| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Tuesday, May 23, 2006,10:21 PM

UMNO, 60 Tahun Memimpin Malaysia

Julius Pour

"Tidak ada pilihan lain. Hanya ada satu tujuan, berhasil dan harus berhasil."

Dengan sangat bersemangat, Abdullah Ahmad Badawi, Perdana Menteri Malaysia sekaligus Ketua Umum UMNO, menegaskan, "... harapan kita, ketika saatnya nanti tiba, sewaktu gagasan Wawasan 2020 sudah tercapai, para pemimpin UMNO akan bisa berjalan tegak dan berani menepuk dada. Mereka sudah berhasil mengangkat orang Melayu bangkit dari segala keterpurukan. Orang Melayu telah berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain...."

Pernyataan Badawi langsung disambut teriakan gemuruh ribuan hadirin yang memadati Istana Besar, Johor Baru, Malaysia, Kamis (11/5) siang. "Hidup orang Melayu, hidup Melayu...."

Hari itu UMNO atau kepanjangannya the United Malays National Organization, salah satu partai politik (parpol) di Malaysia yang khusus beranggotakan warga Melayu, sedang merayakan ulang tahun ke-60. Untuk menandai peringatan tersebut, dengan sengaja upacara diselenggarakan di bekas tempat Datuk Onn Jaafar tahun 1946 memproklamirkan terbentuknya UMNO.

Lautan merah-putih hari itu menyelimuti Johor Baru. Mulai dari bendera, umbul-umbul, payung, bahkan pakaian seragam yang dipakai pendukung UMNO; baju Melayu untuk pria dan baju kurung bagi wanitanya sewarna dengan panji UMNO, merah dan putih dengan hiasan kuning keris Melayu.

Tentu saja, semaraknya lautan merah-putih membikin perasaan saya larut dalam kemeriahan. Sampai kemudian Badawi menyebut kisah sukses 60 tahun perjalanan UMNO. "Perjuangan UMNO pasti berhasil. Mengapa? Oleh karena kita sudah membuktikannya. Kita berhasil menentang Inggris sewaktu mereka memaksakan lahirnya Malayan Union, kita berhasil menumpas teror komunis, kita berhasil melawan politik konfrontasi Indonesia, dan juga berhasil lolos dari jebakan krisis moneter tahun 1998...."

Konfrontasi?

Istilah tersebut sudah lama lenyap dari pikiran saya. Bahwa Bung Karno pernah melancarkan kebijakan (dan ternyata gagal) untuk mengganyang Malaysia, sudah lama saya kuburkan. Tetapi, apakah gagalnya Konfrontasi Malaysia adalah kisah sukses dari kader UMNO, terpulang dari sisi mana penafsiran dilakukan. Yang pasti, UMNO telah membuktikan dirinya mampu memimpin Malaysia selama 60 tahun terakhir.

Sejak hari-hari gelap di masa penjajahan Inggris sampai terbentuknya Persekutuan Tanah Melayu (1957) hingga lahirnya Malaysia tahun 1963. "Datuk Onn telah berhasil mempersatukan orang Melayu meski kita berbeda latar belakang, Tunku Abdul Rahman memberi kemerdekaan, begitu juga dengan teladan seluruh pemimpin UMNO. Tun Abdul Razak, Tun Hussein Onn, Tun Mahathir Mohamad, dan juga Tun Ghafar Baba," kata Badawi memuji semua pendahulunya.

Memangsa anak sendiri

Seperti halnya revolusi, perjalanan parpol sering memangsa anaknya. Datuk Onn, tokoh pendiri UMNO, tidak berhasil meyakinkan anggotanya bahwa parpol harus terbuka dan bersedia menampung anggota bukan Melayu. Kegagalan tersebut memaksa Datuk Onn pada Agustus 1951 meninggalkan UMNO dan mendirikan parpol multi-etnis IMP, the Independence of Malaya Party. Tunku Abdul Rahman, pengganti Datuk Onn selaku Ketua UMNO, saat itu langsung mengancam, "... jangan ikut-ikutan IMP, mereka tidak akan pernah mengutamakan orang Melayu."

Masyarakat Malaysia (waktu itu masih disebut Malaya) agaknya merasa lebih mantap dalam partai yang membatasi diri untuk etnis tertentu. Februari 1949, masyarakat keturunan China mendirikan MCA, the Malayan Chinese Association. Setelah sebelumnya, Agustus 1946, warga keturunan India bersatu dalam MIC, the Malayan Indian Congress.

Tetapi, perjalanan waktu dan pengalaman akhirnya menyadarkan bahwa perjuangan bersama bakal membuahkan lebih banyak keuntungan sehingga melahirkan wadah berbentuk "aliansi". Tes awal suksesnya aliansi bermula pada pemilu lokal di Kuala Lumpur tahun 1952. Gabungan UMNO-MCA berhasil merebut 9 dari 12 kursi yang tersedia, sementara IMP pimpinan Datuk Onn yang awalnya lebih dijagokan karena multi-etnis ternyata hanya meraih dua kursi dan satu kursi sisa direbut calon independen.

Sukses tersebut menarik minat MIC bergabung. Sejak April 1955, ketiga parpol sepakat dipimpin sebuah dewan yang terdiri atas 16 wakil UMNO, 16 MCA, dan 6 MIC dilengkapi kesepakatan, semua keputusan dilakukan secara musyawarah. Tetapi, tidak mudah menjalin kerja sama, sementara perasaan curiga masih mewarnai. Dilengkapi beragam persoalan lokal, fragmentasi semakin riuh oleh karena selain pemilu nasional juga ada pemilu lokal. Keruwetan bertambah besar akibat warga masyarakat keturunan Melayu, China, dan India berikut persoalan mereka sering berada di tingkat lokal. Belum lagi dengan perbedaan persoalan lapangan antara wilayah Semenanjung dengan Sabah dan Serawak di Kalimantan.

Kerusuhan 13 Mei

Tanggal 13 Mei 1969 meletus kerusuhan rasial yang ironisnya terjadinya sesaat setelah pengumuman hasil pemilu. Sebelum kerusuhan meletus, ketegangan sudah terasa akibat pertikaian tentang bahasa nasional yang akhirnya menyeret bidang penyelenggaraan pendidikan dan melebar ke arah ketimpangan ekonomi. Kerusuhan tersebut memaksa diberlakukannya keadaan darurat; pembekuan kegiatan politik dan pemerintahan dipegang NOC—National Operations Council atau Dewan Keamanan Nasional—di bawah kendali Tun Abdul Razak, Deputi Perdana Menteri.

Di lingkup internal UMNO, benih perpecahan ikut muncul. Para mahasiswa Melayu radikal menuntut Tunku dipecat karena dianggap terlampau memberi kemudahan kepada warga China. Pada sisi lain, karena MCA dituduh tidak mendorong keturunan China memilih para calon aliansi, mereka mempertimbangkan kemungkinan mundur. Puncak perselisihan terjadi ketika Mahathir Mohamad, anggota Dewan Tertinggi UMNO, menulis surat terbuka meminta Tunku mundur. Permintaan tersebut didukung Musa Hitam, asisten pribadi Tun Razak. Akibatnya, justru Mahathir yang dipecat dan Musa Hitam diasingkan ke Inggris.

Tanggal 31 Agustus 1970, setelah situasi bisa dikendalikan, Tun Razak mencairkan pembekuan kegiatan politik. Sebulan kemudian, Tunku Abdul Rahman mundur, Tun Razak menjadi Perdana Menteri sekaligus pejabat Ketua UMNO dan memimpin kubu aliansi. Maret 1972 pemecatan Mahathir dibatalkan dan Tun Razak melukiskan, "... partai kita telah kembali utuh seperti semula."

Kerusuhan 13 Mei memang memicu spekulasi. Apakah kegiatan politik akan terus dibekukan? Apakah penyelenggaraan pemerintahan selamanya dipegang NOC, apakah seluruh parpol dibubarkan dan Malaysia untuk seterusnya dipimpin satu parpol multi-etnis yang didominasi orang Melayu?

Keraguan tersebut dijawabTun Razak, "... pengalaman kita selama ini justru membuka kemungkinan lahirnya front nasional dari semua kekuatan politik." Kelanjutan gagasan ini adalah terbentuknya konsep membangun fondasi politik yang lebih kokoh serta menyatu dalam multiras. Tanggal 1 Juni 1974, UMNO, MCA, MIC berikut enam parpol lain secara resmi menyatu dalam Barisan Nasional, dengan lambang timbangan sambil menetapkan Tun Razak sebagai Ketua Umum dan Michael Tan selaku Sekjen.

Hanya dua partai, DAP (partai multi-etnis dipimpin keturunan China di Semenanjung) dan PSRM (Partai Sosialis Rakyat Malaysia) menolak bergabung ke Barisan Nasional atau yang kini lebih dikenal dengan sebutan BN. Sebaliknya, BN ternyata meraih simpati di Malaysia Timur sehingga diperkuat dengan bergabungnya parpol lokal Berjaya dari Sabah dan PKS, Partai Kebangsaan Sarawak.

Cairnya sistem politik dan banyaknya isu lokal sering menyebabkan gejolak dalam BN. Sebuah perselisihan di Kelantan tahun 1977 mendorong PAS (Persatuan Islam Sa-Tanah Melayu) meninggalkan BN. Perubahan besar kemudian berlangsung tahun 1981 dengan naiknya Mahathir sebagai Perdana Menteri sekaligus memimpin UMNO dan BN. Oleh karena bersamaan dengan itu, Musa Hitam, bekas pendukungnya yang dulu diasingkan menyusul insiden tahun 1969, terpilih sebagai Wakil Perdana Menteri.

Alih generasi

Tampilnya kedua tokoh muda tersebut dilukiskan sebagai alih generasi dan gaya kepemimpinan baru. Oleh karena untuk pertama kalinya, kehidupan politik Malaysia dipimpin tokoh bukan bangsawan, bukan dari keluarga kaya, bukan hasil pendidikan Inggris (Mahathir dokter lulusan Singapura) dan karena itu lebih nasionalis oleh karena tidak silau dengan model pembangunan gaya Barat. Sosok yang justru selepas kerusuhan rasial 13 Mei 1969 sudah pernah diberi label radikal.

Radikal atau tidak, hanya istilah. Orang luar sering keliru dalam menangkap gemuruh perang kata kehidupan politik Malaysia. Betapapun seru perselisihan mereka dalam pernyataan, semua pemimpin politik di sana tetap sadar bahwa keutuhan mereka sebagai masyarakat majemuk dan kesediaan menghargai peran serta kelompok lain merupakan landasan dasar untuk bisa muwujudkan Malaysia menjadi negara maju di tahun 2020.

Peringatan 60 tahun UMNO membuktikannya. Mahathir, Musa Hitam, Badawi, dan semua pemimpin UMNO duduk berdampingan dan berdoa bersama demi kejayaan UMNO. Ketua Pemuda UMNO Datuk Seri Hishammuddin Tun Hussein melukiskannya sebagai deja vu ketika dia memasuki Istana Besar, tempat kakeknya, Datuk Onn Jaafar, mendirikan UMNO. Komentar senada diucapkan Sekjen UMNO Datuk Radzi Sheikh Ahmad, "... semasa acara foto bersama, saya sengaja mencari tempat di mana dulu ayah saya tegak berdiri ketika mendirikan UMNO 60 tahun lalu."

Kemampuan menangkap pengalaman selama perjalanan waktu dan kesanggupan mereka mempersiapkan alih generasi agaknya sebuah kunci sukses keberhasilan UMNO. Sekaligus kesuksesan Barisan Nasional ketika menyapu semua pesaing politiknya secara demokratis, dari satu pemilu ke pemilu lain.

Julius Pour, Wartawan yang Sedang Berada di Malaysia

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home