| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Thursday, September 07, 2006,1:38 PM

Radikalisme Keagamaan

Oleh Masdar Farid Mas’udi

IBARAT pohon, radikalisme yang sarat kekerasan hanya tumbuh subur karena tiga hal. Pertama, pikiran sempit dan dangkal sebagai benihnya. Kedua, kemiskinan dan keterbelakangan sebagai tanah atau medianya. Ketiga, ketidakadilan dan kesewenang-wenangan sebagai air serta pupuknya.

Ketiga faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa saling dipisahkan untuk tumbuh suburnya sebatang pohon, termasuk pohon radikalisme yang sangat ditakuti.

Tidak seorang pun merasa nyaman dengan aksi kekerasan, bahkan juga para pelakunya, baik yang di lapangan maupun yang di belakang layar. Tidak seorang pun, dalam keadaan normal, bercita-cita ingin menjadi teroris. Jika akhirnya mereka melakukannya, pasti ada faktor eksternal yang mendeterminasi mereka berbuat seperti itu. Sama seperti pecandu narkoba. Perbedaannya, pecandu narkoba hanya menghancurkan diri sendiri, sedangkan teroris menghancurkan diri sendiri dan orang lain.

Terkait dengan radikalisme keagamaan, ketiga faktor yang dimaksud adalah a) paham keagamaan yang sempit dan dangkal, b) kemiskinan dan keterbelakangan umat yang akut, serta c) ketidakadilan dan kesewenang-wenangan global yang meluas dan mendalam.

***

Tentang faktor pertama, tafsir keagamaan yang sempit memang bukan monopoli Islam. Di setiap agama, ada sekelompok pengikut yang mengidap penyakit tersebut dan membanggakannya. Dalam sejarah Islam, kelompok itulah yang bertanggung jawab atas pembunuhan Sayidina Ali dengan dalih menegakkan kebenaran Alquran. Dengan memekikkan jargon "la huk a illa lillah/tidak ada hukum kecuali hukum Allah", orang-orang yang baru mengenal Islam melalui satu dua ayat dan hadis menuduh Sayidina Ali sesat karena tidak mau bertahkim dengan Alquran.

Ciri khas mereka adalah keberaniannya mengklaim diri sendiri atau kelompoknya sebagai satu-satunya yang benar, yang lurus, dan bisa menangkap inti kebenaran Alquran. Mereka menganggap pemahaman agama yang ada di benaknya sama absolut dengan yang ada dalam teks kitab suci. Seolah, otaknya adalah loh mahfudh yang bersisi kebenaran mutlak dan azali. Siapa pun yang berbeda atau berseberangan dengan keyakinan mereka adalah "kafir, musyrik, munafik, dan bid’ah" yang layak gulung bahkan dilempar ke neraka -kalau saja neraka di tangannya.

Tentang faktor kedua, kemiskinan dan keterbelakangan sebagai tempat persemaian radikalisme, semua orang tahu siapa Misno, Salik, Ikbal, Asmar Latin Sani, dan para pelaku bom-bom bunuh diri di tanah air. Pertama-tama, mereka adalah anak-anak manusia yang karena kemiskinannya menjadi tidak cukup terdidik, pengangguran atau setengah pengangguran, dan terbuang. Akhirnya, mereka gagal menemukan "makna" pada hidupnya.

Tiba-tiba, ada orang (Noordin M. Top) yang dengan ayat-ayat Alquran menjanjikan "makna diri" yang luar biasa kepada Misno dkk. "Makna" diri itu, sekali lagi, bukan pada hidupnya, tapi pada kematiannya. Maka, serta merta mereka pun mengambil tawaran tersebut, meledakkan diri sebagai syahid. Usamah bin Laden, Azhari, dan Noordin (yang kaya serta relatif terdidik) tetap mencari makna dirinya pada hidupnya, bukan pada kematiannya. Maka, meski menyuruh orang lain bunuh diri, mereka toh tidak mau melakukan sendiri.

Di Indonesia dan di banyak negara Islam lainnya, umat yang merasa hidupnya tak bermakna karena kemiskinan, kebodohan, serta pengangguran semakin hari semakin bertambah. Realitas keumatan yang seperti itu merupakan tanah yang sangat subur dan siap menerima benih radikalisme melalui indoktrinasi sederhana untuk jalan pintas membunuh orang guna meraih surga.

Tentang ketidakadilan atau kezaliman global sebagai air yang menyirami radikalisme di dunia Islam, lebih dari jelas untuk semua orang. Umat Islam yang dianugerahi kekayaan alam yang komplet dan luar biasa telah beratus tahun menjadi objek keserakahan negara-negara kapitalis, baik melalui penjajahan fisik tempo dulu maupun penjajahan sistemik nan tuntas seperti yang berlangsung sekarang.

Penjajahan sistemik terjadi melalui globalisasi dalam sistem ekonomi dan perdagangan yang diskriminatif, melalui sistem politik dan diplomasi yang berstandar ganda, sampai invasi dan agresi militer yang brutal. Yang lebih canggih, melalui invasi informasi dan budaya yang menembus pikiran, selera, dan cita rasa.

***

Jika kita benar-benar sepakat bahwa radikalisme-kekerasan (terorisme) merupakan penyakit sosial dan peradaban yang sangat mematikan, baik terhadap pelaku maupun korban, penanganan serius harus menjadi komitmen semua pihak. Ia harus disembuhkan tuntas. Bukan hanya gejalanya dengan pendekatan keamanan represif yang sering tidak kalah mengerikan, tapi juga akar serta sebab musababnya dengan pendekatan sistemik dan komprehensif.

Ketiga unsur pembentuk radikalisme Islam masing-masing memiliki penanggung jawab yang harus bekerja sungguh-sungguh. Faktor pertama, pemahaman keagamaan yang sempit-dangkal adalah tanggung jawab ulama. Kalau tidak ingin Islam terus dibajak tangan-tangan berdarah, tidak ada pilihan lain, para ulama harus bekerja keras untuk mengajarkan kepada umatnya soal keber-Islam-an yang arif, lapang dada (samhah), serta menghormati kebinekaan.

Tentu, ulama di sini adalah mereka yang relatif memenuhi standar keilmuan, kearifan, dan keteladanan di atas rata-rata. Bukan sekadar demagog-demagog di mimbar yang pandai beragitasi menebar fitnah dan kebencian terhadap sesama. Bukan pula mereka yang disebut ulama lebih karena busana atau jabatannya.

Faktor kedua, penanggung jawab utama kemiskinan serta keterbelakangan umat adalah para pemimpin pemerintahan dan politik negara-negara Islam. Perilaku koruptif dan ketidakpedulian mereka terhadap problem kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan rakyatnya, yang kebanyakan adalah umat Islam, semakin menambah lebarnya ladang persemaian benih-benih radikalisme serta kekerasan.

Faktor ketiga, penanggung jawab ketidakadilan global adalah negara-negara Barat. Tekad mereka untuk menggerakkan perlawanan total terhadap radikalisme dan terorisme tidak akan membuahkan apa-apa, kecuali terorisme berlanjut tanpa kesediaan mereka untuk mengendalikan nafsu keserakahan serta agresinya terhadap dunia lain, khususnya dunia Islam.

Hanya dengan kesungguhan ketiga pihak itu untuk memikul tanggung jawab masing-masing, ancaman radikalisme dan terorisme akan bisa dituntaskan dari akarnya.

Masdar Farid Mas’udi, ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home