| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Thursday, April 20, 2006,11:02 AM

Tunjangan Fungsional Guru

Paul Suparno

Kepada DPR, pemerintah mengusulkan agar tunjangan fungsional guru menjadi Rp 500.000. Tunjangan ini tanpa membedakan antara guru negeri dan swasta, berlaku bagi guru SD sampai SLTA (Kompas, 13/4/2006).

Dari usulan itu ada tiga hal yang menarik disimak, yaitu (1) perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan guru; (2) tidak ada diskriminasi antara guru negeri dan swasta; dan (3) kesamaan tunjangan fungsional bagi semua level pendidikan SD sampai SLTA.

Apabila usulan itu diterima DPR, mulai semester II tahun anggaran 2006, semua guru akan menerima tunjangan fungsional Rp 500.000. Suatu hal yang bagi kebanyakan guru amat berarti. Dengan demikian, gaji guru minimal akan menjadi Rp 1,2 juta. Meski jumlah itu belum amat besar, dari usulan itu tampak pemerintah ingin memenuhi mandat Undang-Undang (UU) Guru dan Dosen, yaitu meningkatkan kesejahteraan guru dengan memberi tunjangan fungsional, tunjangan profesional, dan tunjangan khusus.

Sebenarnya, gaji Rp 1,2 juta per bulan bagi seorang guru belum begitu tinggi. Jika guru itu sudah berkeluarga, dengan dua anak, uang itu tidak cukup untuk hidup layak. Apalagi jika kedua anaknya sudah sekolah dan ia belum mempunyai rumah, jumlah itu amat kurang. Untuk keluarga guru seperti itu, minimal dibutuhkan sekitar Rp 2,5 juta per bulan. Meski demikian, tunjangan fungsional itu tetap merupakan tambahan yang signifikan.

Para guru berharap DPR dapat menerima usulan yang tidak tinggi itu. Apabila DPR sejak beberapa tahun terakhir mengusulkan kenaikan tunjangan untuk dirinya yang tinggi, kiranya DPR dapat menerima tambahan kesejahteraan bagi para guru yang kenyataannya amat berjasa bagi kemajuan generasi muda bangsa. Guru sudah sering hanya dihargai sebagai "pahlawan tanpa tanda jasa", kinilah saatnya mereka dihargai dengan kesejahteraan yang lebih pantas. Apabila DPR dapat melihat bahwa pendidikan generasi muda menjadi unsur amat penting bagi kemajuan bangsa, kiranya usulan itu dapat diterima.

Guru negeri dan swasta

Yang amat baik dalam usulan tunjangan fungsional adalah tidak dibedakannya antara guru negeri dan swasta. Ini menandakan pemerintah menghargai guru swasta yang dalam kesejahteraan sering dibedakan. Misalnya, dalam UU Guru, tunjangan profesi dibedakan antara negeri dan swasta. Guru negeri diberi tunjangan profesi satu kali gaji, sedangkan untuk guru swasta disesuaikan kondisi keuangan yayasan masing-masing. Artinya, bila yayasan tidak kuat, guru swasta tidak akan mendapat tunjangan profesi yang sama, bahkan mungkin tidak mendapat tunjangan itu.

Di situ pemerintah masih diskriminatif. Diskriminasi inilah yang memacu protes dan demo guru-guru swasta di berbagai tempat. Guru swasta menuntut agar diperlakukan sama dalam UU dan peraturan, termasuk dalam tunjangan yang diberikan. Dapat dimengerti guru swasta berdemo, mereka membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan, tetapi dibedakan dalam perhatian.

Untung dalam hal tunjangan fungsional pemerintah mengusulkan sama. Ini menunjukkan pemerintah mulai tidak membedakan antara guru negeri dan swasta. Kesamaan dalam tunjangan fungsional hanya mungkin bila tunjangan diberikan oleh pemerintah sendiri, bukan diserahkan kepada yayasan. Di sini, kecuali menaruh perhatian sama terhadap guru negeri dan swasta, pemerintah juga perhatian kepada yayasan swasta penyelenggara sekolah. Bila tunjangan fungsional diserahkan kepada yayasan, akan banyak yayasan yang tidak mampu dan mematikan yayasan itu.

Kita berharap pemerintah kian terus memberi perhatian yang sama kepada guru negeri maupun swasta, tidak hanya pada tunjangan fungsional. Bila pemerintah, pusat dan daerah, kian memperlakukan semua guru tanpa diskriminasi, akan semakin memacu guru berkarya lebih baik.

Belajar dari Singapura

Belajar dari Singapura, di sana kesejahteraan guru memang tinggi, pun tidak ada pembedaan negeri dan swasta. Hal itu terjadi karena semua biaya pendidikan negeri-swasta ditanggung pemerintah.

Diharapkan, setelah tunjangan profesi diberlakukan, pemerintah memberi tunjangan yang sama kepada para guru swasta. Dengan demikian, pemerintah sekali lagi membantu yayasan swasta yang telah ikut membantu pengembangan pendidikan di negara ini. Yayasan pendidikan swasta dengan dana terbatas, berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan yang diwajibkan UU. Maka, sepantasnya pemerintah membantu kekurangan itu.

Yang menarik dari usulan tunjangan fungsional itu adalah tidak dibedakannya tunjangan fungsional guru level SD sampai SLTA. Ini merupakan usulan yang tepat. Mengapa? Karena tunjangan fungsional adalah tunjangan yang terkait fungsi pekerjaan dan bukan jenjang. Sebagai guru, entah guru SD, SLTP, atau SLTA, semua mempunyai fungsi yang sama, yaitu sebagai guru yang mendidik dan mengajar anak didik. Fungsi sebagai pendidik dan pengajar inilah yang akan dihargai; bukan perbedaan siapa yang dilayani.

Kini bola usulan di tangan DPR. Para guru tinggal menanti bagaimana kebijaksanaan para wakil rakyat. Sebagai anggota masyarakat yang menghargai guru dan ingin guru dapat menjalankan fungsi dengan sungguh-sungguh, kita mendukung pemberian tunjangan fungsional itu.

Kita berharap, apabila tunjangan itu disetujui DPR, para guru akan melaksanakan peran dan fungsi sebagai pendidik secara lebih bertanggung jawab. Dampak lebih lanjut, apabila guru kian menjalankan fungsi dengan tanggung jawab, bantuan belajar terhadap anak didik kian baik dan akhirnya anak didik kian maju.

Paul Suparno Dosen Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home