| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Monday, May 29, 2006,1:09 PM

Solidaritas di Tengah Bencana

Baskara T Wardaya

Jika pagi itu Anda sedang berada di Bandara Adisucipto, Yogyakarta, dan selamat karena sempat lari sebelum ruang tunggu keberangkatan roboh diguncang gempa, Anda akan bersyukur masih hidup. Anda akan sadar, saat itu banyak yang beruntung seperti Anda, tetapi banyak pula yang tidak sempat menyelamatkan diri.

Tak lama kemudian Anda pun akan tahu, tidak hanya di Bandara Yogya jatuh korban, melainkan juga di berbagai tempat di bagian selatan Pulau Jawa. Ribuan orang telah tersungkur tak bernyawa karena bencana yang sama.

Sekaligus Anda akan diingatkan kembali, malapetaka besar macam itu bisa menimpa siapa saja. Ia bisa menimpa setiap orang di mana pun orang itu berada, apa pun pandangan politiknya, bahkan apa pun agamanya. Alam punya hukum-hukumnya sendiri dan bencana alam terjadi tanpa manusia bisa menjadwalkannya.

Masa depan lebih baik

Pagi itu (27/5), ketika gempa menimpa, penulis termasuk yang beruntung karena bisa keluar sebelum ruang tunggu Bandara Yogya ambruk. Bersyukur karena masih boleh hidup, tetapi menjadi iba karena banyak orang lain tak sempat menyelamatkan diri. Terharu melihat wajah-wajah beku para korban yang tewas, tetapi juga tersentuh memandangi raut muka mereka yang selamat, tetapi nyaris kehilangan segalanya.

Di tengah itu semua, tak kalah mengharukannya adalah menyaksikan dan mengalami betapa besar simpati dan solidaritas berbagai pihak terhadap kami yang sedang ditimpa kemalangan ini. Air mata haru menetes tidak hanya untuk mereka yang tewas atau terluka, melainkan juga bagi rekan-rekan di seluruh penjuru Tanah Air yang dengan penuh simpati menanyakan keadaan kami dan dengan sukarela menawarkan bantuan sebisanya.

Uluran tangan diberikan tanpa memandang di mana kami sedang berada, apa pandangan politik kami, bahkan apa agama kami. Solidaritas sosial sejati tampaknya tak mengenal sekat-sekat artifisial ciptaan manusia, apa pun justifikasinya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjukkan rasa solidaritas itu ketika pada hari terjadinya gempa datang menjenguk para korban, bahkan rela tidur di tenda seperti mereka. Berbagai pihak di luar daerah bencana selalu memantau keadaan di Yogya dan sekitarnya ditandai dengan sulitnya komunikasi melalui telepon genggam. Dengan segera truk-truk berisi makanan dan obat-obatan dikirim dari sejumlah kota. Sementara itu, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di luar negeri dengan cekatan menggalang pengumpulan dana solidaritas untuk para korban. Tentu saja banyak doa dilambungkan guna memohon perlindungan dan kekuatan bagi mereka yang kini menderita.

Semua itu bisa membuat kita sejenak tertegun. Di tengah panjangnya keluhan mengenai betapa korup dan manipulatifnya banyak pengurus negeri ini, ternyata masih ada momen-momen tertentu di mana warga masyarakat menunjukkan solidaritas mereka terhadap sesama yang menderita. Tragedi tsunami di Aceh beberapa waktu yang lalu telah menunjukkan solidaritas itu, dan kini bencana di Yogya sedang menampakkan hal serupa. Hal tersebut melahirkan besarnya rasa terima kasih, sekaligus mendorong berseminya rasa bangga dan harapan sebagai penduduk Indonesia.

Dengan kata lain, bisa saja gempa dan berbagai bencana alam lain datang menimpa, tetapi jika solidaritas kita sebagai bangsa dan sebagai manusia masih ada, kita boleh berharap Indonesia akan memiliki masa depan yang lebih baik. Sekaligus boleh saja para penguasa mencoba melakukan apa pun (termasuk korupsi dan penyekat-nyekatan masyarakat secara sosial) demi kepentingan politik mereka, tetapi selama solidaritas rakyat kebanyakan masih ada dan tetap tumbuh, maka negeri ini masih boleh berharap akan lahirnya pemimpin-pemimpin yang lebih bermutu.

Selimut solidaritas

Bencana alam besar memang menimbulkan banyak penderitaan, tetapi bantuan dan solidaritas dari sesama dapat membuat penderitaan itu menjadi lebih ringan.

Mungkin kita tak akan berdaya mencegah terjadinya gempa bumi, tetapi kalau mau kita bisa membina solidaritas dan bantuan bagi para korbannya. Itulah sebabnya, meskipun pada malam- malam setelah gempa kami merasa kedinginan tidur di luar karena takut gempa susulan, kami akan tetap merasa hangat oleh selimut solidaritas rekan-rekan sebangsa.

Semoga solidaritas serupa tidak hanya lahir kala bencana besar menimpa, melainkan juga dalam setiap kesulitan hidup yang dialami oleh warga negeri ini: di mana pun ia berada, apa pun pandangan politiknya, bahkan apa pun agamanya.


Baskara T Wardaya SJ Dosen Program Magister Ilmu Religi dan Budaya (IRB), Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home