| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Tuesday, May 16, 2006,11:07 AM

AS Berani Menyerang Iran?

Peter Rosler Garcia

Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad berteguh pada hak menjalankan program nuklir demi kepentingan sipil.

Pemerintah AS tak percaya tujuan akhir program itu untuk kepentingan damai, bahkan yakin Iran berniat membuat senjata nuklir untuk mampu menyerang negara Barat dan khususnya memusnahkan hak hidup Israel. Memang Presiden Iran sudah sering mengancam dan menuntut semua warga Israel harus keluar dari negara mereka. Dia juga menafikan pembunuhan massal kaum Yahudi dalam holocaust Hitler. Kini Washington menuntut PBB supaya memberlakukan Pasal 7 Piagam, yang tidak hanya mengizinkan sanksi-sanksi berat, tetapi juga serangan militer.

Namun, hanya dua anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yaitu Inggris dan Perancis, mendukung AS. Dua lainnya, yaitu China dan Rusia, menolak sanksi dan serangan militer. Sikap itu malah amat pragmatis: China melihat Iran sebagai mitra perdagangan mahapenting, terutama dalam bidang bahan mentah dan minyak bumi. Rusia mau terus menjual teknologi militer dan nuklir kepada Iran. Di samping itu, baik dari segi geografis maupun dari segi politis Iran adalah mitra strategis Rusia. Pemimpin Rusia juga mengharap negara Syiah itu bisa menyeimbangkan pengaruh negara Sunni Arab yang mendukung pemberontak Chechen.

Dengan begitu, mungkin sekali PBB tidak akan mendukung rencana AS. Namun, beranikah AS menyerang Iran sendiri, sekali lagi tanpa mandat PBB? Akankah Washington mengulangi perang Irak di Iran? Kemungkinan itu kecil sekali. Menurut CNN, kira- kira 60 persen warga AS tidak mendukung lagi perang Irak dan mereka juga menentang rencana perang melawan Iran. Selain itu, kas militer AS sudah kosong. Menurut Washington Post, ongkos perang Irak yang berjumlah 320 miliar dollar AS sudah melebihi dua kali anggaran perang itu.

Pelanggar utama HAM

Selain itu, citra Pemerintah AS yang merosot di mata dunia dan di negerinya sendiri akibat melakukan penipuan, penyiksaan, dan terorisme untuk melawan terorisme. Siapa bisa menghitung jumlah korban tak bersalah dari terorisme AS tersebut, termasuk anak-anak dan wanita? Pasti, teroris-teroris Al Qaeda senang sekali mempunyai lawan yang begitu arogan, bodoh, egois, dan tak tahu diri. Sikap AS itu kian menyulut perbenturan antarperadaban dan menurunkan kredibilitas kesusilaan AS dan sekutu AS. Dengan pendudukan Irak dan mendirikan pusat penyiksaan di Irak, Kuba, Afghanistan, dan Eropa Timur, pemimpin-pemimpin AS sudah masuk kelompok pelanggar utama hak asasi manusia dan hukum internasional di dunia.

Yang sudah terjadi di penjara Abu Ghraib di Irak atau di pusat tahanan Guantánamo di Kuba mempermalukan banyak warga AS dan warga sekutu AS. Perdana Menteri Inggris Tony Blair sepakat dengan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan serta pemimpin banyak negara lain mendesak penutupan kamp tahanan di Guantánamo. AS sama sekali tidak punya hak mempertahankan kamp tahanan dan pangkalan militer itu di Kuba. Mereka merampok tanah Kuba tersebut pada tahun 1898 dan sampai hari ini tidak mau mengembalikan Guantánamo walaupun sudah diminta lebih dari seratus kali.

Di penjara Abu Ghraib, personel AS juga menyiksa anak- anak Irak di depan ibu-bapak mereka dengan tujuan mendapat informasi dari ibu-bapak. Jika berita Al Jazeera benar, tingkah laku itu merupakan satu cara bertindak yang brutal sekali. Waktu tentara AS menyerangi Irak, juga ada banyak anak tidak bersalah yang mati atau terluka. Namun, Pemerintah AS tidak peduli. Washington hanya mau menang.

Hanya dengan membohongi bangsanya sendiri dan seluruh dunia, Presiden AS George W Bush bisa membenarkan serangan kepada Irak. Dia hanya mau menghabisi Saddam Hussein yang tidak bisa digulingkan oleh Bush senior, bapaknya. Tanpa disadarinya dia juga menggulingkan nilai-nilai demokrasi dan sistem hukum internasional. Dia melawan terorisme dengan terorisme walaupun akibatnya AS hanya melipatgandakan jumlah kelompok teroris di Irak dan di mana saja. Serangan militer ke Iran pasti akan memperbanyak lagi jumlah teroris.

Jumlah penduduk Iran yang jauh lebih tinggi dan kekuatan militernya lebih kuat daripada Irak membuat sangat kecil kemungkinan AS menyerbu Iran tanpa mandat PBB.

Peter Rosler Garcia
Pengamat Politik dan Ekonomi Tinggal di Hamburg, Jerman

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home