| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Friday, March 24, 2006,12:51 PM

Membangun Kearifan Lokal

PC Siswantoko

Pemerintah memutuskan tidak akan menutup kegiatan PT Freeport Indonesia atau PT FI menyusul insiden berdarah yang terjadi di Kampus Universitas Cenderawasih, Kamis pekan lalu. Menutup PT FI akan memberi preseden buruk bagi citra Indonesia di mata dunia dan akan melahirkan penganggur baru adalah dua pertimbangan pokok di balik keputusan tersebut (Kompas online, 20/3/2006).

Pertanyaan mendasar terkait hal itu, apabila PT FI tetap beroperasi, apa yang harus dibuat agar masyarakat bisa menerima dan bentrokan yang memakan korban jiwa tidak terulang lagi?

Berbagai kekhawatiran

Bentrokan yang menewaskan beberapa aparat keamanan dan ditangkapnya 14 anggota masyarakat adalah akibat kurang harmonisnya hubungan antara PT FI dan masyarakat setempat. Hubungan kedua pihak sebatas hubungan bisnis. Apabila berita ini benar, PT FI dalam setahun mengalokasikan dana Rp 5 miliar untuk dua suku, Amungme dan Komoro. Jumlah uang itu cukup besar, tetapi mengapa PT FI masih sering menuai protes dari masyarakat. Jelas ada sesuatu yang harus dilihat dan dibenahi.

Hubungan yang harmonis tidak cukup hanya dibangun dari kompensasi finansial. Bumi Cenderawasih adalah milik masyarakat Papua dan mereka berhak menerima dan menikmati apa saja yang dihasilkannya.

Beratus-ratus tahun nenek moyang mereka hidup dari alam dan tanpa masalah, sementara PT FI yang baru masuk sekitar 15 tahun lalu setiap hari menguras kekayaan mereka. Berbagai kekhawatiran datang silih berganti, warisan apa yang akan diberikan kepada anak cucu mereka apabila semuanya habis? Apa yang dapat mereka buat saat tanah mereka telah beralih tangan? Bagaimana masa depan mereka?

Berbagai kekhawatiran itu rasanya lepas dari pertimbangan PT FI. Yang penting, PT FI telah mengeluarkan Rp 5 miliar untuk masyarakat. Masalah masyarakat menerima atau tidak, ada peningkatan kesejahteraan hidup atau tidak, bukan urusan PT FI. Kekhawatiran ini bukannya tanpa alasan, harta satu-satunya masyarakat Papua adalah alam.

Kekhawatiran kultural juga tidak dapat dipandang sebelah mata. Salah satu ciri masyarakat Papua adalah kekentalannya terhadap budaya dan adat istiadat lokal yang lebih mengedepankan keharmonisan dengan alam.

Kerusakan alam telah mengoyak keharmonisan itu dan menjadi ancaman besar bagi budaya mereka. Alam bukan hanya sumber kehidupan, tetapi sahabat dan guru yang telah mengajarkan banyak hal bagi mereka. Dari alam mereka menemukan falsafah hidup, membangun religiositas dan pola hidup seperti yang mereka anut hingga kini. Memanfaatkan alam tanpa mempertimbangkan eksistensi budaya setempat tidak beda dengan penjajahan. Kekhawatiran akan kerusakan budaya ini mendorong lahirnya sikap resistensi masyarakat.

Kearifan lokal

Demi tercapainya hubungan yang harmonis dengan masyarakat, PT FI sebagai ”tamu” di tanah Papua seharusnya ramah dan menghormati masyarakat setempat sebagai tuan rumah. PT FI harus menyatu dengan masyarakat sekitar. Penyatuan ini bisa dilakukan dengan proses penambangan yang ramah lingkungan, yaitu membuang limbah secara profesional sehingga tidak mengotori sungai dan tanam-tanaman yang banyak dimanfaatkan masyarakat, membangun siklus penghijauan yang berkelanjutan sehingga alam yang rusak karena ditambang akhirnya masih bisa ditanami lagi.

Pembauran PT FI juga bisa lewat pembangunan sarana publik, seperti jalan, sekolah, jaringan listrik, atau gedung serba guna. Karya edukatif bisa ditempuh dengan memberi bea siswa kepada anak-anak sekitar yang amat kesulitan atau memberi sumbangan tenaga pendidik untuk daerah pedalaman. Dari segi budaya, pengangkatan budaya lokal pada tingkat nasional maupun internasional akan lebih mempererat hubungan baik kedua pihak.

Para pejabat pemerintahan setempat juga harus bijaksana dan menjadi jembatan yang baik antara PT FI dan masyarakat. Di satu pihak, pemerintah harus memihak, menyuarakan, dan memperjuangkan kepentingan masyarakat, di lain pihak harus mampu menjelaskan secara baik, benar, dan proporsional kepada masyarakat tentang keberadaan PT FI di tempat itu.

Demi terwujudnya hubungan baik dan harmonis, kearifan lokal harus tetap ditegakkan dan dikembangkan PT FI maupun pemerintah setempat. Kearifan lokal akan mampu mengikis budaya korupsi dan menjamurnya raja-raja kecil di atas penderitaan masyarakat. Lebih dari itu, konflik-konflik horizontal akan teratasi dengan damai dan tanpa kekerasan.

Dengan kearifan lokal, PT FI akan tetap tenang beroperasi dan masyarakat sekitar akan senang karena dihargai dan ikut berkembang. Dengan demikian, tragedi berdarah tidak akan terulang, sekitar 17.000 orang tetap bisa tenang bekerja, taraf hidup masyarakat sekitar naik, dan nama Indonesia akan tetap baik di mata internasional.

PC Siswantoko Peserta Program Pascasarjana Academia Alfonsiana, Pontificia Universitas Lateranensis, Roma

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home