| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Friday, March 24, 2006,12:39 PM

Menerawang Kesurupan Massal Bangsa Ini

Kasus kesurupan massal di sejumlah daerah menambah muramnya perjalanan kemanusiaan kita. Rasanya baru satu-dua tahun terakhir ini kasus itu bagai letupan-letupan jiwa yang menyeringai: kita ikut pilu melihatnya, tetapi tidak persis paham bagaimana mengatasinya.

Umumnya anak sekolah berusia remaja yang tertimpa histeria massa itu. Namun, pekan ini 30 karyawan pabrik rokok Bentoel, Malang, Jawa Timur (Jatim), pun kesurupan bersama. Dalam hati, kita semua bertanya, ini tanda-tanda zaman apa? Apakah ekosistem ”dunia sana” tengah menerobos ekosistem manusia? Atau kemanusiaan kita kian ringkih di tengah hiruk-pikuk perubahan dan tekanan?

Rabu (22/3) lalu tidak pernah terpikirkan sebelumnya, puluhan bahkan bisa jadi ratusan karyawati PT Bentoel Prima Malang mengalami kesurupan. Kasus itu persis menjangkiti sejumlah siswa di Surabaya beberapa waktu sebelumnya.

Rabu, sekitar pukul 08.15, itu tiba-tiba Fitri, karyawati unit giling PT Bentoel Prima di Jalan Niaga 2 Kecamatan Sukun, Kota Malang, tiba-tiba menjerit-jerit dan mengoceh sekenanya.

Pemain kuda lumping di kampungnya itu seketika menjadi kalap saat mendengar lantunan tembang-tembang jaranan atau kuda lumping yang terdengar dari luar pabrik.

Ketika hendak ditolong, justru karyawan lain ikut kesurupan.

Pihak PT Bentoel Prima mengatakan, meski banyak karyawannya kesurupan, proses produksi tidak terganggu dan berjalan seperti biasa. Mereka mengakui, kesurupan menimpa sekitar 30 karyawan mereka.

Direktur Rumah Sakit Jiwa Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang (Jatim), Dr Eko Susanto Marsoeki, SpKJ mengatakan, gejala kesurupan menunjukkan makin kompleksnya masalah yang dihadapi masyarakat. Beratnya beban masalah yang ditanggung membuat emosi orang meluap-luap dan tumpah dalam bentuk gejala-gejala yang tidak wajar, seperti berteriak-teriak atau bahkan pingsan. Sebut, misalnya, beban kenaikan harga bahan bakar minyak, yang disusul isu kenaikan tarif dasar listrik, yang telanjur menambah beban emosi.

Komentar senada disampaikan sejumlah pakar dan mereka yang berkompeten, seperti psikiater dari RS Dr Sutomo, Surabaya, Nalini M Agung; psikolog sosial Sartono Mukadis dari Jakarta; dan psikolog TA Prapancha Hary dari Yogyakarta.

Bukan mistis

Nalini M Agung melihat kesurupan atas siswa di sejumlah sekolah di Surabaya bukan fenomena mistis dan tidak ada hubungannya dengan roh halus, seperti disebut-sebut dalam kejadian yang menimpa siswi SMP Negeri 29, Surabaya, atau sebutlah kasus lain seperti yang menimpa siswa SMA Pangudi Luhur, Yogyakarta, dua pekan lalu.

Fenomena sejenis bisa dibagi dua. Pertama, berkaitan dengan budaya trance (keadaan tak sadarkan diri) dalam tradisi kuda lumping. Yang menyerang siswa-siswa adalah masalah kesehatan mental yang dalam diagnosis gangguan jiwa disebut gangguan disosiatif. Disosiatif sebenarnya kecemasan hebat yang direpresi sedemikian rupa ke alam bawah sadar dan disalurkan dalam bentuk ”kesurupan” atau kepribadian ganda.

Media massa, terutama televisi, yang menayangkan gangguan disosiatif ini malah membuat penyebaran semakin luas dan seperti mewabah. ”Tayangan diterima masyarakat yang bepersepsi keliru tentang fenomena ini lalu terjadi peniruan (copycat) oleh remaja-remaja lain di Indonesia. Ini fenomena copycat mass hysteria,” tutur Nalini yang juga Humas Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia.

TA Prapancha Hary melihat peristiwa itu bukan kebetulan, tetapi karena kehidupan kita saat ini tidak seimbang dan menimpa orang yang tingkat kesadarannya rendah. ”Percaya atau tidak kehidupan di luar manusia itu ada,” ujarnya.

Sartono Mukadis mengatakan, kesurupan sangat potensial menimpa orang-orang yang berpikiran labil. ”Coba amati, sangat jarang murid yang badung pernah kesurupan. Itu karena anak seperti ini punya ketegaran dalam keyakinan, terlepas pikirannya itu salah atau benar, baik atau buruk,” katanya. (DIA/EGI/D13/RWN/NAR)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home