LSM Komprador dan Propaganda Anti -Islam
Farid Wadjdi
Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Jakarta
Kaum Muslim di dunia saat ini sedang menghadapi upaya propaganda dan penyesatan terhadap agama mereka atas nama perang melawan terorisme. Kaum Muslim yang ingin mengganti sistem kapitalisme yang korup dan pemerintahan diktator di dunia Islam dicap fundamentalis, ekstremis, bahkan teroris.
Bush dan Blair serta pendukung setianya secara terus-menerus melakukan propaganda melawan Islam untuk membenarkan upaya mereka melestarikan penjajahan dan campur tangan jahat mereka di Dunia Islam. Tidak berhenti sampai di sana. Upaya memberikan citra negatif terhadap syariat Islam dan khilafah secara sistematis dilakukan oleh negara-negara kapitalis penjajah dan para pendukungnya. Bahkan upaya ini menjadi rekomendasi utama dalam berbagai laporan lembaga-lembaga pemikir (think-tank) mereka.
Rekomendasi
Ariel Cohen, dalam rekomendasi yang diterbitkan The Heritage Foundation menulis: AS harus menyediakan dukungan pada media lokal untuk membeberkan contoh-contoh negatif dari aplikasi syariah, seperti potong tangan untuk kejahatan ringan atau kepemilikan alkohol di Chechnya, keadaan Afghanistan di bawah Taliban atau Saudi Arabia, dan tempat lainnya. Perlu juga diekspose perang sipil yang dituduhkan kepada gerakan Islam di Aljazair. (Hizb ut-Tahrir: An Emerging Threat to US Interests in Central Asia).
Hal senada direkomendasikan Cheryl Benard. Menurutnya, ada beberapa ide yang harus terus-menerus diangkat untuk menjelekkan citra Islam: perihal demokrasi dan HAM, poligami, sanksi kriminal, keadilan Islam, isu minoritas, pakaian wanita, dan kebolehan suami untuk memukul istri. (Civil Democratic Islam, Partners, Resources, and Strategies, The Rand Corporation, halaman 1-24).
Negara-negara kapitalis ini rela menghabiskan dana puluhan juta dolar AS untuk melakukan propaganda negatif. (Lihat: David E Kaplan, ''Hearts, Minds, and Dollars'', www.usnews.com, 25/4/2005). Untuk melakukan propaganda sistematis ini negara-negara kapitalis kemudian memanfaatkan kelompok-kelompok yang menjadi komprador (kaki tangan) negara penjajah ini. Para komprador ini kemudian membuat LSM-LSM yang secara sistematis dan terus-menerus menentang penegakkan syariat Islam dan memberikan citra negatif terhadap syariat Islam di negeri-negeri Islam.
Ironisnya, di sisi lain, LSM-LSM ini diam terhadap perlakukan kejam negara-negara penjajah kapitalis Barat, padahal mereka mengklaim sebagai pendukung dan penegak demokrasi dan HAM. Mereka diam terhadap pembunuhan ratusan ribu rakyat sipil di Irak, Afganistan, Palestina, dan negeri negeri Islam lain yang dilakukan oleh AS dan sekutunya yang mengklaim sebagai penegak demokrasi. Mereka juga diam terhadap penangkapan, pemenjaraan, dan penyiksaaan manusia yang dituduh secara sepihak oleh AS sebagai teroris. Mereka diam terhadap ulah AS di Guantanamo (Kuba) dan penjara-penjara lainnya.
Kelompok-kelompok ini mengecam syariat Islam akan membawa penderitaan bagi rakyat. Namun, mendukung habis-habisan kebijakan negara kapitalis dan liberal seperti AS, meskipun itu membuat penderitaan yang mendalam bagi rakyat. Di Indonesia, kelompok liberal secara demonstratif membuat iklan mahal di sebuah koran nasional, satu halaman penuh, yang mendukung kebijakan negara menaikkan harga BBM. Mereka tidak punya nurani lagi. Padahal, semua tahu, kenaikan BBM telah menyengsarakan masyarakat.
Para komprador negara kapitalis ini menyerang penerapan syariat Islam dan menyebutnya akan memecah-belah bangsa. Namun, membiarkan negara-negara kapitalis mengintervensi negara ini sehingga negara ini terancam pecah. Mereka membiarkan negara-negara asing mengobok-obok Indonesia --seperti di Papua, Maluku, dan Aceh-- atas nama HAM dan demokrasi. Kelompok komprador ini menutup mata bahwa ide liberal seperti menentukan nasib sendiri telah menjadi senjata ampuh bagi Timor Timur untuk melepaskan diri dari Indonesia.
Negara-negara Barat pun tidak segan-segan memanfaatkan para penguasa di negeri-negeri Islam untuk melakukan upaya pemberangusan terhadap penegakan syariat Islam. Mereka mendukung penuh para penguasa diktator seperti Husni Mubarak di Mesir, Karimov di Uzbekistan, atau Musharaf di Pakistan untuk bertindak represif terhadap pejuang-pejuang syariat Islam.
Tafsir tunggal
Hal yang sama terjadi di Indonesia di masa Soeharto. AS memanfaatkan Soeharto untuk memberangus para pejuang Islam. Soeharto kemudian membuat tafsirnya sendiri atas Pancasila yang kemudian diadopsi negara. Setelah itu, siapapun yang menentang kezaliman Soeharto, menentang kebijakan kapitalistiknya, dicap anti-Pancasila.
Gejala yang sama dikhawatirkan berulang di Indonesia. Beberapa kelompok liberal-sekular dan sosialis tiba-tiba menjadi sangat pancasilais. Mereka berupaya membuat tafsir tunggal terhadap Pancasila bahwa Pancasila itu sekuler. Karenanya, syariat Islam adalah ancaman bagi Pancasila.
Kaum Muslim yang menolak sekularisme kemudian dituduh anti Pancasila. Padahal Pancasila yang sekuler itu merupakan tafsir mereka sendiri yang berusaha mereka paksakan. Mereka lupa bahwa sila pertama dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 justru menyatakan negara ini berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kelompok antisyariah ini memprovokasi negara untuk memberangus kelompok Islam yang ingin memperjuangkan syariat Islam. Mereka berupaya menutupi fakta yang nyata dan jelas bahwa justru sistem kapitalis yang diadopsi oleh negara dan diperjuangkan oleh kelompok-kelompok liberal inilah yang telah menghancurkan bangsa ini.
Upaya melawan propaganda jahat ini adalah kewajiban seluruh komponen bangsa ini. Tragedi kemanusiaan akan terulang seperti di masa Orde Lama dan Orde Baru, saat penguasa menggunakan tafsiran ideologinya untuk memberangus kelompok yang kritis terhadap negara. Umat Islam tidak boleh diam. Pemerintah juga perlu diingatkan, untuk tidak kembali menjadi mesin pembunuh rakyat untuk kepentingan negara asing. Wallahu a'lam.
Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Jakarta
Kaum Muslim di dunia saat ini sedang menghadapi upaya propaganda dan penyesatan terhadap agama mereka atas nama perang melawan terorisme. Kaum Muslim yang ingin mengganti sistem kapitalisme yang korup dan pemerintahan diktator di dunia Islam dicap fundamentalis, ekstremis, bahkan teroris.
Bush dan Blair serta pendukung setianya secara terus-menerus melakukan propaganda melawan Islam untuk membenarkan upaya mereka melestarikan penjajahan dan campur tangan jahat mereka di Dunia Islam. Tidak berhenti sampai di sana. Upaya memberikan citra negatif terhadap syariat Islam dan khilafah secara sistematis dilakukan oleh negara-negara kapitalis penjajah dan para pendukungnya. Bahkan upaya ini menjadi rekomendasi utama dalam berbagai laporan lembaga-lembaga pemikir (think-tank) mereka.
Rekomendasi
Ariel Cohen, dalam rekomendasi yang diterbitkan The Heritage Foundation menulis: AS harus menyediakan dukungan pada media lokal untuk membeberkan contoh-contoh negatif dari aplikasi syariah, seperti potong tangan untuk kejahatan ringan atau kepemilikan alkohol di Chechnya, keadaan Afghanistan di bawah Taliban atau Saudi Arabia, dan tempat lainnya. Perlu juga diekspose perang sipil yang dituduhkan kepada gerakan Islam di Aljazair. (Hizb ut-Tahrir: An Emerging Threat to US Interests in Central Asia).
Hal senada direkomendasikan Cheryl Benard. Menurutnya, ada beberapa ide yang harus terus-menerus diangkat untuk menjelekkan citra Islam: perihal demokrasi dan HAM, poligami, sanksi kriminal, keadilan Islam, isu minoritas, pakaian wanita, dan kebolehan suami untuk memukul istri. (Civil Democratic Islam, Partners, Resources, and Strategies, The Rand Corporation, halaman 1-24).
Negara-negara kapitalis ini rela menghabiskan dana puluhan juta dolar AS untuk melakukan propaganda negatif. (Lihat: David E Kaplan, ''Hearts, Minds, and Dollars'', www.usnews.com, 25/4/2005). Untuk melakukan propaganda sistematis ini negara-negara kapitalis kemudian memanfaatkan kelompok-kelompok yang menjadi komprador (kaki tangan) negara penjajah ini. Para komprador ini kemudian membuat LSM-LSM yang secara sistematis dan terus-menerus menentang penegakkan syariat Islam dan memberikan citra negatif terhadap syariat Islam di negeri-negeri Islam.
Ironisnya, di sisi lain, LSM-LSM ini diam terhadap perlakukan kejam negara-negara penjajah kapitalis Barat, padahal mereka mengklaim sebagai pendukung dan penegak demokrasi dan HAM. Mereka diam terhadap pembunuhan ratusan ribu rakyat sipil di Irak, Afganistan, Palestina, dan negeri negeri Islam lain yang dilakukan oleh AS dan sekutunya yang mengklaim sebagai penegak demokrasi. Mereka juga diam terhadap penangkapan, pemenjaraan, dan penyiksaaan manusia yang dituduh secara sepihak oleh AS sebagai teroris. Mereka diam terhadap ulah AS di Guantanamo (Kuba) dan penjara-penjara lainnya.
Kelompok-kelompok ini mengecam syariat Islam akan membawa penderitaan bagi rakyat. Namun, mendukung habis-habisan kebijakan negara kapitalis dan liberal seperti AS, meskipun itu membuat penderitaan yang mendalam bagi rakyat. Di Indonesia, kelompok liberal secara demonstratif membuat iklan mahal di sebuah koran nasional, satu halaman penuh, yang mendukung kebijakan negara menaikkan harga BBM. Mereka tidak punya nurani lagi. Padahal, semua tahu, kenaikan BBM telah menyengsarakan masyarakat.
Para komprador negara kapitalis ini menyerang penerapan syariat Islam dan menyebutnya akan memecah-belah bangsa. Namun, membiarkan negara-negara kapitalis mengintervensi negara ini sehingga negara ini terancam pecah. Mereka membiarkan negara-negara asing mengobok-obok Indonesia --seperti di Papua, Maluku, dan Aceh-- atas nama HAM dan demokrasi. Kelompok komprador ini menutup mata bahwa ide liberal seperti menentukan nasib sendiri telah menjadi senjata ampuh bagi Timor Timur untuk melepaskan diri dari Indonesia.
Negara-negara Barat pun tidak segan-segan memanfaatkan para penguasa di negeri-negeri Islam untuk melakukan upaya pemberangusan terhadap penegakan syariat Islam. Mereka mendukung penuh para penguasa diktator seperti Husni Mubarak di Mesir, Karimov di Uzbekistan, atau Musharaf di Pakistan untuk bertindak represif terhadap pejuang-pejuang syariat Islam.
Tafsir tunggal
Hal yang sama terjadi di Indonesia di masa Soeharto. AS memanfaatkan Soeharto untuk memberangus para pejuang Islam. Soeharto kemudian membuat tafsirnya sendiri atas Pancasila yang kemudian diadopsi negara. Setelah itu, siapapun yang menentang kezaliman Soeharto, menentang kebijakan kapitalistiknya, dicap anti-Pancasila.
Gejala yang sama dikhawatirkan berulang di Indonesia. Beberapa kelompok liberal-sekular dan sosialis tiba-tiba menjadi sangat pancasilais. Mereka berupaya membuat tafsir tunggal terhadap Pancasila bahwa Pancasila itu sekuler. Karenanya, syariat Islam adalah ancaman bagi Pancasila.
Kaum Muslim yang menolak sekularisme kemudian dituduh anti Pancasila. Padahal Pancasila yang sekuler itu merupakan tafsir mereka sendiri yang berusaha mereka paksakan. Mereka lupa bahwa sila pertama dari Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 justru menyatakan negara ini berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kelompok antisyariah ini memprovokasi negara untuk memberangus kelompok Islam yang ingin memperjuangkan syariat Islam. Mereka berupaya menutupi fakta yang nyata dan jelas bahwa justru sistem kapitalis yang diadopsi oleh negara dan diperjuangkan oleh kelompok-kelompok liberal inilah yang telah menghancurkan bangsa ini.
Upaya melawan propaganda jahat ini adalah kewajiban seluruh komponen bangsa ini. Tragedi kemanusiaan akan terulang seperti di masa Orde Lama dan Orde Baru, saat penguasa menggunakan tafsiran ideologinya untuk memberangus kelompok yang kritis terhadap negara. Umat Islam tidak boleh diam. Pemerintah juga perlu diingatkan, untuk tidak kembali menjadi mesin pembunuh rakyat untuk kepentingan negara asing. Wallahu a'lam.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home