| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Tuesday, July 18, 2006,12:56 PM

Karena Dunia Berhukum Rimba

Hudli Lazwardinur
Alumnus Fakultas Hukum UI, Program Kekhususan Hukum tentang Hubungan Transnasional

Serangan besar Israel ke Palestina dan Lebanon untuk membebaskan tentaranya yang disandera oleh pejuang Palestina dan Lebanon (Hizbullah) telah menimbulkan kecaman dari berbagai penjuru dunia, khususnya dari umat Islam. Tapi serangan yang dianggap 'legal' oleh Israel tersebut mendapat restu dari Amerika Serikat (AS). AS menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) untuk menggagalkan draf resolusi DK untuk menyelesaikan konflik Israel, Palestina, dan Lebanon.

Tindakan Israel menyerang Palestina dan Lebanon dengan dalih membebaskan tentara mereka sangat tidak rasional. Pertama, Israel lebih memilih jalan pintas menggunakan kekuatan militer dibandingkan kekuatan diplomasinya untuk membebaskan tentaranya. Kedua, Israel terlalu arogan dengan menuduh pejuang Palestina dan Lebanon sebagai teroris. Ketiga, Israel menggunakan restu AS untuk menggempur Palestina dan Lebanon. Keempat, Israel berani mengklaim bahwa gempurannya terhadap Palestina dan Lebanon tidak melanggar hukum internasional.

Israel merupakan salah satu negara yang statusnya belum jelas. Di mata AS dan sekutunya, Israel adalah negara berdaulat penuh. Tapi di mata negara-negara Muslim, entitas Israel sebagai negara berdaulat tidak diakui. Israel adalah penyebab Perang Arab-Israel pada tahun 1948-1949, 1956, 1967, 1973-1974, dan 1982. Setelah perang Arab-Israel berakhir, masalah Timur Tengah terfokus pada konflik berdarah antara Israel dan Palestina. Konflik tersebut telah membuat perdamaian di Timteng terganggu. Segala cara sudah ditempuh, namun hasilnya tidak pernah optimal.

Israel menganggap perdamaian di Timteng akan terwujud jika, pertama, negara Israel diakui secara penuh oleh masyarakat dunia, khususnya oleh negara-negara Muslim. Kedua, bangsa Palestina tidak membentuk negara yang merdeka dan berdaulat. Ketiga, bangsa dan wilayah Palestina ada dalam kekuasaan Israel.

Upaya Israel untuk menggagalkan terbentuknya negara Palestina tampaknya akan terus berlangsung hingga batas waktu yang tidak dapat ditentukan. Selama AS masih menjadi sekutu terkuat Israel, maka upaya Palestina untuk merdeka sebagai negara berdaulat tidak akan terwujud. Walaupun AS sering 'mendua' terhadap Israel dan Palestina, tapi sikap 'mendua' tersebut hanyalah sandiwara yang dibuat oleh AS dan Israel di mana AS adalah aktornya dan Israel sutradaranya.

Hukum internasional
Kini, konflik berdarah di Palestina kembali berkecamuk dengan melibatkan Lebanon. Secara teori, hukum internasional mempunyai peranan sangat penting untuk menyelesaikan konflik tersebut. Tapi dari segi praktik, penyelesaian tersebut sangatlah sulit. Hal ini disebabkan, pertama, hukum internasional adalah hukum yang primitif, masih seperti hukum rimba, siapa yang kuat, dia yang menang.

Kedua, hukum internasional adalah hukum yang terbatas. Artinya, efektivitas dan kekuatan hukum internasional dibatasi oleh kedaulatan negara. Sebab subjek utama hukum internasional adalah negara yang memiliki kedaulatan. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi suatu negara, yang secara teori tidak bisa diganggu gugat oleh kekuasaan apapun, khususnya kekuasaan dari negara lain. Ketiga, hukum internasional adalah instrumen politik. Artinya, hukum internasional pada praktiknya sering dimanfaatkan oleh negara adidaya dan negara-negara maju untuk menekan negara-negara berkembang dan miskin.

Tiga hal mengenai kelemahan hukum internasional di atas sangat mempengaruhi penyelesaian konflik segitiga antara Israel, Palestina, dan Lebanon. Pertama, Israel memanfaatkan keprimitifan hukum internasional. Israel terlihat seperti singa yang lapar, sedangkan Palestina dan Lebanon seperti rusa yang tak berdaya. Kedua, Israel memanfaatkan keterbatasan hukum internasional yang dibatasi oleh kedaulatan negara. Kedaulatan negara Israel menjadi legitimasi yang kuat untuk menggempur Palestina dan Lebanon. Padahal Lebanon adalah negara berdaulat dan berhak mempertahankan kedaulatannya dari ancaman luar. Nyatanya kedaulatan Lebanon dengan mudah dicabik gempuran Israel.

Ketiga, Israel memanfaatkan hukum internasional sebagai instrumen politiknya di forum internasional, dengan memanfaatkan keberadaan dan kekuatan AS di DK PBB. Dalam forum pembahasan konflik Timur Tengah, khususnya Israel dan Palestina, AS selalu menggunakan hak vetonya untuk membela Israel. AS juga sering merestui tindakan-tindakan Israel untuk menzalimi Palestina. Kini AS juga merestui tindakan Israel untuk menggempur Palestina dan Lebanon sekaligus.

PBB
Kekejaman Israel terhadap bangsa Palestina dan negara tetangganya yang terus meningkat semakin membuat umat Islam di dunia semakin habis kesabarannya. Negara-negara Muslim yang konservatif dan kaum perlawanan Islam sudah memberikan ultimatum kepada Isreal untuk segera menghentikan kekejamannya terhadap Palestina. Jika tidak, maka negara Muslim konservatif akan mengajak umat Islam di dunia bersatu melawan Israel dan sekutunya.

Jika negara Muslim konservatif dan kaum perlawanan Islam bersatu melawan Israel, tak menutup kemungkinan Perang Arab-Israel akan terulang kembali di Timteng. Untuk mencegahnya, PBB selaku pelaksana dan penegak hukum internasional terbesar di dunia, harus bekerja ekstra keras menyelesaikan konflik segitiga Israel-Palestina-Lebanon. Seluruh elemen internasional harus dikerahkan PBB agar konflik itu tak meluas menjadi perang terbuka seperti Perang Dunia I dan II. Hal ini penting karena seperti Perang Dunia I dan Perang Dunia II, mulanya juga dari Perang Eropa.

Ini sudah menjadi tanggung jawab utama PBB selaku otoritas internasional untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia sesuai prinsip-prinsip Piagam PBB. PBB, khususnya DK, harus mampu melepaskan diri dari pengaruh dan kekuatan AS dan sekutunya. Di sinilah harga diri, kredibilitas, dan legitimasi PBB dipertaruhkan di mata internasional.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home