| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Tuesday, March 21, 2006,10:48 AM

Pemerintah Kaji Rekayasa Tolak Perusahaan AS

Jakarta, Kompas - Pemerintah saat ini tengah mengkaji kemungkinan adanya rekayasa terpadu di berbagai daerah untuk menolak keberadaan perusahaan-perusahaan Amerika Serikat di Indonesia.

Demonstrasi menolak PT Freeport Indonesia (FI) di Papua, yang disusul aksi serupa terhadap PT ExxonMobil di Blok Cepu dan PT Newmont Nusa Tenggara, dikhawatirkan akan terus merembet ke pengelolaan ExxonMobil di sumur gas Natuna D-Alpha di kawasan Kepulauan Natuna, Riau.

Berbicara kepada pers sebelum mengikuti rapat kabinet terbatas yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin (20/3) di Kantor Presiden, Jakarta, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menyatakan, pengkajian itu dilakukan karena aksi penolakan tersebut terjadi hampir serempak.

”Kami sedang menelaah apakah memang ada rekayasa terpadu ke berbagai tempat sehubungan dengan kegiatan perusahaan AS (Amerika Serikat). Apakah Freeport, ExxonMobil, Newmont, dan siapa tahu juga nantinya ExxonMobil di kawasan Kepulauan Natuna yang akan dipersoalkan,” ujar Juwono.

Ia mengaku belum tahu ke arah mana hasil penyelidikan Kepolisian Negara RI (Polri). Sebab, hasil pemeriksaan berada di tangan Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutanto. ”Siapa pun nanti tokohnya, pangkat dan jabatannya apa di masa lampau, secara hukum akan diproses jika ada temuan-temuan,” kata Juwono.

Ditanya kemungkinan peristiwa Abepura ditunggangi, Juwono mengakui, saat ini pihak kepolisian masih melakukan investigasi. ”Kami ingin secepatnya, kira-kira siapa di dalam maupun di luar negeri yang terlibat dalam berbagai rekayasa unjuk rasa di berbagai tempat,” paparnya.

Mengenai indikasi ada rekayasa, Juwono mengatakan, ”Yang dipersiapkan di lapangan sudah terlalu rapi kelihatannya, baik barang maupun senjata dan batu-batu. Tidak mungkin kalau tidak dipersiapkan dengan cermat sebelumnya.”

”Sasarannya, menurut dugaan kami, memang ada berbagai pihak yang ingin membuat peristiwa tersebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang cukup berat oleh aparat keamanan sehingga Papua langsung diangkat ke masalah internasional dan kemudian merugikan citra kita dari sisi ekonomi, politik, dan keamanan,” kata Juwono.

Menyinggung dugaan kerusuhan di Abepura akan dijadikan seperti kasus Santa Cruz di Timor Timur, Juwono menyatakan, ”Kami punya firasat seperti itu karena terlalu rapi, disiapkan, dan tidak secara spontan dilaksanakan. Sulit untuk membayangkan bahwa hal itu tidak direncanakan sebelumnya, baik oleh unsur-unsur dalam negeri maupun luar negeri.”

Kepala BIN: provokasi

Di tempat yang sama Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar mengemukakan, pernyataan-pernyataan politik para politisi mengenai masalah Papua terkait dengan operasi PT FI memberikan semacam provokasi. Ia tidak menyebut nama politisi itu. ”Pernyataan-pernyataan politik tersebut juga memberikan semacam provokasi,” ujar Syamsir sebelum rapat. Ditanya rinciannya, Syamsir hanya berujar, ”Ya, kalian sudah tahulah. Kalian tahulah siapa itu.”

Ditanya apakah salah satu politisi itu adalah mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais, Syamsir sambil tertawa menjawab beberapa kali, ”Sudah tahu kok tanya.”

Syamsir juga mensinyalir, membesarnya kasus Papua karena ada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menjadi sponsor. ”Yang kami tahu sponsor itu masih LSM lokal, tetapi ada hubungannya dengan LSM di luar,” ujarnya.

Sutanto lebih jauh mengemukakan, situasi di Papua sudah membaik dan diperkirakan akan semakin kondusif setelah ditangkapnya 14 orang yang diduga sebagai penggerak dalam kasus Abepura.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengatakan, tekanan massa terhadap perusahaan asing, seperti PT FI dan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT), memperburuk iklim investasi.

”Kearifan semua pihak harus dipahami tentang keputusan-keputusan pada masa lalu. Tidak bisa kondisi sekarang dipakai untuk memberikan penilaian tentang apa yang kita lakukan pada 20 atau 30 tahun lalu,” papar Fahmi menyikapi semakin maraknya penolakan terhadap perusahaan-perusahaan asing.

Secara terpisah, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengatakan, pembakaran base camp PT NNT bukan bermotif ketidakpuasan masyarakat karena dampak lingkungan kegiatan PT NNT. ”Ini lebih disebabkan hubungan kurang baik antara masyarakat setempat dan pihak perusahaan,” katanya. (INU/HAR/OSA/DAY)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home