| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Monday, May 29, 2006,1:04 PM

Ribuan Warga Tak Punya Rumah

Penanganan Korban Kurang Terkoordinasi, Banyak yang Belum Ditangani

Yogyakarta, Kompas - Ratusan ribu penduduk Bantul, DI Yogyakarta, kehilangan tempat tinggal layak huni pascagempa Sabtu (27/5) lalu. Diperkirakan dalam setahun ini mereka akan tinggal di barak atau tenda karena pembangunan infrastruktur dan rumah permanen untuk warga belum bisa dilakukan saat ini. Padahal, banyak pengungsi mengatakan mereka tak ingin berlama-lama hidup di tenda pengungsian.

Jumlah rumah yang harus dibangun bagi warga diprediksi lebih dari 40.000 unit. Bupati Bantul Idham Samawi, Minggu, menjelaskan jumlah kepala keluarga di Bantul mencapai 230.000 dan jumlah penduduk 809.844 jiwa.

Di beberapa kecamatan, seperti Jetis, jumlah rumah rusak akibat gempa hari Sabtu mencapai 70 persen, Imogiri 50 persen, dan Bambanglipuro 50 persen.

"Jumlah rumah di Bantul diperkirakan ada 230.000 sesuai dengan jumlah kepala keluarga. Kalau yang roboh ada 20 persen saja, tentu ada sekitar 40.000 rumah yang harus dibangun," ujar Idham.

Kini warga yang mengungsi hanya memanfaatkan tenda seadanya yang tidak tahan air dan tanpa alas. Saat hujan turun di malam hari seperti yang terjadi dua malam terakhir, pengungsi sama sekali tidak bisa tidur karena tenda mereka kebanjiran. Sebagian bahkan basah karena tenda mereka hanya menggunakan karung gandum dan mudah roboh tertiup angin. Oleh karena itu, mereka berharap tidak berlama-lama tinggal di tenda darurat.

"Saya sudah tidak punya apa-apa. Rumah dan barang-barang saya hancur. Saya tidak tahu lagi bagaimana saya bisa membangun rumah kembali," kata Purwono yang mengungsi di Kompleks Gereja Ganjuran.

Hingga kemarin sebagian besar warga Bantul, juga daerah lain di Sleman, lebih memilih tinggal di tenda-tenda darurat yang mereka buat sendiri dari plastik alakadarnya. Mereka mengaku takut dan khawatir akan adanya gempa susulan.

Kepala Sub-Bidang Observasi Gempa Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) M Riyadi menjelaskan, sepanjang hari Minggu kemarin terjadi enam kali gempa susulan berkekuatan 4 skala Richter yang getarannya dapat dirasakan. Meski demikian, gempa susulan itu tidak sampai merusakkan bangunan.

Siapkan langkah darurat

Sementara itu, pemerintah mempersiapkan langkah tanggap darurat selama tiga bulan dan langkah rehabilitasi dan rekonstruksi selama satu tahun pascagempa bumi yang terjadi di Yogyakarta dan kota-kota lainnya di Jawa Tengah. Untuk mendukung langkah tersebut, pemerintah menyiapkan anggaran sekitar Rp 1,075 triliun yang berasal dari APBN 2006, perubahan APBN 2006, serta bantuan sejumlah negara.

Angka sekitar Rp 1,075 triliun didasarkan pada asumsi korban jiwa sekitar 4.000 jiwa, 10.000 orang luka parah, 35.000 rumah dan bangunan rusak, serta 50.000 penduduk yang mengungsi.

Demikian disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam keterangan pers seusai memimpin rapat Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Bakornas PBP) di kediaman dinas Wapres di Jakarta, Minggu malam.

Rapat yang untuk pertama kalinya diadakan oleh Wapres selaku Ketua Bakornas PBP dihadiri oleh seluruh menteri anggota Bakornas, terkecuali Mensos Bachtiar Chamsyah diwakili Sekjen Depsos, dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto yang diwakili Kepala Badan Pembinaan Keamanan Polri Komisaris Jenderal Ismerda Lebang.

Menurut Wapres, angka Rp 1,075 triliun terdiri dari Rp 75 miliar untuk tanggap darurat tiga bulan pertama dan Rp 1 triliun untuk rehabilitasi dan rekonstruksi untuk satu tahun pertama. "Berbeda dengan Aceh, untuk gempa bumi di Yogyakarta dan lainnya ini, penduduk boleh membangun rumahnya yang roboh secara gotong royong, tetapi dengan dana dari pemerintah," ujar Wapres.

Tentang bantuan dari sejumlah negara, Wapres menyatakan saat ini sudah ada 19 negara yang menjanjikan bantuan kemanusiaan dan dana untuk merekonstruksi. Namun, Wapres tak merinci ke-19 negara itu.

Kehujanan dan kelaparan

Ketika gempa terjadi, ratusan warga Bantul mengungsi ke hutan-hutan di wilayah Bantul dan Gunung Kidul. Hingga kemarin mereka belum tersentuh bantuan. Mereka hanya menggunakan tenda dari kain terpal atau kantong gandum dan terpaksa mengonsumsi makanan seadanya, seperti ketela dan sayuran yang tumbuh di ladang sekitarnya.

Menurut Ketua RT XIV Dusun Bunder Suwaldiono, warga Gunung Kidul yang mengungsi di hutan kembali turun ke dusun keesokan paginya. Mereka kelaparan. Hanya beberapa bungkus mi instan yang dapat dinikmati sebagian anak kecil di situ. Para orang tua hanya makan buah pepaya dan kacang mentah yang dipetik dari hutan itu.

Eni Trianawati (23), yang baru melahirkan bayi dua hari lalu, juga rela menapaki bukit yang penuh pepohonan kayu putih itu. Bayi yang belum dia namai ini menangis sepanjang jalan. Di hutan, beberapa kali mereka merasakan gempa susulan dan hujan deras.

Sementara itu, pengungsi yang tinggal di tenda-tenda sekitar rumah juga kesulitan pangan dan kehujanan. Mereka enggan mengungsi di tempat-tempat yang lebih layak, seperti halaman kantor kecamatan atau kantor kepolisian sektor setempat, karena harus menjaga rumahnya dari kemungkinan pencurian.

Infrastruktur memburuk

Selain merusak ribuan rumah, gempa juga memperburuk kondisi infrastruktur di Bantul. Jalan-jalan utama di Bantul yang awalnya retak beberapa sentimeter kini bertambah lebar. Jembatan mulai rusak dan ambles.

Pemandangan paling nyata terlihat di Jalan Raya Bantul yang menjadi penghubung Bantul dan Yogyakarta.

Bangunan Pasar Imogiri sebagian besar rata dengan tanah, begitu pula dengan Pasar Niten di Kasihan Bantul. Hampir sebagian besar bangunan yang ada di Bantul rusak berat, bahkan roboh.

Hingga Minggu malam, listrik belum sepenuhnya mengalir di Bantul. Manajer Perusahaan Listrik Negara (PLN) Area Pemasaran dan Jaringan Yogyakarta M Fadholi mengungkapkan saat ini pihaknya sedang mengidentifikasi kerusakan saluran listrik.

Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi Basuki Yusuf Iskandar menyatakan, penanganan seluruh masalah di bidang telekomunikasi di DIY akan selesai dalam sepekan ini. Seluruh operator telekomunikasi juga sepakat untuk mengaktifkan kembali nomor darurat bencana, 112.

Perlunya koordinasi

Situasi di lapangan memberikan gambaran jelas tentang belum terkoordinasinya penanganan korban gempa. Karena itu, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengingatkan pemerintah untuk menunjuk secara definitif penanggung jawab penanganan bencana gempa bumi di DIY dan sekitarnya. Penetapan itu diperlukan agar koordinasi penanganan bencana berjalan baik dan bisa lintas sektoral.

Wakil Ketua DPD Irman Gusman seusai rapat khusus DPD berkaitan dengan bencana alam di DIY dan sekitarnya hari Minggu mengatakan, pihaknya memprihatinkan adanya laporan yang mengatakan bahwa ada beberapa daerah dan bahkan korban yang belum tertangani hingga hari kedua bencana.

Menteri Perhubungan Hatta Rajasa menyatakan, Bandar Udara Adi Sucipto, Yogyakarta, hingga Minggu malam masih dinyatakan tertutup untuk penerbangan komersial. Yang dibuka hanya untuk penerbangan bantuan kemanusiaan, itu pun dibatasi untuk pesawat yang jalur landasan pendaratan maksimum 1.400 meter, yaitu pesawat khusus seperti Hercules. Untuk pesawat berbadan lebar yang membawa bantuan kemanusiaan, pendaratannya diarahkan di Bandara Adi Sumarmo, Solo. Itu pun hanya untuk pendaratan malam. (ITA/NIT/PEP/PRA/RIS/BEN/TOM)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home