| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Sunday, August 13, 2006,12:35 PM

Pemerintah Tak Mengontrol Hezbollah

Musthafa A Rahman

Beirut selatan dikenal berpenduduk mayoritas Muslim Syiah. Sejak agresi Israel ke Lebanon pada 12 Juli, Beirut selatan merupakan kawasan yang paling banyak menjadi sasaran gempuran Israel, selain Lebanon selatan dan Lembah Bekaa. Mengapa demikian?

Bersama seorang anggota staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Lebanon, Kompas yang tinggal di sebuah hotel yang terletak di kawasan Hamra, Beirut barat, mengunjungi KBRI yang terletak di kawasan Baabda. Dari sana perjalanan dilanjutkan ke rumah seorang rekan di wilayah yang sudah ditinggalkan sejak Israel memulai agresinya ke Lebanon pada 12 Juli lalu.

Rumah itu terletak di Distrik Amerika, gerbang masuk ke kawasan Beirut selatan.

"Kita mulai memasuki daerah berbahaya. Ini adalah ujung daerah Beirut selatan. Mayoritas penduduk di sini Syiah," kata salah seorang staf KBRI saat meluncur menuju Distrik Amerika.

Memasuki Distrik Amerika tampak sangat mencekam dan tegang. Jalan-jalan sepi, hanya satu-dua mobil lalu lalang. Gedung-gedung apartemen kosong karena ditinggal penghuninya. "Sebelum perang, daerah ini sangat ramai," kata staf KBRI itu.

Tak lama kemudian kami berhenti di depan sebuah apartemen. Lalu, kami naik ke lantai V, tempat apartemen sewaan teman staf KBRI itu. Dari sana terlihat jembatan layang yang sudah hancur. Juga terlihat gedung-gedung di sekitarnya yang sudah hangus.

"Penghuni gedung ini sudah kabur semua. Hanya ada satu penghuni di lantai VI yang masih bertahan. Ia sudah pasrah atas apa yang terjadi," tutur seorang staf KBRI itu, yang menyewa di apartemen yang sama.

Saat meninggalkan apartemen itu, kami harus melaju lebih cepat lagi karena akan lebih masuk wilayah Beirut selatan dan lebih berbahaya, khususnya Distrik Syiah dan Auza’i.

Di sepanjang jalan dari Distrik Amerika, Syiah, dan Auza’i tampak gedung-gedung yang sudah hangus dan hancur. Jalan-jalan layang di wilayah itu terputus dan terbelah dua. Gedung-gedung yang baru digempur masih mengepulkan asap warna hitam pekat.

Saat melewati Distrik Auza’i, langsung teringat ledakan dahsyat pukul 04.00, Jumat (4/8).

Beberapa hari kemudian Kompas mengunjungi sendiri Beirut selatan untuk melihat sasaran serangan bom Israel pada Senin (7/8) sekitar pukul 20.00 di Distrik Syiah. Lalu, pada Jumat (11/8) Kompas kembali mengunjungi Distrik Syiah, Auza’i, dan Raweisy untuk melihat situasi setelah Israel menjatuhkan selebaran yang meminta penduduk kawasan itu mengungsi karena akan digempur.

Dominasi Syiah

Distrik Syiah dan distrik lainnya di Beirut selatan tampak jauh lebih sepi dibandingkan dengan situasi sebelumnya. Saat mengunjungi Beirut selatan, ada kesan kuat tentang dominasi Syiah di kawasan itu. Di sana justru tidak terlihat nuansa nasionalisme Lebanon.

Di berbagai sudut di Beirut selatan bertebaran foto tokoh- tokoh Syiah Lebanon maupun Iran. Gambar pemimpin revolusi Iran, Imam Khomeini, terpampang di banyak tempat di Beirut selatan.

Potret pemimpin spiritual Iran sekarang, Ali Khameni, juga mudah terlihat di Beirut selatan. Apalagi gambar tokoh Syiah Lebanon sendiri, seperti Hassan Nasrullah dan Muhammad Hussein Fadlallah, tentu terpampang di mana-mana di Beirut selatan.

Bendera Hezbollah berwarna kuning, berkibar atau tertempel di dinding gedung-gedung di Beirut selatan. Nuansa budaya Beirut selatan pun sangat berbeda dengan Beirut barat dan timur. Beirut selatan terasa lebih bernuansa agama dan konservatif. Sebaliknya, Beirut barat dan timur sangat liberal.

Lepas dari kontrol

Bagaimana kaum Syiah bisa memegang hegemoni di Beirut selatan? Beirut selatan atau pinggiran selatan kota Beirut menjadi tujuan warga desa Lebanon, yang hijrah ke kota sejak awal kemerdekaan Lebanon pada tahun 1943.

Akan tetapi, imigran yang datang secara kolektif ke Beirut selatan adalah pengungsi Palestina pada tahun 1950. Pendatang Palestina saat itu membangun kamp pengungsi Barj Al Boureijina di Beirut selatan. Sementara imigran besar-besaran kaum Syiah dari Lebanon selatan dan Lembah Bekaa ke Beirut selatan terjadi pada tahun 1958.

Adalah gerilyawan bersenjata Palestina pula yang semula melepaskan wilayah Beirut selatan dari otoritas pemerintah pusat Lebanon. Kesepakatan Cairo tahun 1969 yang memberi hak kepada gerakan perlawanan Palestina untuk tinggal di Lebanon menyebabkan semakin kuatnya otoritas Palestina di Beirut selatan dan sekitarnya.

Sejak itu Beirut selatan menjelma menjadi salah satu kawasan, di mana negara Lebanon tidak memiliki otoritas. Hal tersebut terus berlanjut hingga pascaberakhirnya perang saudara tahun 1990 (dimulai 1975). Bercokolnya imigran asal Palestina di sana didasarkan pada dalih untuk menghormati gerakan perlawanan (Hezbollah) terhadap Israel yang berbasis di Beirut selatan.

Sejak meletusnya perang saudara di Lebanon tahun 1975, status penduduk Beirut selatan berangsur-angsur semakin eksklusif, yakni terbatas pada dominasi Syiah.

Warga Muslim Sunni dan Kristen yang tinggal di Beirut selatan banyak memilih pindah ke Beirut barat dan timur. Namun, kaum Syiah pada awal perang saudara tahun 1975 lebih berafiliasi pada partai-partai politik daripada menonjolkan identitas Syiah-nya. Mereka antara lain bergabung dengan partai komunis, partai kiri, sosialis dan faksi-faksi Palestina.

Secara umum kaum Syiah Lebanon saat itu tergabung dalam gerakan perlawanan Palestina dengan berbagai ideologinya itu. Hegemoni Palestina atas kaum Syiah di Lebanon sangat kuat sejak perang saudara tahun 1975 hingga hengkangnya PLO dari Lebanon tahun 1982 menyusul invasi Israel ke Lebanon pada tahun itu juga.

Iran masuk

Hengkangnya PLO itu membuat kaum Syiah seperti kehilangan payung. Setelah PLO hengkang dari Lebanon pada tahun 1982, mulailah muncul dan menguatnya gerakan Syiah yang merupakan embrio dari lahirnya Hezbollah.

Gerakan Syiah itu lebih kurang mirip dengan PLO, cenderung menolak otoritas negara Lebanon, khususnya di Beirut selatan. Ketika kaum Syiah kehilangan payung setelah hengkangnya PLO, Iran masuk untuk menggantikan peran PLO sebagai payung kaum Syiah Lebanon.

Iran memasok dana, senjata, dan melatih kader-kader Syiah Lebanon. Sejak itu kaum Syiah Lebanon lebih menonjolkan identitas Syiah daripada afiliasinya dengan partai atau sentimen Arab-nya.

Kemudian, kaum Syiah bahkan meninggalkan partai-partainya yang dimasuki sebelumnya dan membangun kekuatan Syiah sebagai kekuatan politik, ekonomi, dan militer.

Pada 6 Februari 1984, kaum Syiah mengobarkan intifadah melawan pemerintah pusat Lebanon di Beirut selatan. Intifadah itulah yang melahirkan otonomi Syiah di Beirut selatan (seperti negara Syiah di dalam negara Lebanon). Terjadilah pemisahan informal Beirut selatan dari kedaulatan negara yang berlanjut hingga saat ini.

Kini, perkembangan Beirut selatan sangat pesat. Padahal, awalnya daerah itu sarat dengan permukiman miskin. Beirut selatan seperti menjadi kota tersendiri.

Kemajuan Beirut selatan terbantu dengan investasi milik warga Syiah kaya yang bekerja di luar negeri. Mereka kemudian membangun Beirut selatan.

Di Distrik Haret Hrik, khususnya, yang menjadi pusat politik Hezbollah terlihat bangunan yang cukup megah. Di Haret Hrik terdapat kantor-kantor, lembaga-lembaga, dan rumah- rumah pimpinan Hezbollah. Itulah salah satu wajah dari negeri Syiah di Beirut selatan.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home