| HOME | WRITING | IND-CLIPPING | ENG-CLIPPING | MUSIC |
Sunday, February 26, 2006,9:27 AM

Pawai "People Power" Gagal, Tokoh Oposisi Ditangkapi

Manila, Sabtu - Rencana rakyat Filipina melakukan unjuk rasa besar-besaran menentang Presiden Gloria Macapagal-Arroyo sekaligus memperingati 20 tahun tergulingnya pemerintahan Ferdinand Marcos melalui kekuatan rakyat (people power), Sabtu (25/2), tak terlaksana.

Pemberlakuan keadaan darurat oleh Arroyo dan pelarangan seluruh bentuk protes membuat jalan-jalan di Manila dan berbagai kota lainnya di Filipina lengang.

Pemerintahan Arroyo juga menangkapi sejumlah tokoh oposisi serta memberangus media-media yang mendukung kubu oposisi.

Keadaan darurat diberlakukan hari Jumat (24/2) setelah Arroyo menyebut adanya ”konspirasi sistematik” terhadap dirinya oleh kelompok oposisi, kubu komunis, dan sejumlah ”petualang militer”.

Hari Sabtu polisi menahan sejumlah tokoh oposisi, di antaranya anggota Kongres, Crispin Beltran, pemimpin kelompok kiri koalisi Bayan Muna (Nation First). Beltran ditahan di kediamannya di luar Manila.

Pensiunan jenderal, Ramon Montano, yang secara terbuka mendukung penggusuran Arroyo, juga ditahan. Sebelumnya, militer juga menahan tiga perwira dari satuan elite Filipina, sementara pemimpinnya, Brigjen Danilo Lim, hari Jumat dicopot dari jabatannya. Delapan pejabat militer lainnya kini diselidiki keterlibatannya dalam ”konspirasi penggulingan Arroyo”.

Kepala Polisi Arturo Lomibao kepada wartawan juga mengumumkan, Senator Gregorio Honasan kini menjadi orang nomor satu (untuk ditahan) dalam daftar mereka.

Penggerebekan media

Hari Sabtu subuh, polisi menyerbu gedung surat kabar pendukung oposisi, Daily Tribune, menyita seluruh dokumen dan contoh cetak koran serta menyegel kantor itu. ”Mereka tiba-tiba datang menyerbu,” kata Pemimpin Redaksi Daily Tribune Ninez Cacho-Olivares di radio. ”Situasinya kini seperti darurat militer”.

Perempuan yang memimpin surat kabar ini mengaku tak takut diintimidasi. ”Mereka dapat mengintimidasi saya dengan cara apa pun, tetapi saya akan melawan dengan sekuat tenaga. Kalau mereka menutup koran ini, saya akan membawa kasus ini ke mahkamah agung,” katanya.

Pasukan polisi juga mendatangi Tabloid Abante, namun aparat meninggalkan ruangan ketika mengetahui bahwa terdapat sejumlah kru dari dua stasiun televisi yang menunggu di dalam ruangan.

Pemerintah juga telah memperingatkan radio dan televisi untuk tidak menyiarkan imbauan agar Arroyo mundur dan melarang ”dukungan atau bantuan” terhadap imbauan tersebut.

Juru bicara Presiden Arroyo, Ignacio Bunye, membantah bahwa pemerintah telah melaksanakan ”darurat militer”. ”Situasi telah terkontrol dan akan pulih secepatnya,” katanya.

Menurut Bunye, penerapan keadaan darurat memang dibutuhkan untuk melindungi konstitusi dan penegakan hukum serta mencegah kekacauan dan aksi kekerasan”.

”Namun, kami tak akan menerapkan itu bagi mereka yang tak bersalah,” katanya.

Dikecam

Langkah Arroyo yang menerapkan keadaan darurat, melarang unjuk rasa, dan menyerbu kantor surat kabar dikecam berbagai kalangan. Kelompok media massa menyebut penggerebekan itu sebagai wujud kediktatoran dan mengingatkan mereka pada ”periode hitam” rezim Marcos.

”Dua puluh tahun lalu rakyat menggulingkan kediktatoran. Kita tak boleh membiarkan, kita harus melawan terulangnya sejarah penindasan di masa lalu,” demikian pernyataan Philippine Press Institute.

Mantan presiden Fidel Ramos juga mengecam langkah-langkah yang dilakukan Arroyo. ”Saya sungguh terkejut mendengarnya dan saya sangat kecewa,” kata Ramos dalam jumpa pers.

Ramos yang sempat dekat dengan Arroyo mengatakan, dukungannya terhadap presiden perempuan itu kini ”memudar”. Ia menyamakan taktik penerapan situasi darurat yang dilakukan Arroyo mirip dengan taktik diktator Ferdinand Marcos. ”Ini benar-benar gaya Marcos, penangkapan dan pernyataan yang dideklarasikan presiden,” kata Ramos dalam acara memperingati 20 tahun gerakan rakyat.

Ketika ditanya apakah ia akan mendukung penggulingan Arroyo, Ramos menjawab, ”Saya akan menentang aksi kekerasan karena pada akhirnya orang-orang miskin yang akan semakin menderita.”

Ramos memainkan peran besar dalam mendukung Arroyo bulan Juli lalu ketika ia dilanda krisis politik, mulai dari tuduhan korupsi sampai kecurangan pemilu. Ketika para sekutu Arroyo satu per satu memintanya mundur, Ramos berdiri di belakang Arroyo.

Amnesty International kemarin menyatakan kekhawatirannya bahwa penerapan keadaan darurat ”dapat meningkatkan risiko pelanggaran hak asasi manusia yang serius dan merusak penegakan hukum di Filipina”. (AP/AFP/REUTERS/MYR)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home