| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Wednesday, May 17, 2006,12:28 PM

Rupiah Masih Merosot, Bursa Saham Mulai Tenang

Jakarta, Kompas - Walaupun sempat merosot tajam pada pertengahan perdagangan, sempat minus 6,7 persen atau 95 poin menjadi 1.339,2, akhirnya indeks harga saham gabungan memperoleh daya dorong kembali. Pada akhir perdagangan di Bursa Efek Jakarta, Selasa (16/5), indeks akhirnya ditutup hanya melemah tipis 1,7 poin ke level 1.427,814, setelah para investor kembali membeli saham yang harganya sudah murah.

Sementara itu, nilai tukar rupiah terus melemah hingga Rp 9.250 per dollar AS. Di kawasan Asia Tenggara sebagian besar pasar saham juga ditutup melemah. Mata uang di kawasan juga melemah terhadap dollar AS. Hari Senin indeks harga saham gabungan (IHSG) terjun bebas 96,238 poin atau 6,307 persen ke posisi 1.429,542 dan kurs rupiah melemah 359 poin ke posisi Rp 9.115 per dollar AS.

Menanggapi situasi pasar tersebut, Menko Perekonomian Boediono menilai tidak ada yang salah dengan kebijakan pemerintah. Seluruh kebijakan sudah mengarah di jalur yang benar. Melemahnya IHSG dan nilai tukar rupiah merupakan fenomena sementara yang akan segera membaik. Pemerintah akan tetap pada langkah mempertahankan fundamental ekonomi pada posisi yang stabil, mulai menyeimbangkan sektor fiskal, keseimbangan arus barang, serta keseimbangan ekspor-impor. "Kebijakan kami sudah benar. Jadi tinggal diperkuat," katanya.

Penurunan IHSG, menurut Boediono, merupakan langkah penyesuaian pasar yang normal karena sebelumnya Indonesia telah menikmati peningkatan masuknya modal dalam jumlah besar sehingga IHSG lebih tinggi dibandingkan negara lain.

"Pasar kita masih kecil dibandingkan Singapura, Malaysia, bahkan dengan Thailand. Pada pasar yang volumenya kecil, setiap gerakan arus modal yang kecil saja bisa terasa besar. Kondisi itulah yang terjadi saat ini. Jadi dalam jangka panjang, cara mengatasinya adalah mengembangkan pasar," ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah tidak akan mengubah arah kebijakan fundamental ekonomi. Pemerintah hanya akan menjaga APBN agar tetap aman sehingga tidak perlu terlalu banyak mengoreksi asumsi ekonomi. Ia yakin pelaku pasar akan melakukan rasionalisasi dalam beberapa hari mendatang.

"Volatilitas yang sifatnya harian itu memang sudah pasti akan terus terjadi. Saya rasa, dalam beberapa hari pelaku pasar akan mulai menyesuaikan kembali posisi perekonomian Indonesia versus negara lain karena kemarin kita menikmati kenaikan indeks saham dan kurs yang terlalu cepat. Koreksi IHSG dan kurs rupiah yang terjadi saat ini kami harapkan merupakan bagian dari rangkaian koreksi normal dari perubahan yang sistemik," kata Sri Mulyani.

Berjangka panjang

Sri Mulyani menegaskan, pemerintah tidak khawatir akan terjadi aliran dana ke luar negeri. Menurut dia, komposisi investasi di pasar modal saat ini, sebagian besar investor asing memegang surat utang negara (SUN) yang didominasi investor jangka panjang. "Pemilik SUN tersebut memiliki pandangan jangka menengah dan itu dijamin pemerintah melalui kebijakan yang konsisten. Tidak ada alasan untuk terjadinya reverse capital out, kalau memang terjadi aksi ambil untung, itu dimungkinkan terjadi pada sekelompok hedge fund," katanya.

Jaga rupiah

Direktur Inter-CAFE IPB Iman Sugema mengatakan, Bank Indonesia (BI) harus sekuat tenaga mencegah kejatuhan nilai tukar lebih lanjut. Alasannya, dalam gejolak kurs kali ini terdapat tanda-tanda efek bola salju. Artinya, pelemahan nilai tukar sedikit saja akan memicu kejatuhan yang lebih dalam. Selain itu, terdapat hubungan yang erat dan saling memengaruhi antara indeks saham dan pasar valas saat ini. Kejatuhan nilai tukar akan direspons dengan anjloknya bursa saham. Lalu rontoknya bursa juga akan menyulut pelemahan rupiah lebih lanjut.

Sebelumnya Gubernur BI Burhanuddin Abdullah mengatakan, BI memang melakukan intervensi dengan melepas dollar ke pasar agar nilai tukar rupiah tidak berfluktuasi terlalu tajam. Burhanuddin juga menegaskan, belum ada tanda-tanda terjadinya pembalikan arus dana secara tiba-tiba (sudden reversal). Saat ini BI memiliki kemampuan yang lebih dari cukup untuk menahan kejatuhan rupiah. Cadangan devisa saat ini mencapai 42,8 miliar dollar AS, tertinggi sepanjang sejarah.

Selain itu, BI juga memiliki fasilitas penukaran rupiah-dollar secara bilateral (bilateral swap arrangements/BSA) senilai 12 miliar dollar AS dengan bank sentral lainnya, seperti Jepang, Korea Selatan, dan China.

Menurut pengamat perbankan Ryan Kiryanto, pelemahan kurs rupiah juga dipicu oleh rencana sejumlah bank menaikkan suku bunga valuta asing mengikuti kenaikan Fed Fund Rate menjadi 4,75 persen. (oin/TAV/FAJ/joe/anv)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home