| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Thursday, March 30, 2006,9:29 PM

Apa dan Bagaimana Menggenjot Pertumbuhan Ekonomi

Sektor Energi Bisa Jadi Solusi
Awal pekan ini, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menggelar Indonesia Investment Conference di Nusa Dua, Bali. Ada 700 investor asing yang hadir dalam kesempatan itu. Sektor energi tetap menjadi perhatian utama.

Dalam tataran makroekonomi, investasi merupakan elemen dasar untuk menjaga ritme pertumbuhan ekonomi. Karena itu, indikator keberhasilan pemerintah adalah seberapa besar bisa menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di tanah air. Kondisi ini mendorong pemerintah terus mengupayakan langkah-langkah konkret untuk meyakinkan investor asing berbisnis di Indonesia. Mulai promosi hingga sosialisasi. Ini perlu dilakukan, karena potensi yang dimiliki Indonesia selama ini belum digarap optimal.

Salah satu sektor yang menjadi fokus dalam forum investasi tersebut adalah pembangunan di bidang energi. Tantangan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengenai pembangunan pembangkit non-BBM 10 ribu MW dalam dua tahun membuat investor bergairah. Investor menilai bahwa sektor energi sangat potensial dikembangkan. Namun, di sisi lain masih banyak persoalan-persoalan yang mengganjal. "Persoalan yang mengemuka bukan sumber daya alam. Tapi, pada regulasi maupun komitmen pemerintah untuk mengembangkan potensi yang ada," ujar Presdir PT Energi Mega Persada Tbk Christopher Newton.

Sektor ini diharapkan menjadi motor pembangunan infrastruktur di Indonesia, mengingat energi adalah elemen dasar proses pembangunan. "Investasi di sektor migas harus ditingkatkan, jangan sampai ada kesenjangan antara pasokan dan kebutuhan energi," imbuh Managing Director Project and Export Finance Standard Chartered Bank Robert Johnson.

Padahal, dengan sumber daya yang ada, sebenarnya Indonesia berpotensi menjadi motor pertumbuhan ekonomi di lingkup regional. Bahkan, Indonesia bisa menjadi motor Asia, selain India dan Tiongkok. Berdasar prediksi Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan stabil pada 7-8 persen mulai 2011. "Indonesia memiliki sumber daya alam yang tidak dimiliki kedua negara tersebut," sambung Regional Head of Economic Research Standard Chartered Bank Nicholas Kwan.

Menurut Kwan, perkonomian global saat ini mengalami kondisi pelambatan. Penyebabnya, tingkat suku bunga The Fed (bank sentral AS) terus naik dan diprediksi meningkat dua kali menjadi 5 persen. "Fed Fund diperkirakan naik dua kali masing-masing 25 basis poin menjadi 5 persen," katanya.

Belum optimalnya potensi tersebut terungkap dalam pembahasan kondisi pasar keuangan di Indonesia. "Kapitalisasi dana di sektor keuangan hanya 40 persen dari PDB (produk domestik bruto). Padahal, di Malaysia sudah lebih 200 persen. Bahkan, di negara-negara maju lainnya mencapai 300400 persen," lanjutnya.

Senada dengan Kwan, Managing Director Head of Investment Banking Indonesia JP Morgan Gita Wirjawan menilai bahwa persoalan yang dialami Indonesia lebih pada kepastian regulasi. Menurutnya, pemerintah seharusnya melakukan perbaikan-perbaikan mendasar untuk meningkatkan daya saing guna menarik minat investor asing. "Persoalan administrasi masih menjadi catatan tersendiri," ujarnya. (iwan ungsi)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home