| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Thursday, March 29, 2007,9:07 PM

Raja Abdullah Kecam AS

Wapres: Keikutsertaan Negara Muslim Asia Permudah Penyelesaian

Riyadh, Rabu - Pendudukan yang dilakukan Amerika Serikat terhadap Irak terus dikecam berbagai pihak. Pemerintah Arab Saudi yang dikenal sebagai sekutu AS pun turut mengecam. Kecaman itu disampaikan Raja Abdullah ketika membuka Konferensi Tingkat Tinggi Arab di Riyadh, Rabu (28/3).

"Di negeri Irak, pertumpahan darah antarsaudara terjadi dalam bayang-bayang pendudukan asing yang tidak sah dan sektarianisme juga bisa memicu perang saudara," kata Raja Abdullah dalam pidatonya.

Raja Abdullah menambahkan, bangsa Arab tak akan mengizinkan kekuatan asing menentukan masa depan Timur Tengah.

Pernyataan keras terhadap AS jarang disampaikan pejabat Arab Saudi. Menteri Luar Negeri Pangeran Saud al-Faisal memang sering mengkritik kebijakan AS di Irak. Namun, ia tidak pernah menyatakan pendudukan AS sebagai tindakan tidak sah.

Pidato Raja Abdullah sekaligus membuka KTT Arab yang akan berlangsung dua hari. Selain membicarakan masalah Irak, para pemimpin Arab juga sepakat untuk menghidupkan kembali inisiatif Arab yang dibuat pada tahun 2002.

Dalam inisiatif itu disebutkan, seluruh negara Arab akan berdamai dan mengakui Israel jika Israel menarik diri dari tanah yang direbutnya pada perang Arab-Israel tahun 1967. Israel juga harus mengizinkan pengungsi Palestina kembali ke tanah yang diduduki Israel sekarang. Selain itu, inisiatif ini mengatur pembentukan negara Palestina dengan Jerusalem timur sebagai ibu kota.

Saat membuka KTT Liga Arab di King Abdul Azis Conference International Centre, Raja Abdullah meminta agar konflik di Palestina segera diakhiri. "Meskipun baru-baru ini sudah ada pertemuan di Mekkah untuk mengakhiri konflik internal di Palestina, secara keseluruhan di Palestina belum ada perdamaian. Darah masih tumpah di Palestina. Karena itu, konflik harus diakhiri," ujar Raja Abdullah.

Keikutsertaan Asia

Sementara itu, wartawan Kompas Suhartono melaporkan dari Riyadh, Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla menyatakan, dengan diikutsertakannya negara berpenduduk Muslim besar di Asia, seperti Indonesia, Malaysia, Turki, dan Pakistan, sebagai peninjau dalam KTT Ke-19 Liga Arab di Riyadh, jalan terwujudnya perdamaian di kawasan negara Timur Tengah, khususnya di Palestina, akan lebih mudah. Apalagi jika Uni Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa diikutsertakan memberikan dukungan bagi terwujudnya perdamaian di kawasan itu.

Pernyataan Wapres itu menjawab pertanyaan pers seusai melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi sebelum mengikuti pembukaan KTT Liga Arab, Rabu.

Dalam pertemuan itu Wapres didampingi anggota delegasi lain, seperti Utusan Khusus Presiden untuk Kawasan Negara Timur Tengah Alwi Shihab, mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra, dan Sekretaris Wakil Presiden Gembong Prijono.

Menurut Wapres, dalam pertemuannya dengan Badawi, mereka sepakat untuk siap bersama-sama membantu secara konkret dan mewujudkan segera perdamaian permanen di kawasan Timur Tengah, khususnya perdamaian di Palestina dan Israel.

"Kalau di kawasan tersebut terus terjadi konflik berkepanjangan, hal itu akan memberikan dampak yang tidak sedikit terhadap umat Muslim di luar kawasan Timur Tengah. Padahal, 80 persen umat Muslim justru tinggal di luar di kawasan Timur Tengah atau di kawasan Asia," kata Wapres.

Wapres pada hari pertama KTT belum mendapat giliran menyampaikan pandangan Indonesia meskipun tiga negara peninjau lain sudah mendapat giliran. Wapres baru dijadwalkan akan berpidato pada hari kedua KTT, Kamis.

Di tempat yang sama, Azyumardi Azra menyatakan, langkah konkret yang akan disampaikan Wapres Jusuf Kalla, selain penyelesaian secara internal dengan mewujudkan perdamaian di tubuh kelompok-kelompok yang bertikai di Palestina sendiri, seharusnya juga ada dukungan meluas yang diberikan secara tulus dan ikhlas dari negara-negara Arab dan negara Muslim di luar Arab kepada Palestina yang terus-menerus dilanda konflik. (AP/AFP/REUTERS/BSW)

Labels: