| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Wednesday, September 27, 2006,2:17 PM

Mimpi Demokrasi dari Bung Karno

Oleh Moh. Mahfud M.D.

Gus Dur tidak hanya runtut dan brilian dalam menangkap gagasan orang lain yang didengarnya saat tidur, tetapi juga pandai menyampaikan gagasan serta kritik tajam dengan humor.

Seorang teman dengan tingkat kesahihan yang tinggi bercerita, ketika pemerintahan Orde Baru masih sangat jaya, Gus Dur diikutkan dalam Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Sampai runtuhnya Orde Baru, Gus Dur memang masih tercatat sebagai salah seorang manggala BP-7.

Setiap masuk ke ruang penataran, dia lebih banyak tidur daripada mendengarkan ceramah para manggala, termasuk saat diskusi-diskusi. Pada satu acara sesi diskusi, Gus Dur dibangunkan dari tidur untuk ikut berbicara. "Ayo, jangan tidur saja. Ini kita sedang membicarakan demokrasi," kata sang penatar P4. Terpaksa dia berbicara.

"Ini diskusi demokrasi, ya? Kebetulan, ketika tidur tadi, saya bermimpi bertemu Bung Karno. Beliau menjelaskan kepada saya tentang demokrasi yang dipidatokan pada 1 Juni," kata Gus Dur memulai pembicaraan. Namun, belum selesai dia berbicara, para peserta yang lain sudah menceletuk tak puas. "Yang serius, dong. Ini kan penataran tingkat nasional," ujar seorang peserta.

"Ya, masak kita mau membahas mimpi," ungkap yang lain. "Ya, yang benar saja, topik serius jangan dibawa ke soal mimpi lah," kata yang lain.

Dari situlah, dengan cerdik dan cerdas, Gus Dur kemudian masuk ke soal substantif. "Bagaimana Anda-Anda ini mau berbicara dan membangun demokrasi, kalau orang bermimpi saja dilarang? Di dalam demokrasi itu ada kebebasan, termasuk bebas bermimpi. Kalau Anda berani melarang orang bermimpi, pasti Anda akan berani melarang orang menggunakan haknya yang lebih penting. Itu bertentangan dengan demokrasi," ungkap Gus Dur serius.

Dia mengkritik pembangunan "demokrasi seolah-olah" yang dilakukan Orde Baru dengan cara yang aman, tetapi sangat tajam dan tepat.

Setelah itu, dia menguraikan tentang konsep-konsep demokrasi mulai yang dikenal di dunia Barat, perdebatan para pendiri negara di BPUPKI, sampai peran pesantren dalam membangun demokrasi. Intinya, demokrasi hanya bisa ada kalau ada kedaulatan hukum, perlakuan sama atas semua orang, dan kebebasan. Kata teman tersebut, uraian Gus Dur di forum P4 itu sangat komprehensif dan memukau, merupakan orasi yang bermutu, bukan orasi yang ora isi.

Bukan yang Bukan-Bukan

Dengan kemampuan logika dan retorika yang tinggi seperti itu, Gus Dur tetap tak alergi terhadap pendapat yang berbeda. Soal negara Pancasila, misalnya, dia mempunyai pendapat sendiri, tapi tak risau pada pendapat yang berbeda.

Gus Dur pernah menyatakan, sebaiknya Indonesia menegaskan diri sebagai negara sekuler. Negara Pancasila yang sering dikatakan bukan negara agama dan bukan negara sekuler itu tidak jelas, ambigu, serta memberikan kesan ideologi ganda. Malahan, secara berkelakar bisa disebut bahwa negara Pancasila yang dikonsepkan seperti itu adalah "negara yang bukan-bukan". Sebab, sering dikatakan bahwa negara Pancasila itu bukan liberal-kapitalis dan bukan sosialis-komunis, bukan individualisme dan bukan kolektivisme, bukan negara agama dan bukan negara sekuler. Kalau semua bukan, tak ada arti lain kecuali negara "yang bukan-bukan".

Pihak yang tak setuju atas pandangan "yang bukan-bukan" dari Gus Dur itu menyatakan, justru konsepsi negara Pancasila tersebut adalah konsep yang jelas sebagai konsep spesifik Indonesia. Negara Pancasila merupakan konsepsi prismatik (Fred W. Riggs, 1964) yang memadukan inti nilai yang baik dari berbagai nilai yang saling bertentangan.

Konsepsi prismatik tersebut minimal dicirikan oleh empat hal. Pertama, Pancasila memadukan unsur yang baik dari paham individualisme dan kolektivisme. Di sini diakui bahwa manusia sebagai pribadi mempunyai hak dan kebebasan asasi, namun sekaligus melekat padanya kewajiban asasi sebagai makhluk Tuhan dan makhluk sosial.

Kedua, Pancasila mengintegrasikan konsepsi negara hukum "Rechtsstaat" yang menekankan pada civil law dan kepastian hukum serta konsepsi negara hukum "the Rule of Law" yang menekankan pada common law dan rasa keadilan. Ketiga, Pancasila menerima hukum sebagai alat pembaruan masyarakat (law as tool of social engineering) sekaligus hukum sebagai cermin rasa keadilan yang hidup di masyarakat (living law).

Keempat, Pancasila menganut paham religious nation state, tidak menganut atau dikendalikan satu agama tertentu (karena bukan negara agama), tapi juga tidak hampa agama (karena bukan negara sekuler). Di sini, negara harus melindungi dan membina semua pemeluk agama tanpa diskriminasi berdasar pertimbangan mayoritas dan minoritas.

Penuntun Hukum

Konsepsi prismatik yang seperti itu kemudian melahirkan beberapa penuntun sebagai landasan kerja politik hukum nasional. Pertama, hukum-hukum di Indonesia harus menjamin integrasi atau keutuhan bangsa dan karena itu tidak boleh ada hukum yang diskriminatif yang berpotensi disintegrasi.

Kedua, hukum harus dibentuk secara demokratis dan nomokratis. Ketiga, hukum harus mendorong terciptanya keadilan sosial dengan adanya proteksi khusus oleh negara terhadap kelompok masyarakat yang lemah agar tidak dibiarkan bersaing secara bebas, tapi tidak pernah seimbang dengan sekelompok kecil masyarakat yang kuat.

Keempat, tidak boleh ada hukum publik yang didasarkan pada ajaran agama tertentu. Sebab, hukum harus menjamin toleransi hidup beragama yang berkeadaban. Negara tidak bisa memberlakukan secara formal hukum-hukum agama. Tapi, negara harus memfasilitasi warga negara yang ingin melaksanakan ajaran agamanya secara sukarela agar tidak terjadi benturan-benturan atau penelantaran.

Gagasan-gagasan Gus Dur tentang demokrasi dan hukum sebenarnya mendapatkan tempat yang baik dalam konsepsi prismatik negara Pancasila yang seperti itu. Meski begitu, diskusi-diskusi tentang itu dengan Gus Dur bisa dilanjutkan. Sebab, boleh jadi persoalannya bukan pada kejelasan konsepsinya, melainkan pada "penamaannya" saja.

Moh. Mahfud M.D., mantan menteri pertahanan pada era Gus Dur; saat ini anggota DPR dari PKB

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home