| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Sunday, July 01, 2007,12:26 PM

Aparat Keamanan Dievaluasi

Polisi Menetapkan 31 Aktivis RMS sebagai Tersangka

Jakarta, Kompas - Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia mengevaluasi semua aparat keamanan yang bertugas saat terjadi penyusupan dan upaya pembentangan bendera Republik Maluku Selatan atau RMS dalam peringatan Hari Keluarga Nasional atau Harganas XIV di Ambon, Jumat lalu.

Evaluasi juga dilakukan terhadap sistem pengamanan kunjungan pejabat negara ke daerah. "Ini sangat mempermalukan Beliau (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) di hadapan khalayak dan tamu luar negeri. Seharusnya ini tak boleh terjadi," kata Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto, Sabtu (30/6) di Jakarta.

Panglima TNI bersama Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto memberikan keterangan pers di Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan di Jakarta.

Kehadiran simpatisan RMS dalam peringatan Harganas di Lapangan Merdeka, Ambon, Maluku, dinilai akibat ketidakcermatan, kelalaian, serta tidak proaktif dan rendahnya inisiatif aparat keamanan yang bertugas. Mereka juga dinilai gagal mendeteksi lebih dini dan mencegah masuknya penyusup ke arena.

Dari Ambon dilaporkan, Polda Maluku menetapkan 31 aktivis RMS sebagai tersangka. Mereka dijerat pasal tentang rencana jahat dan perbuatan makar.

Pelaksana Tugas Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Djoko Susilo menuturkan, Polri terus mengembangkan penyidikan kasus itu karena dimungkinkan ada dalang intelektual di balik penyusupan.

"Penyidikan dilakukan maraton agar kasus ini cepat terungkap. Kami akan mengungkap kasus ini hingga akarnya," ujarnya.

Koordinasi TNI-Polri

Panglima TNI menegaskan, evaluasi atas sistem pengamanan kunjungan pejabat negara ke daerah menyangkut pola koordinasi dan persiapan pengamanan antara TNI, Polri, dan pemerintah daerah. Kecukupan jumlah kekuatan pengamanan yang dibutuhkan dalam setiap lapis pengamanan juga dikaji lebih lanjut.

Sutanto menambahkan, setiap ada kunjungan pejabat atau tamu negara ke daerah, ada prosedur pengamanan berdasarkan analisis intelijen tentang kerawanan yang ada dan langkah pengamanannya. Hal itu sudah dilaksanakan di daerah lain, termasuk di daerah yang kondisi keamanannya mirip Ambon.

Hasilnya pengamanan berjalan lancar dan tidak terjadi gangguan. Oleh karena itu, Polri menurunkan tim evaluasinya ke Ambon. Hasil evaluasi akan diumumkan secepatnya.

Menurut Djoko, laporan intelijen dari TNI, Polri, dan Badan Intelijen Negara (BIN) sudah menyebutkan ada demonstrasi serta usaha lain selama kunjungan Presiden di Ambon. Namun, itu tidak menjadi masalah selama tak terjadi tindak anarki.

Evaluasi terhadap kinerja aparat keamanan di Maluku dilakukan sesuai fungsi, tanggung jawab, dan kewenangan setiap petugas. Penilaian dilakukan mulai dari Panglima Komando Daerah Militer, Komandan Komando Resor Militer, Komandan Komando Distrik Militer hingga prajurit di lapangan.

Untuk Polri, evaluasi dilakukan mulai dari kepala polda, kepala polres, dan petugas di lapangan.

Djoko mengatakan, ia sebagai Panglima TNI dan Kepala Polri sebagai penanggung jawab utama sudah menyampaikan pertanggungjawabannya kepada Presiden. Kini terpulang kepada Presiden untuk kesimpulannya.

Namun, Panglima TNI dan Kepala Polri menggunakan tanggung jawabnya untuk mengevaluasi petugas yang ada di bawah sesuai kewenangan yang dimiliki. Evaluasi dilakukan agar peristiwa serupa tak terjadi di tempat lain.

"Pasti ada (sanksi). Apakah dicopot, mutasi, atau pergantian, itu tergantung dari hasil evaluasi," tutur Panglima TNI.

Elite politik lokal

Mereka yang diperiksa Polda Maluku adalah 28 penari cakalele dan tiga pendukungnya. Sejumlah peralatan menari juga disita.

Sutanto menegaskan, Polri belum menemukan indikasi keterlibatan elite politik lokal yang membantu meloloskan penyusup ke tengah lapangan.

"Siapa pun yang terlibat konspirasi ini, termasuk memasukkan penari atau bertujuan untuk keberhasilan perbuatan seperti itu, akan ditindak," katanya.

Sutanto menegaskan, insiden yang terjadi tidak berkaitan dengan konflik yang pernah terjadi di Ambon beberapa tahun lalu. Penyusupan itu merupakan bagian dari gerakan separatis untuk menunjukkan eksistensinya.

Dari tersangka yang ditetapkan Polda Maluku, terdapat tokoh masyarakat berinisial FW. Ia diduga terlibat secara individu dalam perencanaan penyusupan aktivis RMS saat upacara Harganas yang dihadiri Presiden. Jumat malam, polisi sempat menjemput seorang warga Ambon. Namun, ia kemudian dilepaskan karena keterlibatannya tidak terbukti.

Djoko Susilo menambahkan, jumlah tersangka bisa bertambah, tergantung dari hasil pengembangan penyidikan. Informasi dari tersangka bisa mengarah kepada siapa saja yang terlibat dalam rencana aksi makar itu.

Menanggapi tuntutan pengusutan terhadap Panitia Harganas XIV, Djoko Susilo menegaskan, polisi masih fokus memeriksa 31 tersangka. Namun, bisa saja polisi memeriksa panitia Harganas.

Polda Maluku juga fokus memburu otak intelektual aksi itu. Posisi Johan Teterissa alias Yoyo yang disebut sejumlah tersangka sebagai pimpinan, kata Djoko Susilo, masih diragukan polisi. Diduga masih ada dalang intelektual di balik Yoyo.

Barang bukti yang disita polisi adalah 19 bendera benang raja berbagai ukuran, enam parang kayu, empat tombak kayu, beberapa lembar kain merah, dan sejumlah dokumen RMS.

Pada bagian atas dokumen berbahasa Belanda itu terdapat logo bergambar burung pombo. Di bawahnya tulisan Lawamena Haulala (maju terus pantang mundur) dan di atasnya ada gambar rantai. Tata letak tulisan dan rantai membentuk lingkaran mengelilingi gambar burung pombo.

Unsur dalam pemerintah

Dari Medan, Sumatera Utara, Sabtu, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar menduga ada unsur dalam pemerintah yang "bermain" di insiden penyusupan aktivis RMS dalam acara yang dihadiri Presiden Yudhoyono itu.

Selain membuktikan eksistensi RMS, katanya, insiden tersebut juga menunjukkan koordinasi keamanan antara pusat dan daerah yang masih lemah.

DPR, lanjut Muhaimin, akan memanggil Menko Polhukam untuk meminta penjelasan seputar kecurigaan terlibatnya unsur pemerintah dalam insiden ini. "Ini hanya membuktikan bahwa kita sedang mengalami apa yang disebut sebagai stateless. Kondisi negara yang amat lemah. Sepertinya ada yang sengaja merusak citra Presiden Yudhoyono," katanya.

Selain Menko Polhukam, DPR juga harus memanggil Panglima TNI, Kepala Polri, dan Kepala BIN untuk menjelaskan mengapa aparat keamanan bisa kecolongan. Padahal, Presiden adalah obyek yang paling vital dalam kegiatan pengamanan.

Dari Yogyakarta, Sabtu, Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Maluku-Jogjakarta mengecam orang yang menamakan diri RMS. Mereka juga meminta pemerintah menyelesaikan masalah ini hingga tuntas lewat tindakan non-represif. Tindakan represif tak akan menyelesaikan persoalan, malah bisa menimbulkan persoalan baru. (jon/mzw/wer/bil/ang)

Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home