| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Sunday, July 01, 2007,12:26 PM

Insiden RMS Harus Dituntaskan Secara Hukum

JAKARTA (Suara Karya): Insiden pembentangan bendera Republik Maluku Selatan (RMS), yang terjadi saat peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Lapangan Merdeka, Ambon, harus diselesaikan secara hukum.

Penegasan itu dilontarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga, anggota Komisi I DPR Ali Mukhtar Ngabalin, Ketua Fraksi PDIP DPR Tjahjo Kumolo, dan Wakil Ketua DPD Irman Gusman secara terpisah di Jakarta kemarin.

"Itu pelanggaran, jadi harus diselesaikan secara hukum," kata Wapres kepada pers usai shalat Jumat di Kantor Wapres, Jakarta, Jumat (29/6).

Wapres mengemukakan, aparat keamanan sudah mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi sehingga Wapres tidak yakin aparat kecolongan atas insiden itu.

Menurut Wapres, insiden seperti itu tak hanya terjadi di Indonesia, tapi di Amerika Serikat pun pernah terjadi. Saat Presiden George Bush menerima kunjungan Presiden RRC Hu Jintao, ada seseorang yang nyelonong di Gedung Putih.

"Kadang ada saja yang nyelonong. Bukan hanya kita, ini juga pernah terjadi antara Presiden George Bush dan Presiden Hu Jintao di tengah Gedung Putih; ada yang berteriak," katanya.

Wapres Jusuf Kalla membantah anggapan bahwa aparat keamanan di lokasi tidak bekerja maksimal mengamankan jalannya acara. Sebab, meski orang telah bekerja maksimal, terkadang hasilnya tidak maksimal.

Wapres memastikan aparat keamanan akan mengambil tindakan hukum terhadap siapa saja yang terlibat dalam insiden itu. Wapres juga memastikan bahwa RMS sudah tidak eksis lagi di Ambon. "Bahwa ada satu atau dua orang yang punya emosi atau usil, itu pasti. Tapi tidak punya efek yang signifikan atau besar," ujarnya.

Sementara itu, sejumlah anggota DPR dan DPD menyesalkan terjadinya pengibaran bendera RMS di hadapan Presiden. Insiden akibat kelalaian aparat keamanan itu dinilai sangat memalukan. Meski demikian, penyelesaiannya diharapkan tidak represif.

Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga mengatakan, insiden itu harus diusut tuntas. Pelakunya harus ditanya apakah mereka menyadari apa yang mereka lakukan. "Siapa tahu mereka hanya dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Karena itu, aparat jangan langsung bertindak represif," kata Theo di DPR, Jumat (29/6).

Bila para pelaku menyadari apa yang dilakukannya, Theo berharap mereka diberi penyadaran bahwa apa yang mereka lakukan itu tidak benar. Sebab, masyarakat Maluku tidak menginginkan RMS.

Politisi dari Partai Golkar ini menilai peristiwa itu merupakan akibat kelalaian aparat keamanan setempat dalam pengamanan Presiden. Karena itu, mereka harus mempertanggungjawabkan kelalaiannya.

Anggota Komisi I DPR Ali Mukhtar Ngabalin mengatakan, Badan Intelijen Negara (BIN) tidak bisa disalahkan dalam insiden pembentangan bendera RMS di depan presiden pada saat peringatan Harganas di Ambon itu. Sebab, kata Ali, BIN telah menyampaikan informasi kepada Presiden bahwa akan ada aksi pembentangan bendera RMS dalam acara Harganas di Ambon.

"Justru Presiden yang harus meneruskan informasi BIN kepada Kapolri, Panglima TNI, dan Komandan Paspampres, sehingga mereka bisa memerintahkan aparat di bawahnya untuk mengamankan lokasi Harganas yang akan dihadiri Presiden," kata Ali Mukhtar Ngabalin di Jakarta, Jumat (29/6).

Mengapa BIN tidak meneruskan informasi ini ke polisi agar ditindaklanjuti? Menurut Ali, kerja intelijen adalah menganalisis dan memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dari sumber-sumber resmi maupun sumber nonformal.

"Jadi bukan kewenangan intelijen dalam mekanisme kerja meneruskan laporan ke polisi. Seharusnya Presiden yang meneruskan informasi BIN itu ke polisi," katanya.

Wakil Ketua DPD Irman Gusman mengatakan tindakan pengibaran bendera RMS di depan Presiden tidak bisa ditoleransi. Sebab, ini telah menjatuhkan wibawa Presiden selaku kepala negara. Meski demikian, Irman mengingatkan agar pemerintah tidak langsung bertindak represif, karena akan memperburuk keadaan.

"Jangan hanya lakukan pendekatan keamanan, tapi perlu dicari tahu apa substansi masalahnya. Pemerintah perlu lakukan pendekatan kesejahteraan," ujarnya.

Irman mengingatkan, Maluku di masa lalu adalah pusat perdagangan rempah-rempah internasional.

"Namun, kondisi kesejahteraan mereka saat ini terdiskriminasi. Penyelesaian yang menyentuh substansi persoalan akan menyelesaikan masalah. Jangan dihadapi dengan aksi yang represif. Mereka tidak bersenjata," katanya.

Ketua Fraksi PDIP DPR Tjahjo Kumolo mendesak Presiden memerintahkan pencopotan Pangdam, Kapolda dan Komandan Paspampres.

"Harus ada tindakan tegas terhadap mereka. Ini masalah prinsip. Jangan nanti tanggung jawab kesalahan dibebankan kepada anak buah. Ini kesalahan serius. Bukan sekadar kelalaian atau kecelakaan," tuturnya.

Menurut dia, wajar Presiden marah, karena sebagai kepala negara telah dilecehkan. "Ini membuktikan aparat keamanan dan intelijen di Ambon tidak bekerja, tidak cermat dan tidak selektif dalam menyeleksi acara yang akan ditampilkan," ujarnya.

Terkait dengan itu, jajaran Polres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease bersama Polda Maluku menetapkan lima orang sebagai tersangka dari 25 orang yang ditangkap terkait kasus tarian Cakalele dengan bendera RMS.

Dari tempat kejadian, polisi menyita 25 lembar bendera RMS. Selain itu, polisi juga menyita 60 lembar bendera RMS yang disembunyikan di rumah salah satu tersangka.

Menurut Wakapolda Maluku Kombes Pol Benno Kilapong, kelima tersangka di antaranya adalah DM (61) dan RB (24). Keduanya diidentifikasi sebagai pelaku utama. (M Kardeni/Rully/Kartoyo/Joko S)

Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home