboro (F-PDS), penanda tangan surat itu, menyatakan, kemajemukan masyarakat adalah potret besar yang tak bisa diingkari. Semua warga negara harus dipandang sama tanpa pengecualian. ”Saya khawatir di era globalisasi kita malah terjebak fragmentasi,” ujarnya. (mam/sut/dik/SIE)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home